Hamparan air jernih dengan dinding tebing lembap di hadapan Mikalea berubah menjadi padang pasir gersang. Beberapa orang berjalan menyebar di depannya, sedang memetik berbagai jenis tumbuhan dengan bermacam kegunaan. Orang-orang itu adalah paman, bibi, kakak sepupu, kakek, nenek, kakak, dan ibunya yang sedang mengumpulkan bahan untuk diolah menjadi ramuan penyembuh. Sebuah keahlian yang dikuasai Keluarga Midagad.
Tiba-tiba ada tangan yang lebih besar menggandeng Mikalea, telapaknya sedikit kasar tetapi terasa hangat di genggaman. Langkah Mikalea terasa lebih pendek dari yang seharusnya. Ia menatap kaki lalu terkejut begitu melihat ukuran sepatu dan panjang kakinya mengecil. Seseorang yang menggandengnya pun tampak lebih tinggi. Wajah pria itu familier di netra abunya.
"Ayah?" ucap Mikalea dengan suara kanak-kanaknya.
Pria bertubuh kekar dibalut pakaian kulit itu menoleh ke arah Mikalea yang setinggi pinggangnya. Ia tak mengucapkan sepatah kata dan terus menuntun Mikalea ke arah rawa, menjauhi rombongan yang sibuk dengan tumbuhan.
Mikalea mengikuti langkah ayahnya dengan tergesa sembari menoleh ke arah ibunya yang sedang mengumpulkan serbuk sari bunga kaktus.
"Kale, Ayah akan mengajarimu mengambil sari bunga nymphaea," ucap pria berambut perak yang merunduk sejajar dengan putranya.
Mikalea mengangguk, mata abunya berbinar saat menatap wajah pria bernama Ziel Midagad dari dekat. Kulit wajah yang bersinar tanpa kerutan, rahang tegas, dan alis tebal adalah pesona yang membuat Shopia Gadriesophe jatuh cinta.
Pohon rambat berdaun kuning membentuk lengkung pintu dari pemukiman menuju rawa di Ubudtaal Sands. Langkah keduanya terhenti. Ziel Midagad makin kuat menggenggam tangan kecil Mikalea seolah takut akan terlepas dan hilang.
Kabut tebal dari debu pasir cokelat muda menutupi rawa. Namun, ketakutan Ziel Midagad dimulai sejak melihat nymphaea dengan bunga yang masih kuncup tergeletak layu dan daun terkoyak di depan lengkung pohon rambat.
"Ayah?" gumam Mikalea ketakutan. Ia sadar kejadian di depan mata hanya semacam reka ulang adegan, tetapi ketakutannya terasa nyata.
"Panggil ibumu dan semuanya," ucap Ziel Midagad sembari mendorong putranya untuk pergi.
Mikalea berlari kecil, persis seperti yang ia lakukan kala itu. Ia menoleh ke belakang begitu mendengar pedang yang dicabut dari sarungnya. Ayahnya tampak siap untuk berperang, entah melawan siapa yang berada dalam tengah kabut pasir itu.
"Kale, diam di sini! Jangan sampai ada yang melihatmu!" titah kakak laki-lakinya yang lebih tua empat tahun darinya.
Gerombolan orang-orang yang melawan Keluarga Midagad tampak memiliki kemampuan sihir yang lumayan. Mereka mengendalikan paman dan bibinya untuk menenggelamkan diri di rawa dengan sukarela. Keadaan makin kacau karena korban terbanyak adalah keluarganya. Beruntung ibu Mikalea terlahir dari Keluarga Gadriesophe, keluarga yang mendominasi dan lebih banyak mempelajari taktik perang dan militer. Namun, ada salah satu dari mereka yang lolos dari pengawasan. Sosok pria yang mengeluarkan tabung kaca kecil panjang dengan cairan berwarna cokelat.
Mikalea yang sembunyi di balik semak pun khawatir jika tabung itu akan menghancurkan tempat ini dan menyakiti lebih banyak keluarganya. Mata kelabu Mikalea memerah begitu tak bisa menahan amarah. Ia mengeluarkan sayap perak dan bergegas untuk merebut botol tabung itu sembari mengubah setiap helaian bulu sayapnya menjadi pedang. Namun, siapa sangka suara tebasan pedang berdenging di telinganya sebelum ia berhasil menangkap tabung kaca kecil itu. Mikalea jatuh pingsan dengan tiga sayap pedangnya patah, terpisah dengan Mikalea dewasa. Celakanya, tabung kaca yang hampir ia dapatkan tadi terbuka dan mengguyur sayap pedangnya dan mengepulkan asap korosif.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wandering Caerulea (MAPLE ACADEMY YEAR 2)
Fantasia[UPDATE SELASA & JUMAT] Tim Lima field trip di Winterland beranggotakan Mikalea, Tristian, Nathan, Elleanor, dan Mr. Jonathan sebagai guru pendamping. Tim ini terlihat menonjol karena ketidakkompakannya sejak awal keberangkatan dari Maple Academy. K...