12 : Cinta

168 54 4
                                    

Dulu, Levi memiliki mimpi tentang hidup bahagia di masa depan. Bekerja, memiliki banyak pundi harta, kemudian berkeluarga dan hidup bahagia dengan tiga orang anak.

Dan mimpinya itu tercapai satu persatu. Mimpi tentang keluarga bahagia kini berada di depan mata, namun dengan seseorang yang berbeda.

Seseorang yang kini berdiri dengan senyuman di hadapannya. Tampak lebih indah dengan riasan yang sangat jarang ia aplikasikan di wajahnya yang manis.

Levi tersenyum, ia berjalan mendekat setelah beberapa teman Petra pamit undur diri dari ruangan pengantin wanita.

"Hai, cantik?" sapa Levi terkekeh geli.

Petra menggerling, "Menjelang pernikahan kamu semakin sering mengatakan hal yang menggelikan, Levi." ujarnya.

Levi hanya menanggapi dengan senyuman kemudian duduk di samping kanan Petra. Ia meraih tangan berbalut kaus tangan putih berenda itu, kemudian menggenggamnya erat.

"Kamu harus mempersiapkan diri menghadapiku mulai satu detik setelah janji di ikrarkan." ucap Levi, ia sedikit terhibur dengan wajah cemberut yang di layangkan Petra untuknya.

Kemudian, keduanya saling terdiam dan memandang dengan perasaan membuncah. Levi tidak bisa menahan debar di dadanya dengan membayangkan sebentar lagi, hanya dengan menghitung menit ia akan mempersunting gadis pilihannya. Seorang gadis berbeda dari yang pernah ia impikan selama bertahun-tahun.

"Aku ingin mencium mu sekarang." celutuk Levi

Hal itu spontan membuat Petra mencubit kecil lengannya. Ia menatap kesal Levi dengan semburat merah di pipi. Levi terkekeh geli dan menggeleng kemudian kembali menggenggam kedua tangan Petra.

Mengundang senyum secerah mentari terbit di wajah gadisnya. Keduanya kembali saling memandang dan tanpa bisa ia tahan, Levi memberi kecupan singkat pada bibir Petra bertepatan dengan terbukanya pintu.

"Oh, Astaga! Apa aku datang di waktu yang kurang tepat!?"

"Hahh, lebih tepatnya sangat salah. Kenapa harus membuka pintu di saat aku hendak mengambil pure ku, Mata Empat?"

Sosok yang membuka pintu yang ternyata adalah Hange terkekeh. Ia masuk setelah menutup kembali pintu dan berjalan mendekat, kemudian menatap Petra dengan senyuman lebar.

"Hmmm, gadis pilihanmu masih tampak muda dan cantik. Bagaimana bisa pesona pria menyebalkan ini menjeratmu?" tanya Hange pada Petra

Petra terdiam, ia memandang Levi yang membuang wajah karena tidak mood dengan kehadiran Hange.

"E-eh??"

Hange terkekeh, ia beralih menatap Levi dan memberi isyarat agar menyingkir dari samping Petra. Terlihat pria itu menghela napas berat sebelum bangkit. Kemudian memandang Petra sejenak dan keluar dari ruangan tanpa mengatakan apa pun. Meninggalkan Hange juga Petra yang merasa canggung.

"Hai, mungkin kamu sudah mengenalku?" tanya Hange membuka obrolan, ia duduk di sisi kosong Petra.

Gadis bergaun putih itu tersenyum kikuk, ia mengangguk pelan sebagai jawaban. Dan hal itu, lagi-lagi membuat Hange tersenyum. Dalam benaknya ia berpikir, selera Levi berbanding jauh dengan sosok cinta pertamanya.

"Astaga, kamu begitu kalem dan manis. Bagaimana bisa jatuh hati pada Levi?" ujar Hange.

"Eh? Aku?"

Hange mengangguk, ia meraih tangan Petra untuk di genggam. "Tentu, bukan karena dia menyebalkan, bukan?"

Petra menggeleng pelan, ia terkekeh saat sadar Hange hanya sedang menggodanya. Keduanya kemudian saling melempar senyum.

Gadis itu pikir, Hange akan datang dan mengatakan bahwa ia adalah orang yang spesial untuk Levi dan Petra tidak akan bisa mengambil posisi itu. Tapi, wanita itu malah meminta ia menceritakan seperti apa Levi mencintainya.

"Bagaimana? Apa dia baik pada mu?" tanya Hange.

"Hm, dia sangat baik pada ku. Walaupun kadang-kadang menjadi sangat menyebalkan," jawab Petra, ia tersenyum geli ketika sosok Levi muncul dalam benaknya.

"Ohh? Lalu?"

"Ah, lalu?"

Yang lebih tua tersenyum penuh makna, Hange menatap Petra jahil. Sedangkan yang di tatap entah mengapa bersemu tanpa alasan.

"Apa yang membuatmu jatuh cinta padanya? Levi memintaku untuk bertanya pada mu ketika ia datang mengantar undangan untukku. Saat ku tanya bagaimana kalian jatuh cinta, dia bilang aku tanyakan saja padamu." jelas Hange.

Petra terdiam selama beberapa saat, ia menatap tangannya yang berada di dalam genggaman Hange. Kemudian, menatap Hange dan tersenyum.

"Karena dia lebih dewasa dariku, Levi bersikap seperti seorang kakak. Walau menyebalkan dan terlihat cuek juga dingin, dia memiliki hati yang sehangat mentari." jawab Petra tanpa melunturkan senyuman.

"Tapi, kamu tidak bisa langsung percaya bahwa ia akan membahagiakanmu setelah menikah, bukan?"

"Ah, tidak! Aku yakin Levi bukan orang seperti itu." ujar Petra sembari tersenyum yakin.

Hange bergeming, ia menatap Petra dengan senyuman penuh arti. Kemudian, membelai poni yang di tata rapi. Menelisik seberapa indah calon pengantin Levi.

"Ya, kamu mengenal Levi yang sekarang lebih baik dari siapa pun." ujar Hange.

"Tidak lebih dari mu. Levi selalu bercerita tentang seorang gadis yang memintanya untuk tersenyum seperti mentari, dan ku rasa itu kamu?"

Momen singkat di bawah guyuran salju pagi itu, seolah menyeruak ke permukaan. Memaksa untuk kembali di kenang oleh Hange. Satu momen di mana ia mengatakan sesuatu dari sudut hati terdalamnya.

Hange tersenyum, ia mengeratkan genggamannya di tangan Petra sembari berkata, "Ya, aku memintanya. Tapi, dia tersenyum untukmu, bukan untukku. Pasti kamu sangat khawatir setelah mengetahui apa yang ada diantara kami di masa lalu."

"Hm, aku sempat khawatir. Tapi, aku bukan orang yang mudah menyerah!" ujar Petra cepat. Ia membalas senyuman Hange dengan tulus.

Keduanya kemudian larut dalam obrolan mengenai masa lalu. Dimana Petra meminta Hange untuk menceritakan bagaimana mereka bisa berteman dan segala hal tentang masa kecil Levi.

Dan setelah sepuluh menit berlalu, upacara pernikahan akan dilaksanakan lima menit lagi. Hange bangkit setelah memeluk Petra singkat sembari mengucapkan selamat.

Ketika hendak membuka pintu, suara Petra menginterupsinya agar berbalik.

"Nona Hange."

"Ya?"

Petra tersenyum, menunduk malu kemudian menatap Hange dengan semu di kedua pipinya.

"Terima kasih. Terima kasih karena meminta Levi untuk tersenyum. Juga untuk segala kenangan indah yang kamu berikan untuknya. Aku tidak akan melihat sosok Levi yang sekarang jika bukan karena dirimu." ucap Petra.

Hange mengulas senyum, "Terima kasih kembali karena telah mencintai dia, Petra."

-----

Hi:)

Masih ingat dengan cerita ini gak? Hehe~

Maaf baru update setelah lama menghilang:( bener-bener 2 bulan belakangan ini jadwal aku penuh sama acara keluarga:)

So, semoga enjoy dengan chapter ini hehe~

Haiiro to Ao [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang