20

7K 1.3K 26
                                    


Jeno sudah duduk di bagian atap rooftop sedaritadi, sebelum Lala datang guna menangis sendirian.

Sejak bertengkar dengan Haechan, tungkainya membawa ia ke atas atap rooftop dan menikmati kesendirian nya. Sampai ia tidak menduga, gadis yang menjadi kalutnya ikut menyendiri di tempat yang sama.

Untung saja ia ada di atas atap rooftop, sehingga kekasihnya itu tidak menyadari kehadirannya memandangi punggung gadis itu yang bergetar sedaritadi.

Jujur, sejak Lala menangis sendirian, Jeno geram ingin menghampiri dan memeluknya. Ingin mengatakan kata maaf beribu maaf, menyadari perkataannya yang di UKS tadi sungguh keterlaluan.

Tapi ia tidak bisa, kala ego nya lebih tinggi kali ini, kala kemarahannya menelan hatinya bulat-bulat. Ia tidak marah pada Lala, ia hanya marah pada sosok gadis itu yang terlalu baik.

Bagaimana bisa menurutnya, ketika ia meninggikan harga diri kekasihnya, memperjuangkan harga diri kasihnya yang diinjak-injak begitu saja menjadi salah di mata kekasihnya.

Jeno tidak pernah mengerti tentang Lala yang kesabaran nya memang seluas itu, atau kepalanya yang selalu berpikir dengan dingin itu.

Menurutnya, tidak semua harus ditanggapi dengan kepala dingin. Semua ada batasnya.

Memandangi Lala yang menangis tersedu-sedu sendirian, gadisnya itu memang selalu sendirian. Gadisnya yang ramah, gadisnya yang manis. Banyak pesona Lala yang sulit didapat dari orang lain, hanya saja banyak orang tutup mata dengan pesona gadis itu.

Jeno hapal betul mengapa Lala lebih mau menyendiri untuk bersedih daripada menunjukkan kesedihannya terang-terangan. Kerap kali di bully, Jeno beruntung gadis itu memilih untuk sendirian disaat situasinya rawan untuk gadis itu.

Memerhatikan Lala yang sudah berhenti menangis, kini menikmati semilir angin. Jeno setia memerhatikan sosok Lala, menemani gadis itu walau diam seribu bahasa bahkan sosoknya yang tidak terlihat.

Jeno menemani dan menjaga dalam diam untuk saat ini.

Tak berapa lama, baik Jeno maupun Lala mendengar deritan pintu dibuka, menampilkan sosok Jinyoung yang berjalan santai menghampiri Lala dan berdiri di sebelahnya.

Jeno diam seribu bahasa, tidak ada rasa emosi karna cemburu seperti biasanya, sebab yang ia pikirkan saat ini bagaimana Lala. Jeno tidak selamanya egois seperti yang orang-orang bilang dan pikirkan.

Keduanya berinteraksi kecil, membagi permen saling diam seakan menguatkan. Itu semua tidak lepas dari tajamnya manik mata Jeno.

Sampai akhirnya mereka tampak akan pergi, Lala juga Jinyoung membalikkan badannya dan Jeno pun dengan sengaja turun memperlihatkan kehadiran nya.

Tidak ada emosi yang tergambar dalam diri Jinyoung saat melihat Jeno muncul tiba-tiba, berbeda dengan Lala yang kagetnya bukan main kini memandang Jeno dengan mata yang melotot kaget.

Jeno menghela napas sebentar, fokusnya pada Lala seorang, "ayo aku anter pulang." Bilangnya tanpa basa-basi, tidak ditolak Lala yang langsung menganggukkan kepalanya.

Jinyoung diam saja ketika Lala pergi bersama Jeno, pulang seperti yang laki-laki itu katakan.

Tidak hanya Jinyoung, baik Lala maupun Jeno pun sama-sama diam sejak mereka naik di atas motor bersama, diam di sepanjang jalan juga, bahkan sampai motor besar kebanggaan Jeno berhenti tepat di depan pagar rumah Lala.

Keduanya diam tanpa interaksi, walau Jeno sesekali memerhatikan gadisnya melalui kaca spion dan begitupun Lala yang sesekali melirik kaca spion juga.

Lala turun dari motor Jeno, memerhatikan Jeno yang diam saja di atas motornya yang masih menyala. Tidak ada tanda-tanda dari laki-laki itu akan pergi, tidak ada juga tanda-tanda akan turun dari motornya.

"Mau bicarain masalah kita?" Tanya Lala lelah untuk berdiam diri, membuat Jeno melirikkan matanya.

Jeno menggelengkan kepalanya, "kita enggak baik-baik aja buat ngomongin masalah kita."

"Terus kapan?" Tanya Lala lagi, "sampai kapan kita mesti diam-diam gini?"

Helaan napas keluar dari mulut Jeno, "kita sama-sama emosi, La. Aku gak mau keputusan kita nanti jadi penyesalan." Mata nya memandang Lala dalam, senyum nya terukir tipis.

"Tenangin diri kita dulu, kita omongin dengan kepala dingin nanti. Kamu mau, kan?"

Lala menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya.

"Kalau gitu aku pulang." Kata Jeno pamit, Lala mengangguk untuk yang kesekian.

Jeno dengan motornya yang menderu nyaring pergi dari hadapan Lala, gadis itu hanya diam memerhatikan kekasih yang perlahan tak tampak lagi.

•••

Halooo semangat pagi ya, yang lain nya menyusul 💚💚💚💚💚💚💚💚



Dingin | JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang