16. Jeongin

1.4K 177 0
                                    

Jeongin menatap teman-temannya yang sedang bermain di halaman sekolah. Jisung hari ini tidak berangkat, dia menjadi tidak memiliki teman untuk diajak ke kantin atau untuk makan bersama.

Jeongin memang paling dekat dengan Jisung. Dia juga tidak memiliki teman dekat selain saudaranya yang berbeda kelas dengannya. Jadi saat Jisung pergi, dan tiga saudaranya yang lain sibuk di kelas, dia menjadi kesepian.

"Jeongin!"

Jeongin menoleh kepada laki-laki yang sedang berlari ke arahnya. Jisung, Park Jisung.

"Lo belum bayar buat tour kan? Hari ini terakhir."

Jeongin menepuk dahinya. Dia lupa untuk meminta uang kepada Chan dan sekarang kakak tertuanya itu sedang pergi jauh.

"Mona ssaem, bilang ke beliau kalau lo gak jadi pergi atau lo mau bayar." Info Jisung.

Jeongin segera mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Dia mengeluarkan ponselnya. Bingung untuk menghubungi siapa. Chan jelas sedang pergi, Minho hyung?

Jeongin menelpon Minho.

"Wihh Jeongin! Tumben??" Sapa Minho di seberang.

"Minho hyung..."

Jeongin berat untuk mengeluarkan keinginannya, dia sudah cukup menjadi beban kakak-kakaknya. Dia sebenarnya tidak mau menyusahkan kakaknya.

"Ah, lo mau bayar ya? Chan hyung udah nitip uang ke gue. Gue ke sekolahan lo ya!"

Jeongin menghela nafas lega. "Iya hyung."

Jeongin menyimpan ponselnya dan kembali menatap teman-temannya yang sedang bermain bola.

"Lo mau bayar sendiri?" Tanya Minho setelah dia sampai. Sepulang sekolah dia langsung meluncur ke sekolah Jeongin dan empat adiknya yang lain.

"Iya, hyung."

"Gue anter aja ya."

"Gak usah, nanti repot." Tolak Jeongin.

"Halah kayak sama siapa aja."

Minho masuk ke sekolah Jeongin. Banyak anak yang masih di sekolah, untuk ekstrakurikuler dan lain-lain.

"Ruangannya mana?"

"Di sini hyung." Tunjuk Jeongin.

"Lo ikut masuk?" Tawar Minho.

"Iya lah."

Keduanya masuk untuk menemui Mona-ssaem lebih tepatnya.

"Ah ini kakak Jeongin ya? Yang keberapa?" Tanya Mona-ssaem saat melihat Minho.

Pertanyaan wajar, karena kakak Jeongin ada tujuh.

"Yang kedua, Ssaem." Jawab Jeongin.

"Oh.. Sulit ya hidup berdelapan?"

Minho tersenyum sambil menggeleng. "Justru lebih rame, ssaem." Jawabnya.

"Ah, sekalian ya saya mau bicara dengan wali Jeongin. Jeongin kamu bisa keluar dulu."

Jeongin menatap bingung gurunya, tapi dia memilih untuk melanjutkan langkahnya keluar.

"Jeongin di sekolah gimana ya Ssaem?" Tanya Minho to the point.

"Itu juga yang saya mau bicarakan. Menurut saya, Jeongin terlalu tertutup. Dia hanya bermain dengan empat kakaknya. Tapi jarang terlihat bersama teman sekelasnya. Apa dia ada masalah di rumah?"

"Saya rasa tidak, Bu. Dia tidak kesepian di rumah, di rumah dia juga pendiam. Mungkin, mungkin karena tidak ada figur orangtua diantara kami jadi Jeongin menjadi pendiam, dulu saat ibunya masih hidup dia cukup aktif." Jelas Minho.

Mona-ssaem mengangguk paham. "Dia kurang memiliki teman, sulit berbaur, hanya berbaur dengan saudaranya saja. Saya kira dia harus mulai berteman dengan yang lain, coba kamu dekati ya?"

Selepas pembicaraan antara dua orang beda usia itu, Minho keluar. Berpamitan sebentar kepada Jeongin yang masih harus tinggal.

•••

ғᴀᴍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang