01. Fever

185 53 56
                                    

Segerombolan siswa tengah berlarian mengejar pemuda tengil yang tampaknya sudah membuat kesalahan dengan mereka.

Pandya Ricky Naradipta, siswa kelas 11 dari SMA Anantara. Ia berlari dengan kencang guna menghindari amukan dari siswa-siswa itu.

Jika ia tertangkap bisa-bisa tulangnya akan remuk karena dipukuli banyaknya siswa dari SMA Banura.

Ricky tidak menyangka jika akan terjadi hal yang berada di luar rencananya seperti ini. Ia pikir mereka semua tidak akan bermain keroyokan seperti ini.

Bahkan Sean dan Juan ―sahabat Ricky― juga tengah menghindari mereka semua. Bedanya, mereka berdua sudah berhasil kabur dan entah berada dimana.

Kini Ricky tengah memikirkan bagaimana caranya bersembunyi dan mengelabuhi mereka.

Tapi untuk berpikir saja ia tak mampu. Kakinya pun sudah lelah berlari. Seragam sekolahnya juga basah oleh keringat.

Ricky menoleh ke belakang untuk memastikan apakah siswa-siswa itu masih mengejarnya atau sudah menyerah.

Ternyata mereka masih mengejarnya tapi jarak diantara mereka jauh dari Ricky. Seketika itu, ia kembali berlari dengan kecepatan yang makin bertambah agar bisa lolos dari kejaran mereka.

"Heh bocah! Berenti lo anjing!" Teriak salah satu dari siswa-siswa itu dengan napas yang terengah-engah.

Ricky tak menghiraukan. Ia terus berlari dan berlari. Keringat bercucuran keluar dari pelipisnya.

Mata Ricky berbinar ketika melihat Juan yang berada di atas motornya. Ia melambaikan tangan dan berteriak ke arah Ricky.

"AYO CEPETAN NJING!"

Ricky langsung melompat naik ke motor Juan. Sementara Juan langsung melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak ketika berhasil kabur. Sebenarnya Juan menertawakan sahabatnya ini karena harus lelah berlari demi menghindari pukulan-pukulan dari mereka.

"Lo sama Sean kok goblok banget sih ninggalin gue!" Protes Ricky.

Juan hanya berdecak sebal. Ia dan Sean juga tidak ingin dipukuli mereka kan. Jadi mereka berdua melarikan diri. Tak sengaja lupa saja jika masih ada Ricky.

"Ya lo nya yang tolol, kemaren-kemaren ngapain nolak bantuan dari kak Satya ama geng nya. Jadi gini kan." Kata Juan.

Kalo dipikir-pikir, perkataan Juan ada benarnya. Seharusnya Ricky tidak menolak bantuan dari kakak kelasnya itu.

Akhirnya, Ricky hanya diam setelah menghela napas panjang. Malas juga berdebat dengan Juan. Anak itu selalu menang dalam debat.

"Sean mana, Juan?"

"Sean dah pulang. Ditelfon mama nya tadi."

Ricky hanya manggut-manggut saja saat mendengar jawaban dari Juan.


―ηιѕкαℓα―


Motor Juan berhenti di depan sebuah rumah dengan desain minimalis dan klasik. Terdapat pohon beringin besar yang berada di samping rumah itu.

"Hari ini gue nggak ikut mampir ke rumah Lyra ya. Gue masih punya urusan sama bang Hesa." Ucap Juan.

"Iya nggak papa kok. Lagian santai aja kali."

Juan melajukan motornya. Meninggalkan Ricky di pekarangan rumah milik Lyra, gadis yang selalu membuat Ricky nyaman.

Dengan senyuman lebar Ricky melangkah mendekati rumah itu. Hatinya sangat senang karena akhirnya bisa bertemu Lyra setelah seharian menjalani kegiatan yang melelahkan.

Ɲเ᥉kᥲᥣᥲ • Ɲเ᥉hเꪑᥙɾᥲ ᎡเkเTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang