Jangan lupa vote dan komen
>.<
Sampainya di rumah Rendra merebahkan tubuhnya pada kursi, meregangkan kaki dan menenangkan pikirannya.Ting
Notifikasi ponsel yang tergeletak di meja menyadarkan Rendra yang tengah memejamkan mata, dia ingat ponsel itu tertinggal dan menyebabkan malapetaka di hari ini. Lengannya mengambil benda pipih itu dan melihat pesan masuk.
+628 : Fatih udah sampe di rumah?
Rendra mengerutkan dahi, nomor tidak di kenal siapa yang mengirimnya pesan. Anak itu beralih pada info kontak yang tertera, di sana tertulis nama Refanya.
"Dari mana juga dia dapat nomor gue," gumam Rendra.
Rendra : Dari mana lo dapat nomor gue?
+628 : Ada deh, simpan nomor Fanya yaa
Rendra menggeleng lelah, sepertinya dia tahu dari siapa.
"Anak ini kenapa rese banget sih, baru kali ini gue nemu tipikal anak kayak Fanya," gumamnya.
Anak itu berjalan memasuki kamar, membuka kaos yang dia pakai bekas lari dan menuju kamar mandi.
"Huft seger banget habis mandir gini," ujar Rendra setelah 10 menit berkutat di air.
Dengan menghela nafas Rendra merebahkan tubuhnya pada kasur tanpa mengenakan kaos dibiarkannya perut sixpack dia terlihat, toh tidak ada siapapun yang bisa melihat perawakannya, matanya berkedip mendapat sinar matahari yang membuatnya silau dari jendela.
Pikirannya kembali pada kejadian hari ini, dirinya merasa kehilangan banyak energi, jiwanya lelah entah kenapa ketenangan Rendra seolah terganggu.
"Kok gue bisa ketemu orang kayak Fanya astaga, kenapa juga hidup gue bisa tiba-tiba gini," gerutu anak itu.
Dia masih tidak percaya dengan ucapan Ferdian yang mengatakan Fanya sama dengannya.
"Sama dari apanya dodol, gue sama kayak nenek lampir itu? Ferdian buta apa?" tanyanya pada diri sendiri.
Kembali menghela nafas, Rendra merasa kesal dengan dirinya. Hal tidak penting seperti itu kenapa perlu dia pikirkan? Kenapa anak seperti Fanya sibuk sekali perlu dia ingat? Semua bukanlah pemikiran Rendra pada umumnya.
Anak itu bangkit keluar kamar, langkahnya menuju dapur mencari cemilan yang bisa di makan untuk menemaninya di kamar.
Ting
Mata Rendra refleks menatap ponsel yang berada di samping toples.
Ferdian : Lo lagi apa ren?
Rendra menatap pesan yang Ferdian kirim, tanpa membalas dia berjalan menuju kamar dan mempersiapkan alat untuk melukis.
"Semuanya aneh," gumam Rendra sambil menuangkan cat pada palet.
Dirinya mulai memoles kanvas dengan cat, wajahnya menatap penuh kanvas tersebut seolah membayangkan sesuatu yang tidak dapat dirinya serukan.
Hari ini penat, hari ini adalah kali pertama di usia remajanya berkunjung ke rumah seorang gadis untuk singgah, sebelumnya Rendra tidak pernah masuk ke rumah gadis manapun selain tugas sekolah dan ditemani ramai kelompok.
Rendra tidak menyangka dirinya diajak Fanya yang bahkan tidak begitu dikenali. Kali ini dia mendapati perasaan baru yang menurutnya aneh.
"Gue benar-benar merasa aneh, gue canggung, malu, gak enak, arrgghhhhhh kenapa gue mau aja diajak ke rumahnya tadi," geram Rendra.
Perlahan Rendra tenang dengan lengan yang terus memoles, kanvas polos kini berubah menjadi lukisan setengah indah.Ting
Notifikasi ponselnya kembali berdenting, anak itu tidak menyentuh sama sekali, lengan dan matanya terfokus pada lukisan yang sedikit lagi selesai.
Ting ...
Ting ...
Nafasnya menghela berat mendengar notifikasi itu.
Ferdian : Lo lagi lukis kah?
Ferdian : Lo gak papa kan Ren sama siang tadi? Tapi beneran gue baru tau kalo lo masih belum terbiasa bertamu ke rumah cewek, pasti canggung banget kan
Ferdian : Sorry banget gue ninggalin lo tadi karena anter anaya, jadi ga enak gue
Rendra menghentikan kegiatannya, membaca pesan Ferdian yang memang sudah dia duga. Lengannya menekan keyboard membalas temannya itu.
Rendra : It's ok bro, gue gak papa
Ferdian : Tapi lo barusan kayak gak betah banget
Rendra : Belum terbiasa aja, next gue belajar biar gak canggung namu ke rumah orang haha, keknya tertarik banget lo sama gue soal itu Fer
Ferdian : Gue tau lo gak pandai bergaul dan bukan kebiasaan lo berkunjung ke rumah orang, tapi gue pikir setelah ke Malaysia lo bisa belajar, I'm sorry gue gak sadar
Rendra : Ya udah gak papa, lagian gue juga yang mau aja diajak Fanya ke rumahnya
Ferdian : Hahaha Fanya gak nyeremin kok, nanti lo harus lebih tau dia, dia baik banget menurut gue gak beda jauh sama lo
Ferdian kekeuh mengatakan gadis itu mirip dengan Rendra, sedangkan empunya belum menemukan titik sama dari mana.
Entah kenapa membayangkannya saja membuat lelah, dalam benak Rendra Fanya seperti seorang penyihir yang bisa muncul kapan saja menyerap energinya, dalam kehidupan sekolahnya yang tenang seolah berantakan semenjak bertemu Fanya beberapa hari terakhir.
Entah akan seperti apa Fanya memberi efek pada kehidupan Rendra, anak itu hanya berharap ketenangannya tetap terjaga seperti biasa.
____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
JURUSAN SEBRANG
FanficJANGAN LUPA SUPPORT 😉 ___________________________ "Kenalin, Refanya Lita Ardany, orang-orang manggil gue Fanya, anak keren dan cakep se-sekolah. Dikenal sebagai siswi manis, kritis, puitis! Sini tangan lo!" "Sorry, gue gak bawa hand sanitizer! Rend...