10 : Bulan

169 60 31
                                    

Pertemuan pertama itu terjadi di koridor Rumah Sakit. Dengan Levi sebagai pasien gejala usus buntu dan Petra sebagai Dokter Spesialisnya. Mereka berdua kemudian memutuskan untuk ikut serta dalam kencan buta yang diadakan salah satu teman bisnis Levi.

Merasa cocok, Levi mengajak ia menjalin hubungan atas saran dari Kenny. Dan Petra yang semula hanya mengira hubungan mereka sekedar hubungan tidak serius, berakhir jatuh pada pribadi Levi yang tidak terduga.

Diam dan misterius, namun hangat seperti mentari pagi.

Ia pikir, hubungan asmara itu akan berjalan dengan mulus. Keduanya nyaris jarang terlibat pertengkaran yang serius, Levi lebih banyak mengalah dan bersikap dewasa di saat yang dibutuhkan. Namun, malam itu Petra melihat sesuatu yang berbeda.

Binar mata di balik kelopak sayu milik Levi ketika menatap sosok gadis dari masa lalunya, membuat Petra menjadi gelisah. Dan ia tidak menyangka akan mengatakan hal itu kepada Levi.

"Kamu masih menyukai sahabat masa kecilmu itu, 'kan, Levi?"

Pertanyaan yang membuat pupil mata Levi melebar. Pria itu bergeming, tidak berani menatap mata Petra dan menjilat bibir dengan gelisah.

"Petra, a-apa yang kamu katakan?"

"Aku dengar, ketika pasangan hendak menikah mereka akan bertengkar hebat. Tapi, aku bukan seseorang yang suka dengan hal seperti itu." ujar Petra, ia menyeruput kopi dinginnya.

Pandangannya kemudian beralih ke arah keluarga kecil di seberang sana. Tampak bahagia dengan tawa yang menghiasi. Bohong jika Petra tidak merasa senang mendapati fakta Hange sudah berkeluarga.

"Jujur saja, aku merasa gelisah sejak ia muncul di hadapan kita kemarin. Ku pikir, dia juga memiliki perasan yang sama padamu, Levi."

"Petra ... "

"Tapi, entah mengapa aku merasa senang melihat dia ternyata sudah menjadi seorang Ibu. Artinya, kamu tidak memiliki kesempatan untuk mengulang kenangan masa lalu dan mencampakkan ku dengan alasan, tidak bisa move on."

Petra kembali menyeruput kopinya. Membiarkan lidah menyesap rasa manis dari susu dan pahit dari kopi.

"Aku bukan gadis yang pasrah pada satu fakta ketika mendapati kekasihku menatap wanita lain dengan perasaan spesial. Walaupun hari ini temanmu itu ternyata masih lajang dan juga membalas perasaanmu, aku tidak akan menyerah pada hubungan ini." ujar Petra, pandangannya beralih pada air terjun dengan seutas simpul yang tipis.

Siapapun yang melihatnya pasti tahu, itu adalah palsu. Walau berujar demikian, tetap saja kehawatiran itu masih jelas mengganggu pikirannya dan Levi baru menyadarinya. Petra seperti gadis pada umumnya, mudah cemburu.

Ketika baru mengenal Petra, Levi berpikir dia gadis yang berbeda dan unik. Ia tidak pernah menunjukkan kecemburuannya dengan jelas, selalu berpikiran luas dan tidak mudah tersulut emosi. Namun, hari ini, ia tidak menyangka dirinya menemukan celah di mana Petra juga seperti gadis pada umumnya.

"Petra, aku --- "

"Orang lain yang mendengar ucapanku barusan mungkin berpikir, apa aku bodoh bertahan pada seorang pria yang belum pernah menyatakan perasaannya padamu selama dua tahun lamanya?"

Levi tertegun, ia tidak menghindar ketika Petra kembali menatapnya. Tatapan dalam yang mampu membuatnya tenggelam dalam binar hazelnut itu.

Petra tersenyum ketika bias mentari menyinari tempat mereka, rambut sepundak yang tersapu oleh angin Musim Gugur, tampak berkilau.

"Tapi, aku tidak masalah dengan hal itu. Karena, aku mencintaimu."

Ucapan yang gamblang terucap dari bibirnya, senyum merekah yang selanjutnya terbit. Entah mengapa, tanpa alasan yang jelas, dada Levi terasa sakit. Apakah ia salah dengan tidak menyatakan isi hatinya kepada Petra?

Haiiro to Ao [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang