11

11.1K 1.9K 79
                                    


"Ini kamu beneran marah sama aku?" Tanya Jeno penasaran, hanya dibalas deheman singkat oleh Lala.

Biasanya yang cuek dan menjawab singkat adalah Jeno. Sekarang berbalik, dan Jeno tidak tahan dengan situasi sekarang ini. Ia tidak mau dicuekin Lala begitu saja.

"Coba video call, aku mau lihat muka kamu." Pinta Jeno, cepat-cepat Lala menolak.

"Kalau kamu video call aku matiin sekarang. Aku makin marah." Ancamnya, terdengar helaan napas dari seberang sana. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan Jeno?

Jeno saat ini dilanda kebingungan—bingung dengan salahnya apa, bingung kenapa malah berbalik Lala yang marah ketika harusnya dari sore tadi sepulang sekolah ia yang marah.

Mau tetap marah mana bisa Jeno begitu. Ia tidak tega, yang pertama dan yang mesti diutamakan adalah Lala. Kalau kekasihnya itu malah marah dengannya ketimbang ia yang marah, lebih baik ia cepat mengalah dan minta baikan.

Jarang-jarang Jeno begini, biasanya dia anti sama kalah mengalah. Kalau dia merasa dirinya benar, maka dirinyalah yang benar. Anggap Jeno egois, tapi ia dibesarkan dengan lingkungan demikian.

Beruntungnya ia bertemu Lala, ego nya turun dengan sendirinya. Tidak salah Jeno saat itu menyatakan perasaannya secara tiba-tiba, bahkan dengan sedikit paksaan dan intimidasi sampai akhirnya resmi pacaran.

"Kita baru aja baikan loh, La. Aku enggak mau kalau marahan lagi." Bilang Jeno memelas, menarik simpati Lala untuk menurunkan ego nya sedikit.

"Kamu salah Jeno." Bilang Lala pelan.

"Salah gimana?"

"Jelasin." katanya melanjutkan.

Lala menghela napas, merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar.

"Aku belum selesai ngomong kamu malah keburu marah. Pake narik gas tiba-tiba, bikin aku jantungan. Untung enggak jatoh tadi." Lala menghela napas lagi, sedang Jeno diam di seberang sana.

"Maaf." Bilang Jeno pelan, terdengar memelas. Jeno pandai mengontrol perasaan Lala.

Kalau kelemahan Jeno adalah Lala dengan sosoknya, kelemahan Lala adalah sifat Jeno yang kasar seiring melembut hanya untuknya.

Terdeteksi, saling membucin.

"Kamu kebiasaan, Jen. Sebenarnya ini simpel dan aku pun, enggak mau mempermasalahkan." Bilang Lala kesekian kalinya ia menghela napas.

"Tapi kalau kejadian lagi, kamu bakal ambil emosi dulu, Jen. Kamu enggak mau dengerin omongan aku dulu, kamu langsung ambil kesimpulan dan emosi sendiri." Katanya melanjutkan.

Jeno berdehem pelan, masih terdengar lesu. "Maaf." Katanya lagi.

"Jangan gitu lagi, ya?"

"Iya."

"Dengerin orang ngomong sampai habis, ya?"

"Iya."

"Jangan ambil kesimpulan sendiri, ya?"

"Iya."

"Komunikasi paling penting, ya?"

"Iya, sayang."

"Dih! Apaan, sih!" Ketus Lala berdecak pelan, diam-diam salah tingkah sendiri dan tentunya sudah Jeno ketahui. Buktinya, bukannya panik mendengar balasan Lala yang ketus laki-laki itu justru tertawa tanpa dosa di seberang sana.

"Jadi maafin, ya?" Tanya Jeno memastikan.

"Iya asal jangan diulang." Dan Jeno pun membalasnya dengan deheman singkat.

Hening sejenak, mereka tenggelam sebentar dengan pikiran mereka masing-masing sampai Jeno kembali bersuara.

"Udah boleh video call?" Tanyanya pelan.

Lala mengernyit, "kenapa daritadi minta video call, sih?"

"Rindu." Jawab Jeno cepat, singkat, padat, jelas.

Menahan senyum, Lala mengangguk percuma. "Dangdut banget."

"Jadi boleh, gak?"

Lala berdehem pelan, "Boleh aja."

"Enggak bakal lanjut kan, marahnya?" Tanya Jeno takut-takut, Lala tidak tahun untuk tidak tertawa pelan. Jeno lucu. Bagaimana bisa Lala tahan untuk marah lama-lama?

"Kan udah baikan. Asal enggak diulangi, gapapa."

Tidak ada sahutan dari Jeno, sambungan telepon sudah dimatikan sepihak oleh laki-laki itu. Lala tidak marah, ia tebak selanjutnya panggilan akan kembali masuk.

Bukan panggilan biasa, tapi video call.

Benar sesuai dugaan, panggilan video masuk dan tertera jelas nama Jeno dengan emoticon mahkota dibelakangnya pada layar ponsel Lala.

Lala menerima panggilan langsung dihadapkan oleh wajah Jeno. Mata laki-laki itu memandang Lala saksama.

"Udah mau tidur?" Tanya Jeno penasaran. Pasalnya, Lala sudah siap berbaring di atas kasur bahkan sudah siap dengan selimutnya. Gadisnya itu tinggal memejamkan mata dan tidur.

Tanpa ragu Lala mengangguk, "sebelum kamu nelpon udah mau tidur, tadi."

Jeno tidak heran lagi kalau Lala tidur lebih awal daripada remaja lainnya. Gadis itu tidak kenal yang namanya bergadang, kecuali ada hal mendadak. Seperti Jeno yang datang tiba-tiba, atau janji dengan Jeno mengerjakan tugas malam-malam.

Intinya, yang berkaitan dengan Jeno menjadi alasan gadis itu bergadang hingga larut malam. Terbukti tidak hanya Jeno yang bucin, Lala pun demikian.

"Yaudah kamu tidur aja." Bilang Jeno menyuruh Lala untuk tidur.

Lala mengernyit heran, "baru aja video call. Masa mau dimatiin?"

"Gapapa." Balas Jeno tersenyum tipis. "Aku cuma mau lihat muka kamu aja. Jadi kamu tidur, ya?"

Menahan senyum, Lala menganggukkan kepalanya. Bersiap untuk mematikan sambungan.

"Good night." Kata Jeno sebagai penutup, mengundang senyum manis Lala yang kini tidak ia tahan lagi.

"Too." Balasnya, sambungan pun dimatikan.

•••

Yuhuuu update 💚💚💚💚💚

Khilaf lama update 😭😭😭😭😭

MAAPPP HUHUHU 💚💚💚💚

SAYANG KALIAN BANYAK BANYAK 💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚




Dingin | JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang