12

10.9K 1.7K 78
                                    


"Hari ini Lala bantu Jinyoung kenal dengan sekolah, ya." Bilang Bu Boa hampir membuat Lala tersedak sendiri.

Matanya membulat sempurna, melirik ke arah Jinyoung yang berdiri di sebelahnya singkat.

"Kenapa bukan Sanha, Bu? Sanha kan, ketua kelas?" Gugup, Lala memberanikan diri untuk bertanya.

Ia takut salah bertanya, tapi kalau dipikir-pikir ia tidak salah juga. Lala posisinya hanya murid biasa di kelas, bukan sekretaris bahkan ketua kelas yang wajar kalau disuruh seperti ini. Membantu murid baru di kelas, memperkenalkan sekolah.

Kenapa harus Lala? Niatnya pergi keluar kelas adalah mengantar bekal yang ada di tangannya untuk Jeno, malah dipanggil Bu Boa untuk menemani Jinyoung keliling sekolah.

Ia belum berbicara pada Jeno, bisa-bisa terjadi kesalahpahaman yang tidak diinginkan. Lala cukup sadar, Jeno orang yang cemburuan. Mudah salah paham.

"Sanha sibuk di kantor bantu pak Heechul. Lagipula kebetulan kamu di sini, sekalian mohon bantuannya, ya." Bilang Bu Boa sebelum menepuk pelan pundak Lala, berlalu pergi entah kemana. Lala pun tidak menanyakan hal yang satu itu.

Menghela napas, matanya melirik ke arah Jinyoung yang entah sejak kapan sudah menatapnya terang-terangan.

"Kalau enggak mau bantu, jangan bantu. Gak ikhlas." Bilang Jinyoung, membuat kening Lala mengernyit sempurna.

Baru kali ini Jinyoung berbicara padanya, tapi sekalinya berbicara entah kenapa nada nya tidak enak. Menyentil hati Lala.

"Kamu ngomongnya enggak enak banget. Kalau aku enggak bantu, emangnya kamu bisa keliling sendiri?"

Alis Jinyoung terangkat sebelah, "emangnya gue anak kecil?"

Lala berdecak kesal, "kenapa enggak ngomong gitu pas di depan Bu Boa tadi?"

Jinyoung diam, tak lama menghela napas. Sumpah demi apapun, Lala sensi sendiri jadinya. Kalau kemarin-kemarin ia baik, hari ini entah kenapa ia susah untuk baik pada laki-laki itu.

Seenaknya mengatai ia tidak ikhlas membantu hanya karna kelihatannya ia ogah-ogahan membantu. Lala kan, jadi sensi sendiri.

"Lo mau gue kurang ajar sama guru, ya?"

"Ha?"

Jinyoung menggeleng, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia berlalu, meninggalkan Lala yang masih kesal sendiri.

"Bener kata Jeno, anak barunya enggak mirip sama sekali sama dia." Gumam Lala kesal, akhirnya membuntuti Jinyoung yang entah mau kemana.







"Kemarin gue lihat anak baru di kelas Lala. Bener, Jen?" Tanya Mark memetik sebentar gitarnya.

Jeno yang asik memainkan ponselnya melirik sebentar, enggan mengangguk. Mengingat anak baru yang satu kelas dengan Lala entah kenapa bawaannya ia sensi sendiri.

Rasa-rasanya ia harus tidak suka apapun yang terjadi pada anak baru itu, padahal anak baru itu tidak membuat masalah apapun padanya.

Mau gimana lagi? Jeno dengan sifat cemburuan nya susah untuk dikontrol. Tapi ia percaya Lala, kekasihnya tidak akan melakukan hal yang tidak diinginkan.

Ia bahkan tengah menunggu kekasihnya datang sekarang ini. Katanya, mau kasih ia bekal yang dibikin gadis itu. Tapi, lewat dari lima belas menit Lala belum juga datang. Padahal jarak kelas mereka tidak jauh, jujur Jeno khawatir.

"Gak usah bahas anak baru, deh. Jeno sensi dengernya." Tegur Jaemin pada Mark, membuat laki-laki berdarah Kanada itu kebingungan dengan maksudnya.

"Kok bisa?"

"Mereka berantem gara-gara itu kemarin—"

"Siapa bilang?" Jeno buru-buru memotong, mendelik tajam ke arah Jaemin di sebelahnya.

Jaemin mendengus pelan, "gak usah ngelak, deh. Kemarin yang uring-uringan sama gue siapa kalau bukan Lee Jeno?"

Mendengar ucapan Jaemin barusan Mark tak kuasa untuk menahan tawanya. Apalagi melihat wajah kesal sepupunya yang rahasianya dibongkar percuma oleh Jaemin. Sungguh lucu, Mark mana bisa tahan tawa.

"Nah, kan! Bener!" Haechan datang-datang ke kelasnya langsung membuat keributan.

Tidak sendiri, ada Renjun yang senantiasa menemani laki-laki berkulit Tan itu.

Tidak ada yang berani menegur keributannya, semua cukup paham dengan sosok Haechan yang selalu ribut sendiri. Belum saja datang Jisung dan Chenle yang ributnya juga bukan main.

"Datang-datang ke kelas orang bikin ribut terus. Gak capek?" Tanya Jaemin berdecak pelan membiarkan Haechan menarik kursi kosong di depannya.

Renjun terkekeh pelan. "Kalau Haechan mendadak pendiem gue rela jadi babunya selama sebulan."

"Fix! Besok gue betah betahin jadi pendiem seharian." Seru Haechan cepat-cepat, Renjun yang geram tidak tahan untuk tidak melayangkan pukulannya.

Mark tertawa nyaring begitupun dengan Jaemin. Sedang Jeno hanya tersenyum sampai matanya menyipit.

Renjun mendengus kesal, lantas beralih pada Jeno yang masih setia dengan ponselnya. Keningnya mengernyit heran, "kalau bukan sama Lo, berarti Lala sama siapa, dong?"

Sadar ditanya, Jeno pun ikut mengernyitkan keningnya.

Haechan menjentikkan jarinya, "gue menang taruhan sama Renjun. Jelas-jelas yang jalan sama Lala tadi bukan Jeno. Eh, malah ngotot kalau dia jalan sama Jeno."

"Tinggi nya kurang lebih, tau!"

"Tapi Jeno lebih berisi! Lo sahabatan sama dia berapa tahun deh, sampai enggak tau gitu."

"Maksudnya?" Jeno bertanya, menghentikan perdebatan Haechan dan Renjun.

Keduanya saling pandang, melempar tatapan untuk menjawab. Tapi kompak, tidak ada yang mau menjawab.

Dari pertanyaan Jeno, mereka tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Seharusnya mereka tidak asal berbicara tadi, kemungkinan besar akan ada masalah nantinya.

Sampai Jaemin kembali bersuara, mereka angkat tangan dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Lala jalan sama cowok lain. Gitu aja enggak ngerti."

•••





Haduh deg-degan feel nya enggak dapet. 😭😭

Bisa dibilang ini chapter yang paling panjang dari yang lain, sih.

Maaf yaa baru bisa update huhuhu 💚💚💚💚💚💚

Sayang kalian 💚💚💚💚💚💚💚💚






Dingin | JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang