Aurora

79 6 0
                                    

"Karin aku bilang jangan gitu."

" Pokoknya aku gak mau," Karin menutup mulutnya dengan kedua tangan.

" Enggak bisa, kamu harus mau, kalau gak nurut aku pergi."

Karin mendecih,
" Oh jadi sekarang kamu ngancam aku?"

" Iyah, percuma aku disini kalau kamu gak mau nurut."

" Tapi aku gak suka, nanti aku muntah gimana?"

Dian meletakkan mangkuk bubur di meja dengan keras.
" Terserahlah."

Melihat itu, karin menghentakkan kakinya seperti anak kecil, bibirnya cemberut kesal.
" Diannnnnn,"

Dian diam ditempat nya, mata nya menatap lurus wajah Karin yang dibuat memelas.

" Dian aku gak sukaaaa, buburnya pahitttt."

Dian mendengus,
" Dari mana kamu tau pahit padahal belum dicoba sama sekali?"

" Itu pasti pahit, coba deh kamu makan."

" Aku gak bakal kejebak sama akal-akalan kamu."

" Itu beneran pahit tauuu."

Dian mengumpat dalam hati, wajah Karin sangat lucu saat cemberut begini. Membuat pikiran nya jadi berkelana kemana-mana.

" Yaudah lah, aku balik aja."

" Enggak jangan dong, kamu tega ninggalin aku sendirian? Papa sama Mama udah nitip aku ke kamu loh. Kamu mau berdosa karena ninggalin aku?"

Dian terkekeh geli,
" Kamu tuh jago banget kalau debat sama orang."

Karin tersenyum lebar, Dian sudah tertawa. Berarti pemuda itu sudah tak marah lagi padanya.

" Makan yah, sedikit aja. Entar aku beliin makanan yang kamu mau deh."

Karin mengangguk semangat,
" 3 suap habis itu makan mie ayam yah?"

Dian mengumpat,
" Yang bener aja kamu."

Karin mulai memasang wajah imutnya, matanya berkedip lucu dengan bibir yang tersenyum lebar.
" Yah,yah, yah, makan mie ayam yah, please,"

Dian mengusap wajahnya kasar, dia sungguh ingin mengumpati wajah cantik itu.

" Oke!"

Karin tertawa bahagia, Dian kalah telak.
" Ayo suapin, aaaaaaa"

Dian menggeleng,
" Kaya anak kecil."

" Biarin."

***

Hari menjelang sore, Dian beranjak dari taman rumah sakit menuju ruang rawat Karin.

Selepas makan bubur lalu dilanjut makan mie ayam, gadis itu tertidur pulas dengan senyum yang tersungging lebar.

Karena merasa bosan, Dian akhirnya pergi ke taman rumah sakit untuk menenangkan diri sementara.

Mungkin dari luar memang dia terlihat baik-baik saja, tapi nyatanya, hati nya tak baik-baik saja. Semakin dekat dengan Karin semakin menambah kadar cinta nya pada gadis itu, lalu bagaimana nanti saat Karin sudah sembuh? Apa mereka akan kembali terpisah?

20 menit setelah mereka berbaikan, orang tua Karin datang dengan putra yang tampak sangat khawatir.
Ketiganya kompak terdiam saat melihat dirinya dan Karin berciuman.

Yah, karena tak tahan akan kelucuan gadis itu, Dian khilaf mencium bibir Karin. Dan Bogeman pun akhirnya mendarat di wajahnya.

" Bangsat!"

Dian tersenyum sinis,
" Apa? Bilangin diri sendiri Lo?"

Putra mengepalkan tangan dengan nafas yang memburu.

Sementara itu, orang tua Karin hanya diam melihat semuanya.

" Apaan sih Lo put? Datang-datang hajar anak orang sembarangan."

Putra semakin berang saat Karin justru membela Dian didepan orang tuanya.

" Putra mending kamu keluar dulu, tenangkan diri kamu."

Putra melangkah keluar dan langsung membanting pintu dengan keras. Apa-apaan itu, om Delon bahkan tak memarahi Dian yang sudah mencium putrinya?

" Dian sekali lagi jangan sampai ketahuan yah."

Dian tersenyum malu,
" Iyah tante, maaf."

Alisa tertawa kecil,
" Karin sakit loh padahal, masih aja sempet kamu sosor."

" Mah,"

Delon menepuk bahu Dian,
Pemuda didepannya ini adalah orang yang baik, dia sangat senang bila Dian menjadi menantunya, tapi apa daya. Dia dan istri tak kuasa menolak amanah almarhum ibu Alisa untuk menjodohkan Karin dengan putra, anak dari adit yang notabenenya adalah abang kandung Alisa.

Delon dan Alisa sudah tau hubungan keduanya setelah memergoki keduanya berciuman di teras rumah mereka. Saat itu Delon berang dan langsung menghajar Dian habis-habisan. Tapi setelah sebulan Dian berusaha menarik hatinya, akhirnya dia luluh. Toh dulu dia lebih parah memperlakukan Alisa, sampai akhirnya mereka menikah karena Alisa telah hamil duluan.
Delon hanya menekankan agar tidak sampai lebih, dan memberi kebebasan pada keduanya.

" Jadi adek nabrak karena nangisin Dian?"

Karin menutup wajahnya malu,
" Mamah ih, jangan jelas gitu juga."

Dian mengusap-usap lehernya, perasaannya melayang tinggi, dengan jantung yang berdetak kencang seakan ingin keluar. Bisa-bisanya Karin menceritakan alasan kecelakaannya begitu gamblang.

" Makanya papa bilang gak usah khawatir mah, Karin ini udah sering matahin tangan anak orang, jadi pasti tahan banting. Yah gak dek?"

Karin semakin memekik malu, papa dan mama nya sangat jahil.

" Kamu tau Dian? Setelah kamu ninggalin si adek, beh, satu hari tuh ada aja ibu-ibu yang datang ke rumah nyariin dia buat dimarahin. Sehari aja Karin gak matahin tangan anak orang, dia gak akan hidup tenang."

Dian tertawa kencang, merasa gemas dengan tingkah gadis itu.

" Yang parahnya pa, habis itu nangis masuk kamar manggil-manggil nama dian."

Bruk,
Karin terjatuh dari tempat tidurnya karena guling-guling tak jelas menutupi salah tingkah nya. Membuat semua orang langsung terkejut, namun tak lama kemudian tertawa kencang.

" Dek ya Allah, mama dulu ngidam apa sih pas hamil kamu, kenapa kamu aneh gini?"

Delon dan Alisa tertawa kencang, sementara Dian meringis membantu karin untuk bangkit.
" Anak nya jatuh malah diketawain."

***

Dian tersenyum kecil mengingat itu semua, tak sadar bahwa dia sudah sampai didepan pintu kamar Karin,

" Kamu dari mana aja?"

Dian menggeleng tak habis pikir, Karin sedang makan buah dengan rakus.

" Makan mangga tuh kulitnya dibuka pakai pisau, kamu malah digigit gitu."

" Kaya gini tuh lebih enak tauuu."

" Terserah kamu aja lah, entar ditegur nangis."

" DIANNNN,"

Dian tertawa kencang, tangannya mencubit gemas pipi bulat Karin.

" Uhhh, Aurora nya aku imut banget sihh."

Blush,
Pipi Karin langsung memerah. Membuat Dian semakin tertawa kencang. Pemuda itu langsung memeluk erat tubuh Karin,

" Aku sayang banget sama kamu Rin."







__________

21 Juni 2021

Selamat membaca ❤️

...CINTA SEORANG LELAKI...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang