15. Jisung's mother

1.3K 179 3
                                    

"Lo serius hyung? Jisung udah izin belum?" Tanya Minho memastikan sekali lagi. Pasalnya tempat tujuan mereka jauh. Bukan hanya 20-25 menit perjalanan, tapi dua jam perjalanan.

Chan yang sedang memasukkan perbekalan mengangguk pasti. "Iya, udah izin. Lo jagain mereka ya? Nanti malem kemungkinan gue udah pulang." Jawab Chan. Tentu saja Minho akan menjaga adik mereka yang lain.

Minho membantu menyiapkan bekal, saudara yang lain masih terlelap. Minho juga sebenarnya, kalau dia tidak terbangun akibat suara kursi yang jatuh. Chan yang menabrak kursi itu.

Chan sudah memutuskan untuk mengantar Jisung, hanya dia saja karena yang lain harus berangkat ke sekolah.

"Lo tahu kan hyung? Kalau kemungkinan ini kecil banget." Ucap Minho di sela tangannya yang kini sibuk menyiapkan sarapan.

"Seenggaknya Jisung lega. Gak cuma Jisung, lo ataupun Felix dan yang lain tentunya boleh banget cari nyokap kalian. Gue bakal bantu sebisa mungkin." Jawab Chan.

"Hidup kita terbatas, Min. Serba hemat dan susah, pasti mereka juga mau ngerasain beli apapun dengan mudah dan gue mungkin gak bisa ngasih itu. Hidup ke depan aja belum tahu gimana haha."

Minho menatap Chan dari samping. Dia kadang bingung, Chan hanya setahun lebih tua darinya tapi Chan jauh lebih dewasa. Tanggung jawab sebagai kepala keluarga setelah kepergian ayah, bahkan sebelumnya, pasti membuat Chan mendewasakan dirinya lebih cepat dan dipaksa berpikir ke depan. Tidak ada main-main atau mereka akan kehilangan langkah.

"Gue pikir, Jeongin terlalu tertutup. Boleh minta tolong gak? Deketin dia ya Min, ajak dia ngobrol apapun. Tanyain kegiatannya. Setelah pengakuan Jisung kemarin, gue rasa banyak diantara kita yang juga nyembunyiin perasaan dan masalah." Ucap Chan.

Minho mengangguk setuju.

Chan mulai membantu Minho. Satu persatu dimulai dari Seungmin, enam saudara lainnya bangun. Pagi mereka dimulai.

"Dua tiket ke Miroh ya, Pak." Ucap Chan kepada pegawai penjual tiket bis. Pegawai itu memberikan dua carik tiket yang langsung diterima Chan setelah mengucapkan terima kasih.

Sempat ada perdebatan pagi tadi, terutama dari Hyunjin yang baru tahu kepergian Jisung pagi ini.

"Lo pulang kan!? Bilang ke gue nanti lo pulang!"

Jisung tidak menjawab yang justru menambah gelisah Hyunjin. Hyunjin langsung menodong Chan dengan permintaan harus membawa Jisung kembali pulang.

Chan juga tidak bisa menjawab pasti. Jadi dia hanya mengatakan bahwa mereka akan mengunjungi ibu Jisung.

"Masuk sekarang Ji, lima menit lagi berangkat." Ucap Chan.

Keduanya segera naik ke atas bus berwarna biru itu. Ada belasan orang di depannya, tetapi tidak penuh karena ini bis khusus antar kota. Mereka mengambil tempat di tengah bis. Jisung mengambil di pinggir jendela.

"Sebenarnya gue gak benar-benar pengen pergi Hyung. Gue cuma selalu kepikiran, gimana kehidupan Ibu sekarang? Apa dia lebih bahagia karena gak ada gue? Atau dia justru pengen gue pulang ke sisinya?" Ucap Jisung membuka percakapan.

"Nanti kita cari tahu ya. Tapi gue harap lo gak kecewa dengan apapun hasilnya nanti. Seenggaknya lo udah berusaha." Balas Chan.

Bis mulai berjalan memulai perjalanan panjang. Han memakai earphonennya dan mulai menikmati dunianya sendiri. Chan mengikuti jejak Jisung.

Bis beberapa kali berhenti, untuk membiarkan penumpang turun sekedar membuang air kecil. Miroh adalah kota pesisir, di dekat pantai timur. Cukup jauh dari pusat kota tetapi memiliki ketenangan yang diidamkan banyak orang.

Jisung tidak henti melihat keluar jendela sejak mereka masuk ke kota Miroh satu jam yang lalu. Dia berharap cemas. Hampir lima belas tahun Jisung tidak pernah melihat rupa sang Ibu. Ibunya tidak mengunjunginya sama sekali. Tapi Jisung tahu bagaimana wajah ibunya. Meski hanya lewat foto foto lawas.

Han Jisung, dia hanya ingin bertemu ibunya. Sekali saja. Di umurnya yang menginjak 15, melihat bagaimana teman di sekitarnya terlihat bahagia dengan orang tua mereka, jelas Jisung menginginkan hal yang sama.

Bis berhenti di pemberhentian kota. Chan dan Jisung turun. Chan mencari alamat tepatnya di google maps. Mereka hanya perlu berjalan sebentar ke pinggiran pantai.

"Gue gak inget wajah nyokap lo Ji." Ucap Chan.

"Gapapa, gue inget hyung. Gue sering lihatin fotonya tiap malem." Balas Jisung yang membuat Chan terhenyak. Jisung benar-benar rindu orang tuanya.

Mereka berjalan selama sepuluh menit sebelum akhirnya sampai di pantai.

"Gue tanya orang sekitar dulu ya." Ucap Chan juga melihat sekitarnya.

"Gak perlu, hyung. Ibu ada di sana." Balas Jisung, menatap lurus perempuan dengan rambut sebahu. Kulitnya memerah terkena paparan sinar matahari. Kerutan di wajahnya juga sudah mulai tampak.

Chan menyadari sesuatu, kemiripan pipi chubby diantara ibu dan anak itu. Jisung masih belum beranjak. Begitu juga Chan yang menunggu Jisung.

"Ibu.." Gumam Jisung.

Dia masih merasa tidak percaya. Perempuan yang tiap malam hanya dia lihat di selembar foto usang, kini ada di hadapannya. Tidak begitu dekat, tapi bisa dijangkau. Jantungnya berdegup lebih kencang.

Dia mulai melangkah mendekati sang ibu, tapi tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat melihat tiga anak kecil berlarian menuju ibunya, memanggil ibunya dengan sebutan "Eomma".

Chan melirik Jisung, dia juga bingung dengan situasi ini.

"Samperin Ji." Ucap Chan.

"Tapi-"

"Jangan sampai menyesal."

Ah benar. Jisung memantapkan langkah kakinya mendekati sang ibu.

"Ibu." Panggilnya.

Wanita itu menoleh, bola matanya membulat terkejut. Tidak perlu mengamati lebih jauh untuk tahu bahwa yang ada di hadapannya saat ini adalah anaknya.

"Han Jisung."

"Iya, Bu. Ini Jisung."

Wanita itu menoleh ke arah Chan, menampakkan wajah bingung. Chan buru-buru mengenalkan diri.

"Saya Bang Chan, kakak Jisung." Ucapnya.

Wanita itu mengangguk paham.

"Eomma, itu siapa?" Tanya salah satu si anak.

"Jisung, kakak kamu." Balasnya.

"Kakak?"

"Iya."

Anak itu masih bingung, tapi memilih tidak melanjutkan kebingungannya. Jisung sempat melirik anak itu.

"Ada apa kamu kesini?" Tanya Ibu Jisung.

"Mau ketemu Ibu."

"Kamu gak bisa tinggal sama saya."

Jisung ditolak. Tapi dia paham. Dia juga tidak menaruh harapan tinggi untuk ibunya. Jadi dia tidak terlalu merasa sakit.

Jisung mengangguk. "Saya paham."

"Kalian udah makan?" Tanya ibu Jisung.

Chan menggeleng. Kesempatan bagus, karena dia merasa sangat canggung. Apalagi sejak tadi Ibu Jisung tidak menunjukkan senyum sama sekali. Dengan makan mereka bisa mendekatkan diri, kan?

"Mari makan."

•••

ғᴀᴍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang