tujuh harian

1K 160 30
                                    

"Muka aku bisa berlubang Gi, kamu liatin sampe segitunya," Angkasa terkekeh tanpa mengalihkan pandangan dari jalan tol di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Muka aku bisa berlubang Gi, kamu liatin sampe segitunya," Angkasa terkekeh tanpa mengalihkan pandangan dari jalan tol di depannya.

Hari Sabtu itu, sebelum siang Angkasa sudah tiba di rumah Gisha. Menyapa kedua orang tua Gisha yang akan menyusul besoknya, lalu membawa Gisha pergi ke rumahnya.

"Abis aku kangen banget sama kamu," jawab Gisha masih tetap menatap Angkasa yang sedang mengemudikan mobil di sampingnya.

Angkasa menoleh sebentar, lalu tangan kirinya terangkat untuk mengusap pipi Gisha. "Aku juga."

Gisha menahan tangan Angkasa sebelum tangan itu kembali ke kemudi, lalu mengecup punggungnya. "Semua aman, ya?"

Angkasa mengangguk setelah tersenyum karena tingkah pacarnya. "Bukan berarti kami udah baik, tapi kami udah rela."

Gisha mengembalikan tangan kiri Angkasa ke kemudi mobil tapi tidak menarik tangannya sendiri, perempuan itu mengusap tangan Angkasa lembut.

"Kamu tau kalau aku nggak akan kemana-mana kan, Sa."

Angkasa sekali lagi tersenyum, lalu mengangguk. "Aku yang paling tau, Gi."

"Kalau aku hilang, kamu tau harus cari aku di mana," kata Gisha lagi.

Angkasa menoleh tidak suka. "Aku nggak akan kasih kamu celah buat hilang, Gi."

Gisha tertawa. "Aku bercanda, tau."

Kemudian perjalanan di jalan tol mereka diisi dengan obrolan-obrolan kecil tentang kehidupan sehari-hari mereka. Gisha di kampus, Angkasa di kampus.

"Kemarin itu, senior kamu, kalian ngapain?" tanya Angkasa di tengah obrolan mereka.

"Namanya Brian, Sa. Udah lulus. Ganteng deh. Walaupun tetep gantengan kamu," Gisha terkekeh sebelum melanjutkan dengan penjelasan bahwa dia tengah mengerjakan sebuah projek atas mandat dari dosennya.

"Walaupun aku yakin dia orang baik, kamu harus tetep hati-hati ya," Angkasa menasihati.

Gisha tertawa kecil karenanya. "Kamu tau aku paling berhati-hati sama semua laki-laki di dunia ini, Sa."

Angkasa menoleh, benar juga. Meski sudah jauh lebih baik, Angkasa tahu betul trauma masa kecil itu tak pernah benar-benar meninggalkan Gisha.

"Saaaa! Stop!" teriak Gisha yang membuat Angkasa kaget dan segera menepikan mobilnya ke kiri.

"Kenapa, Gi?" Tanya Angkasa cemas, mereka belum jauh dari gerbang tol dan Gisha tiba-tiba saja minta berhenti.

"Makan dulu, hehehe. Kamu belum sarapan bener, kan?" Gisha membuka sabuk pengamannya dan Angkasa menyadari bahwa Gisha memintanya berhenti di depan sebuah restoran sushi yang kesukaannya.

Gisha dan Angkasa akhirnya duduk di sisi bangku sisi jendela restoran itu, kini beberapa piring sushi bermacam jenis sudah tersedia di meja.

Gisha mengambil satu sushi salmon dan tersenyum lebar setelahnya.

Membaca AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang