Part 2

14 17 34
                                    

Reza membuka kembali map yang ada di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Reza membuka kembali map yang ada di tangannya. Membaca dengan saksama profil seorang gadis bernama Dhea Amanda. Gadis manis berhijab yang masuk dalam daftar incarannya. Sesekali senyum segaris Reza terbit, jika membaca daftar prestasi Dhea.

"Persis seperti impianku." Reza bermonolog sambil mengusap dagunya dengan jari telunjuk.

Mobil yang membawa Reza dan Bara berhenti di sebuah Gedung Olah Raga Serba Guna. Sang sopir dengan cekatan segera membuka pintu untuk Reza.

"Kamu yakin dia ada di sini?" tanya Reza ragu.

"Menurut info dari Pak Lutfi, gadis itu selalu ke sini untuk berlatih bersama teman-temannya."

Reza keluar dari mobil, disusul oleh Bara yang segera mengekori langkah Reza. Keduanya segera menuju pintu Gedung Olah Raga. Suara riuh di tengah lapangan indoor menandakan adanya aktivitas di sana. Keduanya memasuki pintu menuju tribun penonton. Menyusuri deretan bangku dan memilih duduk di deretan paling atas.

Dari atas terlihat jelas, para Karateka sedang berlatih. Sesekali teriakan mengiringi gerakan kaki dan tangan mereka. Reza membuka kembali map berisi biodata Dhea. Kini, pandangan Reza meneliti dari jauh, satu persatu wajah Karateka dan mencocokkan dengan wajah Dhea yang ada di foto.

"Dia berdiri di pinggir lapangan. Sepertinya dia hanya mengawasi dan tidak ikut melatih muridnya," bisik Bara sambil menunjuk ke arah gadis berhijab yang berdiri tegak di pinggir lapangan.

Sesekali ia berteriak untuk memberi instruksi kepada muridnya.

"Sepertinya dia, gadis yang galak," bisik Bara yang disusul tawa kecilnya.

Reza mengangguk samar. "Sepertinya begitu. Kita tunggu saja sampai selesai."

****

Bersandar ke daun pintu yang masih tertutup. Sesekali kepalanya mendongak dan ikut bersandar ke daun pintu. Suara langkah membuatnya menoleh dengan cepat ke sumber suara. Ia tersenyum melihat sasarannya datang menuju ke arahnya.

Gadis berhijab yang masih mengenakan karategi itu menghentikan langkahnya. Ia menatap tajam ke arah Reza dan mulai melangkah pelan dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi.
Reza membuka map yang ada di tangannya.

"Dhea Amanda, anak kedua dari empat bersaudara, lahir di Padangsidimpuan, Sumatera Utara, tahun 2001. Menyukai traveling dan karate. Seorang sniper .... " Reza menghentikan kata-katanya, ia lalu melirik gadis berhijab yang bernama Dhea.

Dhea hanya membisu sambil terus berjalan mendekat ke arah Reza. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya dan bersiap melayangkan serangan.

Reza melihat kilatan kebencian di mata gadis bernama Dhea. Tidak ingin salah langkah saat berhadapan dengan seorang karateka handal, Reza memilih mengeluarkan pisau andalannya dari balik saku jas-nya.

Saat pukulan tangan Dhea menyasar wajah Reza, dengan sigap Reza menghindar dan memundurkan langkahnya hingga kepalan tangan Dhea membentur ruang kosong. Reza kembali maju dan menghindari serangan tangan Dhea yang kedua kalinya. Reza yang sudah siap akan serangan, berhasil mengunci tangan gadis itu yang kembali menyerangnya.

Reza juga mewaspadai gerakan kaki Dhea yang mungkin akan menjegalnya. Dhea mendengkus sebal dengan kuncian tangan Reza pada tangannya.

"Lepas! Siapa Anda?!" bentak Dhea sambil meronta.

Reza melepaskan tangan Dhea, tapi ia segera menempatkan pisaunya ke leher Dhea yang tertutup hijab.

"Aku Reza. Pemilik The LuRe. Kalau kamu pikir kain hijabmu bisa melindungimu dari pisauku ... kamu salah besar," peringat Reza seraya tersenyum miring.

Dhea tidak peduli. Ia memundurkan langkahnya hingga akhirnya ....

"Oh!" pekik Dhea.

Tangan Dhea meraba hijabnya yang sobek karena bergesekan dengan pisau Reza. Dhea menatap ketus Reza dan mulai menggerutu dalam hati.

Reza mengangkat satu alisnya dan berkata, "Aku sudah memperigatkan Anda, Dhea Amanda. Aku ingin bicara denganmu dalam waktu setengah jam lagi di ruang tunggu. Jika kamu tidak datang atau melarikan diri—." Reza melangkah maju ke arah Dhea yang masih berdiri kaku di tempatnya. "Aku akan memburumu. Jangan lupa, aku sudah mengantongi alamat rumah keluargamu dan semua asetmu. Jangan sampai aku me—," bisik Reza menambahi.

"Aku akan datang! Anda tidak perlu mengancamku! Anda pikir saya takut dengan ancaman itu, Tuan Reza? Anda salah besar!"

Reza terkekeh pelan. Diam-diam ia menganggumi keberanian gadis di hadapannya.

"Bagus. Aku suka gayamu. Jangan sampai terlambat."

Reza melangkahkan kakinya, menjauhi Dhea yang masih berdiri mematung di tempatnya. Nama Reza tidak asing di telinga kalangan bisnis, termasuk Dhea. Beberapa artikel tentang Reza muncul di majalah lokal yang mengulas bisnis dan peluangnya.

Dhea merogoh ponselnya yang sedari tadi mengeluarkan notifikasi chat. Ia layangkan sekali lagi pandangannya ke arah Reza yang sudah tak tampak lagi di koridor ruang ganti.

Dhea masuk ke ruang ganti yang disediakan khusus untuknya. Memeriksa semua chat yang masuk, terutama dari seorang kawan lama.

Lutfi
[Apa adikku sudah menemuinya?]

Me
[Sudah dan dia berhasil menyobek hijab warna hitam kesayanganku. Sialan!]

Lutfi
[Aku akan mengganti hijabmu dengan yang baru, aku akan menyuruh Winda untuk membelikan untukmu.]

Me
[Apa dia tidak bisa manis sepertimu? Dia terlalu kaku dan menyeramkan.]

Lutfi
[Dia memang menyebalkan. Hanya satu orang yang bisa meluluhkan wajah kaku dan menyeramkannya. Hanya Lilian yang bisa melelehkan kemarahannya.]

Me
[Huft! Aku akan mengabarimu lagi nanti. Aku akan bergegas ganti baju sebelum dia membunuhku. Sampaikan salamku pada Winda. I miss Her, so much.]

"Sepertinya aku akan masuk ke pusaran The LuRe. Tetapi, kenapa dia ingin bantuanku?"




Setelah hampir satu bulan, baru bisa up date lagi.

Jangan lupa vote dan komentarnya, ya. Ditunggu sama Author.

Denpasar, 17 Juli 2021

Rumianii

My LilianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang