Part 6

3 4 0
                                    

Reza menatap rumah di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Reza menatap rumah di depannya. Rumah kecil bercat abu-abu dan terkesan suram. Halaman luasnya dipenuhi tanaman perdu serta rumput liar yang tumbuh subur hingga membentuk sabana. Pagar besinya sudah berkarat dan keropos di beberapa bagian.

"Apa Roman tinggal di sini?" Dahi Reza berkerut. Netranya mengedar ke halaman rumah kecil itu sekali lagi.

Reza menggeser layar ponselnya. Ia membaca kembali sebuah alamat yang dikirim oleh Bara lewat pesan singkat.

"Benar. Ini alamatnya."

Reza berjalan mendekat dengan kewaspadaan tinggi. Membuka gerbang perlahan seraya tatapannya menelisik setiap sudut halaman. Netranya menangkap satu CCTV yang tersamarkan oleh tanaman perdu.

"Cerdik," gumam Reza seraya tersenyum dengan satu sudut bibir yang terangkat.

"Welcome, my best friend."

Suara sambutan itu sukses menyita perhatian Reza. Ia menoleh ke sumber suara yang disusul senyum kecut. Roman berdiri di depan pintu rumahnya sambil memamerkan sebuah remote kontrol di tangan.

"Masuklah. Sensor otomatis hanya bisa di-pause selama 3 menit."

Reza menaikkan satu alisnya. Ia masih sibuk mencerna arti dari 'sensor otomatis'.

Roman masuk terlebih dahulu ke dalam rumah. Reza bergegas menyusul sahabatnya itu dengan langkah panjang.
Pandangannya menyapu ke dalam rumah yang tak terlalu luas.

Tiga layar komputer menyala, menampilkan rangkaian huruf dan angka dalam susunan acak yang terlihat rumit. Tak terlihat perabot ataupun sofa empuk, hanya tiga  perangkat komputer lengkap dengan dua kursi yang ada di sana.

"Dia masih aktif menjadi hacker. Pantas saja, Lilian meminta bantuannya," kata Reza dalam hati.

Roman mempersilahkan Reza untuk duduk di satu kursi miliknya. Namun, hanya gelengan kepala yang ditunjukkan oleh Reza.

"Tumben kamu datang mengunjungiku?"

Bukan jawaban yang diberikan oleh Reza, tapi sebuah pukulan kuat yang mendarat ke rahang Roman. Lelaki itu terhuyung ke belakang. Ia tidak siap dengan serangan mendadak yang dilancarkan oleh Reza.
Beruntung, ia bisa menguasai keseimbangannya hingga tak perlu tersungkur di lantai. Roman tersenyum sinis seraya jemarinya mengusap rahangnya yang panas.

"Kenapa kamu memukulku?!" bentak Roman.

Reza hanya menaikkan satu alisnya. Ia tidak percaya, Roman masih menanyakan tujuan dari pukulannya.

"Berhenti untuk menemui Lilian!" bentak Reza dengan acungan jari telunjuk tegas.

Roman terkekeh-kekeh sembari tangannya terus mengusap rahangnya.

My LilianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang