Pria berkacamata

32 2 1
                                    

      Kita bukanlah sebuah dua sayap manusia yang tanpa sengaja bertemu, akan tetapi sudah menjadi alur dari paragrap cerita yang dipertemukan.
     Kita bukanlah dua manusia yang saling mengisi untuk bertukar hati, hanya saja saling mengisi untuk menjadi manusia-manusia dari cerita akhir hayat nanti.
     Kita juga bukanlah menjadi satu kesatuan yang dapat bersama hingga rambut memutih, hanya menjadi teman berbincang dari keluh yang dipilih.
     Kita hanyalah dua manusia yang tak jadi satu, karena diciptakan untuk sekadar bertemu.
_________________________________________

    Angin sepoi-sepoi mengintimidasiku lewat celah matahari pagi, aku yang sudah menumpangi motor tua keluaran tahun sembilan puluhan yang setia menemaniku, melewati lembah-lembah ketika matahari siap menyelimuti penjuru bumi, disaat-saat seperti ini aku seperti seolah bercermin dengan diriku kembali, menyaksikan betapa semesta membuatku berpikir dewasa dari anak seusiaku karena keperluan ekonomi.

        Hari itu aku melihat seorang pria yang paling kutahu dirinya seorang yang kuat dan selalu menguatkanku menangis di dekat tepi kolam samping rumah, aku memandanginya, melihat betapa ia tak pernah seterpuruk ini. Tepat tiga tahun lalu aku dan keluargaku mengalami kebangkrutan besar-besaran, krisis ekonomi keluarga kami membuatku rela bersekolah dengan sepatu yang sudah usang dan berlubang, bahkan beberapa saat aku sempat membongkar celengan hanya karena untuk membeli sesuap nasi untuk kami makan.

     Anak kecil manja bermata sipit itu kini telah beranjak menjadi gadis yang terpaksa harus bersahabat dengan keadaan, jika dulunya semua permintaanya dipenuhi, maka kini ia harus menahan diri untuk bisa tidak boros lagi. Setelah mempertimbangkan banyak hal, mulai dari aku ditawari pindah sekolah, karena orang tuaku sudah tak sanggup membayar uang bulanan sekolahku yang terlalu mahal dari sekolah pada umumnya, atau ketika kami diminta pulang ke kampung halaman.

     Dan pada akhirnya setelah orangtuaku mengajak aku dan adikku berdiskusi akhirnya kami memilih untuk pulang, takdir memang seringkali mempermainkan, seperti ketika bermain ular tangga, dadu layaknya roda kehidupan yang berputar, kadang ia akan membuat kita melangkah ke atas jauh melayang, dan terkadang kita dibuat untuk jatuh ke bumi hingga terdampar di tanah kosong tak bertuan.

     Aku meninggalkan tanah kelahiranku, tanah yang sudah membuatku merasa memiliki semuanya, namun pada akhirnya juga menghancurkanku, melihat tangisan dari wajah-wajah orang yang kusayang, yang akhirnya kami memulai kehidupan baru, dan kehidupan itu seperti kalimat "tak ada perjuangan yang akan mengkhianati hasil", dan itu terbukti hingga kini kebutuhan kami telah hidup layak dan tercukupi.

        Aku sampai di Sekolah setelah melamun banyak hal yang telah terjadi di kehidupanku, ini hari terakhir aku untuk mengikuti masa orientasi siswa, aku sudah jenuh sejujurnya, hanya duduk memandang aula sambil melihat silih berganti orang berbicara, beberapa saat aku juga sempat ditunjuk untuk berkenalan, hingga hari ini kami mempunyai tugas khusus untuk mencari nama-nama teman. Aku berkeliling ke setiap penjuru kelas, menanyakan satu-persatu nama mereka, begitupun mereka terhadapku, menurutku ini adalah hari yang melelahkan, dan akhirnya aku menyerahkan tugas tersebut kepada pembina, menaruh selembar kertas berisikan nama-nama.

     aku menjinjing tas sekolahku, menemui sahabat lamaku di lobi sekolah, namanya Gayatri. Sebenarnya kami sudah lama berkenalan, kami beda usia satu tahun, dia adalah kakak tingkatku sekaligus saudara jauhku, semenjak dia tak lagi ikut bimbingan belajar, dan sibuk dibangku SMA kami akhirnya pun juga tak pernah bertemu, hingga beberapa saat lalu dia kembali menyapaku, mengingat masa lalu ketika kamu dihukum karena bermain ponsel saat bimbingan belajar telah dimulai, dan kami bersama-sama menertawakan kenangan lucu dahulu. Ini kali pertama aku naik angkutan kota, semenjak dulu memang orang tuaku tak pernah mengizinkan aku untuk naik kendaraan umum, dan hari ini aku memilih untuk tidak menganggu ayahku bekerja hanya untuk rela menjemputku, jadi kuputuskan saja naik angkutan dengannya.

    Ini tidak seperti yang kubayangkan, yang katanya sempit atau bahkan berdesak-desakan, tapi disini kami seperti satu sama lain yang menjadi akrab karena kebetulan, aku memandangi satu-satu wajah mereka, dan ketika aku turun yang paling kuingat wajahnya adalah pria berkacamata dengan rambutnya yang berantakan, benar-benar pemandangan yang menjengkelkan karena sejujurnya aku adalah anak yang suka sekali kerapian.

"gimana tadi? naik angkutan umum,seru kan?
"sejujurnya seru kak, hanya saja menyebalkan melihat dia tadi yang ada di depanku, sudah baju dikelurkan, rambutnya saja juga acak-acakan"         "hahahaha namanya Kanaka, Kalu, dia anak unggulan kelas sebelah" ucapnya sambil kita memasuki komplek rumahnya karena aku berjanjian dengan ibu disana. Hari-hariku akhir ini cukup membuat aku kewalahan, pagi sampai sore hari aku harus bersekolah, sedangkan sore hingga larut malam hari aku masih disuguhkan tugas rumah, tapi ini adalah awal kehidupan, hanya belajar semestinya aku tak boleh mengeluh karena malu dengan mereka yang bekerja hingga larut malam.

       Siapa yang tak suka dengan boyband asal korea, pastinya semua orang suka termasuk diriku, sore ini aku dan Karin sahabatku kembali membahas tentang debut lagu mereka, atau biasa disebut dengan "comeback" kata anak-anak remaja sekarang, tiba-tiba ponselku berbunyi, ada satu pesan dari messenger yang aku tak tahu siapa dia, sebelum kubuka pesannya kubuka terlebih dahulu photo profilnya, entahlah akupun tak bisa menebak siapa dia, usernamenya saja aneh, bahkan photo profilnya hanya menunjukkan gambar game yang tengah populer saat ini, aku tak tertarik melihat pesannya, dan setelahnya aku melihat kembali tugas-tugasku, ponselku terus berdering, tak hanya Karin yang mengirimiku pesan, tapi orang dengan photo profil aneh itu lagi.

          Dia berbicara dengan bahasa jawa khas daerah sini, sejujurnya semenjak tiga tahun aku tinggal disini, aku juga tak terlalu mengerti berbahasa daerah sini, aku membuka pesannya, "siapa ya?" kukirimkan pesan itu padanya yang tak sampai satu menit dia membalas pesanku lagi "orang di depanmu saat di angkot tadi", keningku berkerut melihat balasan pesan darinya, sungguh orang ini memang menyebalkan, aku masih mengingat rambutnya yang acak-acakan saja masih merasa jengkel padanya, ditambah dirinya yang mengirimi pesan untuk berkenalan yang tak ada sopan santunnya, bahkan sungguh berkenalan dengannya adalah sebuah paksaan, dan tanpa kusadari paksaan itu sebenarnya ialah awalan dari kisah tentang kami berdua.




MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang