mantan dan stalker

896 73 47
                                        

aku nggak nyangka masih ada yang komen di cerita ini, makanya aku buru-buru ngetik dan lanjut! semoga kalian masih suka, yaaa.

happy reading, luvs.


***





Mauren memusatkan pandangan kepada Angkasa yang kini tengah mengaduk teh tarik di hadapannya, Mauren ingat betul Angkasa sangat menyukai minuman satu itu.

"Ren, berhenti lihatin gue." Angkasa berkata tanpa mengalihkan pandangan dari gelas teh tariknya, lelaki itu belum berubah, kepekaannya masih luar biasa.

Mau tak mau, Mauren pun menggeser penglihatannya dari Angkasa dan memilih fokus pada es campur di depannya. Dilihat saja, sudah terasa sangat manis, tapi belakangan ini Mauren mulai mati rasa.

"Kalau gue lihat-lihat, lo mirip banget sama Langit, ya, Sa." Mauren menyendok serutan es batu yang sudah diberi perasa sedemikian rupa itu lalu memasukkannya ke dalam mulut, memberi mulutnya sensasi dingin yang menenangkan.

Angkasa kali ini mengangkat kepalanya, setelah menyelesaikan kuliahnya, Mauren memang pulang ke Bandung. Dia juga sudah mendapat pekerjaan di sana-yang untungnya belum mulai, sebab dia masih perlu waktu untuk menangisi kepergian kekasihnya.

"Nggak, Ren. Itu cuma karena lo kangen aja sama Kak Langit." Angkasa menjawab datar, seperti bagaimana dia bicara biasanya.

Mauren mengangkat sudut bibirnya. "Seharusnya tahun ini kami tunangan, Sa."

Angkasa mengembuskan napas, merasa iba dengan kondisi Mauren. Meski sudah hampir sebulan sejak Langit meninggal, tampaknya Mauren masih sangat merasa kehilangan. Yah, Angkasa juga merasakan hal yang sama, tentu saja. Pada minggu pertama, Angkasa bahkan hampir setiap malam menangis dan merasa gagal menjaga Langit. Namun, saat ini, Angkasa sudah mulai ikhlas. Begitupun ayahnya. Sedangkan untuk ibunya, Angkasa masih seringkali menemukan wanita itu melamun atau mengatakan ia merindukan anak sulungnya. Angkasa menyimpulkan, sepertinya perempuan memang jauh lebih sulit melupakan.

"Ren, gue nggak minta lo move on cepet-cepet. You can take your time as long as you want, gue cuma berharap dalam proses itu, seenggaknya lo sambil berjalan sedikit demi sedikit. Kak Langit juga pasti nggak mau lo setiap hari ngelamunin dia kayak orang sakit gini."

"Sa." Seolah tidak mendengarkan nasihat Angkasa, Mauren tetap memberikan pandangan penuh kesedihan di depan wajah Angkasa. "Sampai saatnya tiba, sampai gue bener-bener bisa melupakan Langit, lo mau nggak tetap nemenin gue?"

Angkasa pun hanya bisa terdiam mendengar permintaan itu.


***


Gawat.

Gisha tidak bisa tidur. Padahal besok dia ada tes di kampus, tetapi dia benar-benar tidak bisa tidur. Gisha sudah melakukan segala cara, mulai dari minum cokelat hangat, membaca buku, mendengarkan suara hujan, yoga, semuanya sudah dilakukan. Akan tetapi, matanya tak kunjung menutup. Gisha merasa, jika dia menutup matanya, seseorang mungkin berdiri di balik jendela kamarnya dan menatapnya dalam gelap.

Gisha ketakutan setengah mati.

Suara notifikasi di ponsel membuat Gisha sedikit kaget sebelum melihat pengirimnya.


Asayang

Tidur, Gi?

Aku baru selesai kerjain projek, nih


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Membaca AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang