Part 9

264 38 2
                                    

assalamu'alaikum

Gimana kabarnya? Baik, 'kan. Kembali lagi sama lapak author yang masih sepi ini hehe ... Sebelumnya author mau ngasih sedikit info, dan mau revisi bentar dan beberapa part ada yang mau di hapus. Soalnya baru nyadar juga alurnya jelek.

Judul sama sampul juga mau di ganti intinya semua di revisi, so. Jadi buat kalian yang masih setia atau seenggaknya cuman baca dan gak vote gpp. Moga suka deh soalnya aku buat juga terlalu buru-buru dan gak mikir mateng-mateng buat alur selanjutnya atau kelanjutannya.

Udah segitu aja, tetep jaga kesehatan💪

 ______The Young Marriage_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


______The Young Marriage_______

Setelah kejadian tempo hari kini Langit tidur di kamar Rere, bukan di kasur. Melainkan tidur di lantai Dengan beralasan kasur lantai, selimut, dan bantal. Langit enggan untuk pindah lagi ke kamarnya lantaran kecoa yang waktu itu belum di temukan, malahan Langit menyuruh seseorang untuk membersihkan kamarnya dan menyuruh orang itu untuk menemukan kecoa yang sudah berkeliaran mengganggu ketenangannya.

Langit sesekali menyeruput teh hangat yang berada di meja, matanya masih menatap layar laptop yang kini di simpan di atas meja yang tersimpan di depannya. Entah apa yang pria itu lakukan sehingga keadaan rumah benar-benar sangat sepi. Sementara Rere berada di kamarnya dengan dunianya sendiri.

Tok!

Tok!

Tok!

"Re! Itu ada yang ketuk pintu, bukain sana!" Langit berteriak sangat kencang, padahal pria itu berada di lantai 1 dan Rere di lantai 2. Tapi pria itu malah menyuruh Rere yang sudah jelas-jelas sangat jauh dengan pintu.

"Ogah males!" balas Rere tak kalah berteriak memenuhi Indra pendengaran, Langit menarik nafas dalam-dalam sebelum mulutnya berucap lagi.

"Bukain, gak?!" teriak Langit sekali lagi, bahkan ketukan pintu sudah terdengar lagi.

"Gak!"

"Rere, bukain sana!"

"Iya-iya."

Gadis itu mengalah dari pada harus berdebat lagi dengan Langit yang mungkin tak akan selesai-selesai, perlahan gadis itu turun dari kasur dan berjalan gontai keluar kamar.

Rere mendelik kearah Langit yang masih setia dengan laptopnya, sudah jelas pria itu sangat dekat dengan pintu mengapa harus menyuruhnya membuka kan pintu. Emang yah, dasar Langit.

"Eittss, mau kemana?" tanya Langit saat Rere berjalan melewatinya. Rere memutar bola matanya malas, bukankah pria itu tadi menyuruhnya untuk membukakan pintu? Lalu sekarang? Pria itu malah bertanya.

"Langit, kan lo nyuruh bukain pintu!" decak Rere kesal dan memasang wajah datar.

"Pake, pakean itu?" Rere mengangguk, "Ganti gak?!" marah Langit melotot kearah Rere.

"Cuman bukain pintu, udah itu masuk lagi!" sahut Rere ngegas.

"Ganti! Lo mau liatin lekuk tubuh Lo ke orang lain?"

Rere mendengus. Gadis itu memang hanya memakai baju pendek tanpa lengan memperlihatkan tangan mulusnya, celana pendek atas lutut, serta rambut yang di gulung keatas menampakan leher jenjang dan mulus serta putihnya.

Langit melemparkan kemeja berwarna navy kearah wajah Rere, gadis itu menatap tajam kearah Langit. Namun pria itu masih acuh dan menatap pokus kearah laptopnya. Emang ada apa sih sama laptop? Ampe segitunya. Apa jangan-jangan Langit nonton yang iya-iya. Rere menggeleng cepat dan memilih pergi menuju pintu.

Ceklek

"Dengan mbak Rere?" Seorang kurir yang masih memakai helm berdiri tepat di depan pintu.

"Iya, dengan saya sendiri." jawab Rere cepat.

"Ini ada kiriman paket bunga, silahkan di tanda tangani." Kurir itu menyodorkan buket bunga mawar pada Rere dan secarik kertas serta bullpoin nya.

"Kalau boleh tau, dari siapa yah mas?" tanya Rere seusai menandatangai kertas berwarna merah muda itu.

"Saya gak tau, mbak. Saya permisi dulu," pamit kurir itu, Rere mengangguk.

Setelah kepergian kurir itu Rere masuk kembali ke dalam rumah, matanya masih menatap bunga itu, sesekali gadis itu menghirup aroma wangi yang berasal dari bunga tersebut. Saat sudah sampai di ruang tengah Rere melepas kembali kemeja yang tadi di berikan oleh Langit.

"Thanks, kemejanya. Lain kali cuci tu kemeja, bau!" tukas Rere di iringi cengiran, dan kembali kearah kamar.

Langit menatap tajam punggung Rere saat langkah gadis itu semakin jauh dari pandangan nya, tangannya terulur untuk mengambil kemeja yang di lemparkan Rere kearah kepalanya. Namun hatinya merasa penasaran dengan yang di bawa Rere, karna rasa keingintahuan yang sudah berada di ubun-ubun, Langit berinisiatif untuk datang ke kamar Rere dan melihat kiriman barang itu.

Langit berjalan dengan pelan agar tidak mengeluarkan suara, saat sudah sampai di depan kamar Rere. Langit sedikit mengintip kearah kamar yang pintunya yang memang terbuka sedikit, namun heran. Di dalam sana kosong, bahkan tidak ada kiriman apapun. Perasaan tadi Rere masuk ke kamar deh.

"Ngapain?"

Duk!

Kepala Langit terbentur ke lantai kala suara seseorang mengagetkannya, sedangkan si pelaku tertawa penuh kemenangan. Bahkan kiriman itu masih berada di lengannya.

"Ngintip yah ... Pengen tau, kirimannya?" tawa Rere seraya berjalan masuk, saat Langit sudah berdiri tegak seperti semula.

"Penting banget yah, Ampe gue harus liat kirimannya?" cetus Langit pura-pura namun matanya masih menganalisis barang yang sudah ia liat barusan, "Cuman bunga kek gitu aja bangga, kalau di beliin sama tokonya baru lu bangga!"

Rere menautkan alisnya saat Langit berbicara ngegas, pria itu kembali ke bawah. Sesekali pria Tiu mengasuh kesakitan dan mengusap-usap dahinya yang terbentur.


_______The Young marriage_______

The Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang