Terimakasih Kak Kalen

81 13 1
                                    

Kalen berlari kecil memasuki lorong rumah sakit. Baru pukul lima sore dan belum waktunya untuk Kalen pulang dari kantor, namun laki-laki itu sekarang sudah sampai di depan pintu ruang dimana Hafidz dirawat setelah sebelumnya Kalen menemui dokter yang menangani Hafidz dan mengurus administrasi.

Dengan nafas yang terengah-engah Kalen berjalan mendekati pintu. Senyuman lebar milik Hafidz yang terbaring di ranjang langsung saja menyapa ketika Kalen membuka pintu.

"Kamu gimana ceritanya bisa gini fidz?" Tanya Kalen setelah masuk, laki-laki dengan kemeja abu-abu itu menarik kursi untuk duduk di sebelah ranjang Hafidz.

Hafidz mengerjap-ngerjap "Hafidz cuma inget motornya kayak ada yang sengaja nendang gitu dari samping, kenceng banget. Terus ya gitu, oleng.. jatoh deh"

"Yaampun, besok-besok bawa motornya Maga aja fidz. Bukan apa-apa, tapi motornya Raka tuh berat. Tapi disini kakak gak nyalahin kamu kok, karena kan namanya juga kecelakaan.."

Hafidz mengangguk-angguk saja tanpa ingin menyahuti. Walaupun Hafidz yakin betul kalau penyebabnya jatuh jelas bukan karena motor Raka yang terlalu berat.

Kalen mengelus lembut surai cokelat Hafidz. Tak selang beberapa menit Raka, Satya, Maga dan Bunda terlihat memasuki ruangan.

Bunda sudah berkaca-kaca, menatap nanar kaki kiri Hafidz yang sudah di perban.

"Mas Hafiiidz, tadi kan Bunda udah bilang bawa motornya Mas Maga ajaa. Mana yang sakit?"

"Kaki aja sih Bunda, tapi tangan sama muka Mas ada yang lecet dikit" Hafidz menunjuk beberapa bagian dari tangannya yang sempat terkena aspal tadi.

"Terus kaki nya kenapa ini Kak?" Tanya Bunda menatap Kalen.

"Kata dokter cedera ringan Bun" Jawab Kalen pelan yang kemudian terdengar helaan nafas panjang Bunda.

Sementara itu Raka berdiri di samping kiri ranjang, memandangi Hafidz sembari melipat kedua tangannya.

Untuk beberapa detik Hafidz dan Raka saling pandang, namun Raka segera melihat ke arah lain menghindari tatapan bersalah dari Hafidz.

"Rak"

"Paan?"

"Motor lu-"

Raka berdecak "Kaki lu dulu perhatiin, motor doang mah gampang benerinnya"

Hafidz merengut "Tapi lecet Rak"

"Itu muka lu lebih banyak lecetnya" Seru Raka sambil menautkan halis.

"Kak, ini kaki nya Hafidz.. Gak parah kan?" Tanya Maga melirik pada Kalen.

Kalen mengeleng "Gak terlalu parah kok, cuman mungkin Hafidz bakalan sudah jalan buat beberapa Minggu ke depan".

"Katanya gara-gara kebentur aspal, terus di tambah ketiban sama motornya Raka" Jawab Kalen memandangi kaki Hafidz prihatin.

Raka menghembuskan nafas "Alhamdulillah nya cuma kaki yang kena Fidz, gue gak bisa bayangin hal yang lebih parah dari ini. Apalagi lo jatoh di jalan raya yang notabenya banyak mobil gede." Tutur Raka sambil bergidik ngeri karena kalimat yang ia ucapkan sendiri.

"Padahal dua hari lagi Hafidz tampil, tapi malah kayak gini" Hafidz menatap nanar kakinya yang di perban, sudut bibirnya turun seiringan dengan tatapannya yang menyayu.

"Hafidz, ini namanya musibah Nak. Gak boleh gitu ya. Yang penting Hafidz selamat" Bunda menasehati sambil mengelus pelan lengan Hafidz.

Hafidz merengut, membuang muka menatap ke arah pintu.

"Lagian kok bisa jatoh? Ada yang bikin kamu kagok atau gimana?" Tanya Satya membuat Hafidz kembali menoleh.

"Ada yang nendang motor Hafidz"

Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang