salah paham

5 0 0
                                    

  Setelah dua minggu terakhir seluruh warga sekolah disibukkan dengan kegiatan classmeeting, hari ini adalah hari babak semifinal bagi  beberapa kelas yang telah masuk ketiga besar, pertandingan pertama untuk kelasku ialah pertandingan basket yang memiliki lawan kelas kak Wisaka, tentunya aku disini akan menyemangati keduanya, juga pertandingan kedua ialah pertandingan badmintoon untuk regu putra berlawanan dengan kelas reguler.

   Lapangan basket diriuhkan dengan teriakan para penonton, disana aku bisa melihat kak Wisaka dengan wajah yang masih sedikit pucat, juga melihat regu dari kelasku yang sedang bersiap-siap, aku berdiri diantara barisan paling depan bersama Jovanka dan teman-teman kelasku yang lainnya.

  Pertandingan telah dimulai, satu persatu bola berpindah dari tangan kak Wisaka lalu ke tangan teman kelasku, dan silih berganti, hingga pada kali pertama regu dari kelas kak Wisaka berhasil menaruh gol awal, dia melihatku sebentar, memberikan senyuman hangat yang justru membuatku sekarang menjadi salah tingkah dengan pipi yang sudah mengeluarkan sirat berwarna merah, blushing seketika.

   "Kaluna! kamu dipanggil bu Nur tuh, katanya sih ada kepentingan kelas" salah satu dari teman kelasku tiba-tiba saja memanggilku, aku segera menuju ruang guru karena urusan yang satu ini jelas tidak bisa ditunda. Jika beberapa siswa ruang guru adalah hal yang paling membuat ketakutan, bagi aku sendiri ruang guru adalah ruangan yang menyenangkan, terlebih hanya beberapa bulan disini aku sudah bisa akrab dengan beberapa guru yang mengampul mata pelajaran di kelasku.

    Setelah menyelesaikan tugas di ruang guru, aku segera ke kelas untuk menyalin beberapa daftar nama anak dengan biodata yang sudah lengkap dan belum lengkap, di perjalanan hendak ke kelas aku bertemu dengan Jovanka di arah tangga, dan yang membuatku terkejut ialah karena Jovanka memberitahukan bahwa kak Wisaka masuk UKS karena terkilir, disaat-saat seperti ini aku harus bisa mendahulukan urusan sekolah maupun urusan hati, jadi aku memilih untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan bu Nur dengan cepat dan tepat.

   Setelah tiga puluh menit aku berkutik dengan data nama anak-anak kelas, aku langsung mengembalikannya dan bergegas menuju ke ruang UKS. Semula-mula hatiku yang berdegup kencang menjadi berantakan melihat pemandangan yang ada dihadapnku, disana kak Wisaka dengan kaki yang sudah di perban dapat kusaksikan dia bercanda dengan seorang perempuan.

   Botol minuman yang telah kubeli sebelum ke UKS itu jatuh, menunjukkan suara yang tak begitu kencang akan tetapi dapat didengar di ruangan UKS yang tak terlalu ramai ini, "Kaluna?" suara lembut tersebut terdengan di telingaku, aku tak dapat mengatakan banyak kata selain "maaf  udah ganggu waktu kalian" dan ketika itu juga aku berlari dengan air mata yang sudah tak bisa kubendung lagi.

   Kini aku di ruangan perpustakaan, disini hampir tak ada suara dari manapun karena letak dari perpustakaan berada di sudut dekat dengan dapur sekolah, hanya ada bberapa petugas yang juga sedang membaca buku dan tak mungkin memperhatikanku bersembunyi dibalik majalah yang telah kuambil tadi dengan air mata yang mengalir.

  "Jovanka kamu tahu Kaluna kemana engga?" "loh aku pikir malah dia sama kakak tadi" "iya awalnya, tapi dia lihat aku sama Okta berduaan di UKS, pasti dia sekarang salah paham" "astaga, kamu sih kak ngapain ngobrol sama mantan, ya gimana Kaluna engga cemburu" "iya aku juga salah kok, kamu tolong cari dia ya? kalau udah ketemu whatsapp aku aja!, aku mau cari Kaluna lagi ya" "oke siap kak, nanti gue bantuin tanya temen kelasnya"

   "ngapain lo disini?" aku mendengar suara yang berasal tak cukup jauh dari tempat dudukku, benar saja suara tersebut ialah suara Kanaka, dia sudah duduk disebelahku yang hanya terpisah oleh kursi kecil ditengah kita, "engga papa" kataku dengan nada yang ketus lalu kembali menundukkan pandanganku darinya karena kurasa pasti mataku sekarang sudah memerah, "engga papanya cewek itu pasti ada apa-apa, buktinya mata lo aja merah, terus tuh koran yang lo pegang juga udah basah" "lo pernah ngerasain patah hati engga?" "kayaknya semua orang diusia kita kalau lo tanya gitu, gue yakin delapan puluh persen jawabannya pasti iya sih" "termasuk lo?" "iya lah, jadi lo lagi patah hati nih?" "ya semacam itulah" "wajar Kaluna, kadang manusia berharap sama ekspetasi yang ga sesuai sama realita ya itu wajar aja bagi gue" "terus gue harus gimana?" "gue punya satu lagu buat lo", dia mengambil gitar diatas lemari berisikan buku-buku kurikulum lama yang hanya sebagai pajangan disana, memetikkan satu persatu senar gitar dengan lagu yang dinyanyikannya tiba-tiba saja dapat mengobati sedikit luka dihati.

   Kanaka memang manusia menyebalkan yang pertama kali kutemui, dirinya berbeda seperti lelaki biasa, terkadang terlihat sangat baik, terkadang juga senang sekali meledekku, bahkan terkadang dengan tingkah-tingkahnya dia juga bisa membuatku salah tingkah dalam satu waktu. "jangan nangis lagi dong" tangannya mengelap disudut mataku, kita saling memandang, lalu setelahnya aku dibuat gugup dan berakhir dalam kalimat terimakasih yang kuucapkan.

    Aku kembali dikelas dengan Dita, Binta, Kahla bahkan Jovanka yang juga sudah menunggu di depan ruang kelasku, "astaga Kaluna lo dari mana aja sih?" ucap Jova dengan teriakan yang membuat orang di lorong koridor kelas ini lalu memperhatikan kami "shhhtss pelanin suara lo jo, pada lihat tuh orang-orang" "masa bodohlah sama mereka, lo tuh habis darimana sih lun?" "gue dari perpustakaan aja sih, baca-baca buku disana" ucapku dengan perkataan getir yang berbohong karena aku tak mau mereka mengetahui bahwa aku sehabis menangis, "tadi kak Wisaka kesini udah dua kali loh, gue telepon dia dulu ya?" "eh eh, engga perlu deh jo, gue lagi engga mau ngobrol juga sama dia" "tapi lo udah salah paham lun" ketika Jovanka mengucapkan kata "salah paham" diriku langsung seketika seperti sedang dihujani keyakinan-keyakinan yang sedang kubangun untuk membentengi diriku sendiri bahwa yang kulihat tadi benar adanya yang seperti sedang kupikirkan.

     Jovanka membawaku ke kantin sebelum dia menjelaskan semua bahwa hal yang kulihat di UKS tadi tidak seperti yang telah kupikirkan, aku mengaduk-aduk es jeruk yang telah kupesan tanpa ingin meminumnya sedikit pun "heh ngelamun aja lo" "hehehe, lo mau jelasin apa sih jo?" "pengen tahu apa pengen tahu banget?" "engga pengen tahu sih kalau bisa" "eh jangan gitu dong" "ya lo kan buat pilihan, ya pilihan gue engga pengen tahu" "terserah lo deh dasar keras kepala, pokok gue harus jelasin sama lo bahwa kak Kinasih dan kak Wisaka itu mereka engga ada hubungan apa-apa" "kalau engga ada hubungan apa-apa buktinya dia engga nyariin gue" "kata siapa?" "kata gue lah" "emang ya orang kalau udah cemburu matanya ketutupan tuh ama debu-debu yang bersatu sama keegoisan, coba deh lihat hp lo" setelah Jovanka menyuruhku untuk membuka handphone milikku yang baru saja kuingat bahwa aku mematikan handphoneku setiba aku di Perpustakaan aku merasa baru saja melakukan satu kecerobohan bahkan tuduhan-tuduhan tak pantas untuk kak Wisaka, disana aku melihat bahwa banyaknya notif diantaranya ada dari Jovanka, Binta, dan kak Wisaka, "dua puluh panggilan tak terjawab" ucapku sambi menyerahkan handphoneku kepada Jovanka.

       "Astaga Kaluna, lo lihat sendiri kan sekarang betapa kak Wisaka itu merhatiin lo, bahkan dia udah bolak-balik ke kelas lo dua kali, dua kali Kaluna" Jovanka mengucapkan kalimat yang seperti tamparan untukku, belum sempat aku untuk menenangkan diri Jovanka melanjutkan kalimatnya yang membuatku semakin merasa bersalah kepada kak Wisaka "kak Kinasih itu emang mantan kak Wisaka, mereka sih pacaran pas SMP gitu, tapi engga lama, dan mereka juga tetanggaan, tapi gue yakin kak Kinasih maupun kak Wisaka juga udah engga saling ada rasa selain rasa sayang sama sahabatnya sih" "terus gue harus gimana?" "engga perlu gimana-gimana, lagipula kan akunya juga udah ada disini".

    Nada suara yang diucapkan dengan lembut itu memenuhi gendang telingaku lalu tersalur kedalam amigdala yang masih kuingat selalu, kak Wisaka berdiri di belakangku, dengan senyuman lebar bahkan membawa sebatang coklat untuk diriku, aku langsung berdiri dihadapanya, mengucapkan berbagai kalimat maaf yang mungkin sudah tak pantas kuucapkan dihadapan seorang sebaik kak Wisaka.

   Setelah kejadian sepanjang hari ini, bahkan kak Kinasih yang juga mengirimiku sebuah pesan whatsapp yang menjelaskan sama seperti Jovanka katakan padaku, sore ini aku menikmati coklat pemberiannya tadi, dengan layanan video call itu aku juga melihat kak Wisaka yang tengah asik membuat jus jeruk yang akhir-akhir ini menjadi jus favoritnya, bahkan beberapa kali kak Wisaka meledekku karena aksi kecemburuanku padanya saat berada di sekolah tadi.

MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang