"kamu udah putus kan, sama Lala?" Tanya sang ibu membuntuti jalan Jeno yang cepat.
Jeno berjalan cepat dengan wajah datar jelas tidak dengan suasana yang baik. Laki-laki itu menghindari sang ibu dari segala pertanyaan nya, bahkan sosok Haechan yang hari ini memang tidak sekolah dan malah asik bermalas-malasan di rumahnya diabaikan.
"Kok awal banget Lo udah pulang, Jen?" Tanya Haechan sesaat Jeno melewatinya, lalu perhatiannya teralihkan pada ibu Jeno dengan pertanyaan yang dilempar kembali pada si anak.
"Bener kan, mama? Kamu putus, kan, Jen?"
Haechan mengernyit heran mendengar pertanyaan barusan, lantas bangkit dari duduknya. Ia meletakkan snack kentang yang asik ia makan sedaritadi justru kini berjalan menyusul Jeno.
"Jeno! Mama nanya kamu ini!" Pekik sang ibu ketika Jeno dengan cepat menyusuri anak tangga menuju lantai atas, lebih tepat menuju kamarnya.
Haechan berdehem pelan, "biar echan aja yang nanyain Jeno, Tan." Katanya menenangkan ibu Jeno, segera menyusul Jeno setelahnya.
Di kamarnya, Jeno membanting tubuhnya tepat di atas kasur, membiarkan tubuhnya masih mengenakan seragam lengkap, laki-laki itu menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.
Suara sang ibu tidak lagi terdengar, namun ia yakin seseorang mungkin akan menyusul nya ke kamar. Terbukti, baru beberapa detik ia membaringkan tubuh, sosok Haechan muncul dari balik pintu.
"Lo yang paling dukung kalau hubungan gue sama Lala selesai, kan?" Suara berat itu terdengar jelas di indera pendengaran Haechan. Jeno terkekeh sinis, "puas gak sekarang? Lo sama kayak mama."
Haechan yang menghela napas, menarik kursi belajar Jeno dan duduk di sana. Ia menatap Jeno terang-terangan, merasa tak enak hati dengan saudaranya yang satu itu.
"Muka lo enggak diobatin dulu?" Tanya Haechan, dibalas dengan dengusan singkat dari Jeno.
"Kenapa lo nyalahin gue, deh?" Haechan mengernyit, sejujurnya tidak terima jika ia disalahkan sepenuhnya sementara yang ia lakukan hanya menjadi kontra tanpa tindakan apapun. "Lo cuma nyari orang buat disalahin aja, kan?" Tanya Haechan kembali, di balik lipatan tangannya, Jeno melirik Haechan.
"Mending lo diem."
"Mending lo sadar." Haechan menyambar cepat.
Jeno jadi diam menutup rapat-rapat bibirnya.
"Kata gue, hubungan lo itu gak direstui karena lo enggak membantu Lala pegang janjinya ke nyokap lo." Haechan kemudian berlalu pergi, meninggalkan kerutan di dahi Jeno yang menatap bingung kepergian sepupunya itu.
Pikirnya, janji apa yang Lala buat? Dan pikirnya, bagaimana sang ibu tahu bahwa ia baru saja putus dengan kekasihnya, Lala?
________
"Jadi gimana?" Tanya Valerie sesekali menggoyangkan susu kotak nya, memandang penuh raut penasaran pada Lala yang baru saja bercerita tentang kandasnya hubungan gadis itu.
Bukan suatu kesengajaan Lala bercerita tentang kandas hubungannya dengan Jeno kepada Valerie, melainkan sebuah ketidak sengajaan ketika keduanya bertemu di dalam minimarket.
Bukan salah Valerie yang jauh-jauh pergi ke minimarket dekat rumah gadis itu sendiri, melainkan Lala lah yang entah bagaimana bisa, ada angin apa, jauh mendatangi minimarket di dekat persimpangan rumah Valerie.
Valerie iseng membeli susu kotak rasa strawberry sendirian bermodal jalan kaki, sedang Lala yang wajah sendu sedihnya tak dapat berbohong itu hanya membeli satu buah permen.
Merasa aneh, Valerie yang penuh rasa penasaran menahan Lala untuk duduk berhadapan di meja kosong yang memang disediakan di teras minimarket.
"Ya, gitu." Lala menjawab pelan sesaat menghela napas.
Dahi Valerie berkerut sempurna, tak puas dengan jawaban yang diberikan Lala barusan. "Gitu gimana deh, kak?" Tanya Valerie lagi.
Kalau dilihat-lihat, Valerie yang dulu itu adalah gadis kalem, berbeda dengan sekarang yang penuh ekspresi, entah kenapa selalu mengingatkan Lala pada sosok Chenle. Tingkah laku mereka bak sebelas dua belas; anak kembar.
Yang jadi pembeda adalah gender nya.
"Aku udah capek hadepin Jeno yang gak bisa berubah buat sekali aja, sedangkan mama nya nuntut aku untuk bisa ngubah Jeno lebih baik." Jelas Lala, Valerie diam mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Emang sih, gak ada yang bisa ngerubah diri sendiri kalau bukan diri sendiri." Monolog nya, tidak butuh tanggapan dari Lala yang menunduk diam memainkan permen tangkai di tangannya.
"Kalau dia minta balikan, jangan mau ya, kak." Bilang Valerie tegas, menarik perhatian Lala untuk mendongak memandang ke arahnya.
"Kenapa?"
"Kita harus liat, dia paham gak kenapa dia diputusin." Bilang Lala lagi, menarik tubuhnya duduk mendekat, "kalau mau buat dia jadi lebih baik, yang biasanya dia ngandelin kakak untuk ngobatin lah, belajar lah, atau apa lah, itu—jangan tergerak, deh. Tunjukkin kalau kakak bener bener capek, biar dia paham."
Lala merenung sejenak, mengangguk perlahan, "dia bakalan sadar, kan?"
"Menurut aku sih, iya, kak." Valerie mengangguk yakin.
"Kalau dia makin menjadi gimana?"
"Tetep jangan tergerak deh, intinya." Valerie berdecak, menggeleng tegas, "kak, kalau hubungan itu gak seharusnya bikin kita capek, tapi harusnya bikin kita ngerasa itu istirahat dari capeknya kita. Penghilang capek."
"Dapet darimana kamu kata-kata kayak gitu, Val?" Tanya Lala.
Valerie melebarkan senyum kebanggaannya, menerawang ke arah jalanan dengan senyum lebar, "pacarku tuh, omongannya bijak terus tau, kak. Tingkah nya aja yang ngeselin, tapi kalau ngomong dewasa banget."
Lala meringis kecil, berdecak pelan menggelengkan kepalanya, "bucin banget."
"Intinya kalau kak Jeno ajak balikan atau gimana-gimana sebelum dia berubah, jangan mau ya, kak."
Pesan dari Valerie itu mendapat anggukan patuh dari Lala.
•••
Kayaknya ini story berdebu deh di perpustakaan kalian :((((
Dari kemaren Dyu mau update ini cerita, banyak mikirnya, banyak aja halangan nya :(((
Udah baca cerita Dyu yang lain belum? Baca gih, ini Dyu maksa kalian😡😡
Biar semangat, komen donggg Dyu kangen baca komen kaliannnn😔😔😔
SAYANG KALIAN BANYAK-BANYAK 💚💚💚💚 MAAP KALAU DYU BANYAK KURANGNYAAA💚💚💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Dingin | Jeno
Fanfictionaku suka semua yang dibilang orang dingin, itu termasuk kamu. Dyudyu, 2020 Highest rank #3 jenonctdream - 200622