04 : Bekas Luka

234 80 16
                                    

Levi bergeming. Ia tidak tahu harus berkspresi apa melihat penampakan Hange di hadapannya kini.

Rambut coklat sepundak itu tampak tidak di sisir beberapa hari, kening dan pipi gadis itu banyak di tempeli plester obat, ada tiga bekas luka di lutut juga betisnya dan jangan lupa pakaian yang ia pakai. Levi berani bersumpah ia sudah melihat Hange memakainya selama empat hari.

"Kamu bau. Aku tidak mau mengizinkanmu masuk ke rumahku." ujar Levi

Hange baru saja hendak bersuara namun, ia kembali bungkam saat Kuchel muncul di belakang Levi dan memukul dengan cinta kepala putra sematawayangnya.

"Apa seperti itu caramu bicara pada seorang gadis?!"

"Aduh! Ibu tidak perlu memukulku, 'kan?!"

Levi menatap kesal ke arah Ibunya, kemudian kembali menatap Hange sebelum menjulurkan lidahnya dan berlalu ke dalam rumah. Kuchel sendiri menghela napas lelah dan menuntun Hange untuk masuk.

"Masuklah, Nak. Ibumu berpesan agar kamu tinggal di sini selama ia bekerja di kota besar. Apa kamu sudah makan?" tanya Kuchel, wanita itu merapikan rambut Hange setelah keduanya duduk di ruang tengah.

Ia mulai percaya dengan ucapan putranya saat mencium aroma rambut Hange. Sepertinya gadis ini lupa di mandikan oleh Ibunya sendiri.

"Hange, sebelum makan bisakah Bibi meminta sesuatu darimu?"

"Apa itu?"

Kuchel tersenyum, "Ajak Levi mandi bersama mu. Dia juga belum mandi pagi ini."

Lantas, Hange tersenyum lebar. Ia bangkit dan berlari ke lantai atas dengan semangat menuju kamar Levi. Saat tiba, ia menemukan Levi yang sedang bersiap untuk mandi.

"Kebetulan sekali! Aku juga mau mandi! Bibi Kuchel bilang kita harus mandi bersama!" ucap Hanji penuh semangat, ia tidak peduli dengan wajah terkejut Levi.

Gadis itu malah merebut handuk di tangan Levi dan berlari terlebih dahulu menuju kamar mandi di belakang rumah. Meninggalkan Levi yang menggerutu kesal.

Bocah itu turun ke lantai bawah, ia menatap Ibunya kesal, namun, berlalu ke belakang rumah tanpa protes sama sekali.

Ini bukan kali pertama mereka mandi bersama, sebelum SD pun keduanya memang sudah sering mandi bersama. Dan sebenarnya Levi juga tidak keberatan jika saja Hange lebih tenang juga waspada. Bagaimana pun, ia sudah merasa malu jika harus mandi bersama seorang gadis.

"Bisakah kamu memakai kaos dalam mu? Setidaknya tutupi tubuh bagian atas mu juga." ucap Levi, ia memalingkan wajah ke arah kanan sambil menyirami kepalanya.

Hange berbalik, menatap Levi dengan kedua mata yang berbinar heran. Kemudian, ia menatap tubuh atasnya yang telanjang. Ia merasa ini normal, memangnya apa yang salah dari dadanya?

Tidak ada respon, Levi melirik Hange. Gadis itu kini menatapnya intens. Tidak, bukan Levi. Hanji tengah menatap dadanya.

Dengan kedua pipi yang bersemu, Levi menutupi dadanya sendiri. Sebenarnya, siapa yang anak gadis di sini?

"A-apa yang kamu lihat!?"

"Levi, aku merasa heran."

Pandangan Hange berganti menatap wajah bersemu Levi, bocah lelaki itu memalingkan wajah darinya sekali lagi.

"A-apa yang membuatmu heran?"

"Memangnya kenapa aku harus menutupi dadaku? Bukankah tidak ada perbedaan antara punyamu dan punyaku?"

Tangan Hange terangkat, Levi tahu kemana tangan itu akan bermuara. Sebelum telapak tangan Hange menyentuh dadanya, Levi sudah meraih gayung terlebih dahulu dan langsung memukulkannya ke kepala Hange hingga gadis itu terjungkal ke belakang.

Lantas, tangis Hange pecah. Levi gelagapan sendiri saat mendengar teriakan Ibunya dari luar kamar mandi. Dengan cepat ia bangkit, namun kakinya tidak sengaja menginjak sabun dan terpeleset.

Dan mandi siang itu, berakhir dengan kedua tangan Levi yang tidak sengaja menyentuh dada Hange. Di sertai teriakan Kuchel dan cubitan manja untuk keduanya.

---

"Aku tidak mau mandi bersama Levi lagi! Bibi, lihat! Dia membuat keningku terluka!"

Malamnya, rumah minimalis itu di penuhi suara rengekan Hange. Gadis kecil itu terus mengeluh tentang dadanya yang nyeri. Sedangkan si bocah lelaki tidak keluar dari kamarnya setelah makan malam.

Kuchel hanya meringis saja, dalam hati ia terus meminta maaf pada Levi karena ia sudah salah paham. Ia pikir anaknya itu akan melakukan hal tidak senonoh pada seorang gadis, ternyata itu kejadian tidak di sengaja yang sebenarnya bentuk pertahanan diri.

"Lain kali, jangan mencoba menyentuh dada orang lain, Hange. Levi tidak sengaja melakukannya, maafkan dia, ya?" ujar Kuchel setelah selesai menguncir rambut Hange.

"Memangnya kenapa? Dadaku juga dada Levi 'kan sama. Lagipula kita teman!"

Menjelaskan sesuatu kepada anak kecil itu menyebalkan, apalagi anak kecilnya adalah Hange. Kuchel bersyukur putranya tidak memiliki sikap seperti ini. Walau tak di pungkiri, Levi juga memiliki perangai yang sedikit tidak bagus.

"Sayang, perempuan dan laki-laki itu berbeda. Untuk saat ini mungkin itu terlihat sama, tapi seiring berjalannya waktu kamu akan paham."

"Tapi ... "

"Ssstt ... malam ini kamu tidur dengan ku, ya? Sepertinya Levi sedang tidak ingin di ganggu."

"Heum!"

---

Masa-masa itu, mungkin sesuatu yang tak pantas untuk dilupakan. Terkadang, sepulang sekolah kamu akan berlagak seperti berdiri di atas tali dengan bekas luka di lutut.

Wajahmu penuh dengan noda cokelat, suaramu seolah menggema ke seluruh penjuru kota.

Entah mengapa masa sekarang terasa sepi.

Haiiro to Ao [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang