01

1.2K 57 8
                                    

Allen menarik napas panjang sebelum membuka pintu itu, pintu besar kokoh yang terlihat begitu mewah dan berkuasa itu seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya. Sambil menenangkan debat jantungnya dibukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat, Allen tersenyum kecut.

Seperti akan menghadapi hukuman mati saja, desisnya dalam hati.

Ketika masuk, Allen menyadari ruangan itu sangat luas. Suasana di dalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari designer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus dipesan untuk ruangan ini. Temperaturnya diatur senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma lavender yang menyenangkan.

Semua yang berada di ruangan ini sungguh menyenangkan, ups!! Salah! Semuanya menyenangkan kecuali satu hal, dan satu hal itu adalah sosok dingin yang duduk tegak dibalik meja dengan keangkuhan yang mencerminkan seolah-olah dirinyalah pusat dunia.

Lalu tatapannya itu, tatapannya itu!! Sangat mengerikan. Mata elang itu menatapnya dengan kadar kebencian yang begitu kental.

Allen membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu, dan terus menunggu. Tetapi lelaki itu hanya diam menatapnya, mempertahankan keheningan di antara mereka.

Allen mengangkat dagunya dan melemparkan tatapan "Well, aku sudah disini, sekarang apa lagi?" pada lelaki itu.

Si mata elang mengerutkan alis gusar melihat tingkah berani Allen. Mulutnya menipis, lalu berujar,

"Kudengar kau menyebabkan kekacauan di proyek kali ini."

Akhirnya!! Allen menghembuskan napas setengah lega dan setengah panik mendengar kalimat pembuka lelaki itu.

"Saya hanya mencoba menyelamatkan keadaan." Sebenarnya, Allen tidak mau kedengaran begitu kurang ajar, tapi tatapan meremehkan lelaki itu membuatkan sisi defensif dirinya muncul.

"Menyelamatkan keadaan katamu??" Lelaki itu tampak begitu murka mendengar jawaban Allen.

"Kau mengusir klien terpenting kita, dan mempermalukannya di depan umum, dan kau bilang itu untuk menyelamatkan keadaan??"

Allen membalas tatapan garang lelaki itu dengan tak kalah garang, "Orang yang anda bilang klien terpenting kita itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut. Apakah menurut anda, saya sebagai supervisor yang bertugas di lapangan hanya boleh diam saja dan tidak membelanya??!"

Tatapan mata meremehkan dari mata elang itu benar-benar membuat Allen sebal.

"Kau bekerja disini sebagai supervisor dan seorang supervisor bertugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukan mengusirnya." Jawab lelaki itu tenang.

"Jadi menurut anda, saya harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?!"

"Moralitas selamanya tidak akan dapat memberikan keuntungan, dalam hal apapun." Si mata elang mengangkat bahu dengan bosan.

Cukup sudah! Allen menarik napas dalam-dalam.

"Kalau begitu saya tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral ini. Paling cepat, nanti siang anda akan menerima surat pengunduran diri dari saya."

Sejenak suasana menjadi hening, dan kalaupun si mata elang itu kaget dengan keputusan impulsif Allen, dia berhasil menyembunyikannya dengan baik karena ekspresinya tidak dapat ditebak, dia hanya memandang Allen dengan ekspresi menilai.

Suasana terasa semakin hening, dan Allen menunggu. Ketegangan terasa bagaikan senar yang ditarik kencang, siap untuk putus.

Lalu, sebuah senyum muncul disudut bibir lelaki itu, walaupun begitu, sinar matanya tampak begitu kejam.

A Romantic Story about Allen [SELLEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang