Hening.
Selama beberapa saat, dunia seolah berhenti berputar. Lebih tepatnya, bagi lelaki muda itu. Harapan hidupnya hampir habis. Seluruh tubuhnya mati rasa. Orang-orang berpakaian putih masih sibuk mendorong brankar yang ia naiki menuju ruang gawat darurat, sedangkan tubuhnya makin bersimbah darah.
Tuhan, apakah ini akan menjadi hari terakhirku? Jika ya, aku ingin bisa melihat sakura berguguran sekali lagi.
Samar-samar ia mendengar suara cemas yang memanggili namanya. Isakan tangis juga masih dapat tertangkap telinga saat ia sudah sepenuhnya masuk ke ruang gawat darurat. Kesadarannya hampir habis walaupun ia tahu bahwa ia harus tetap sadar jika ingin bertahan.
Tuhan, masih ada orang yang belum aku temui. Masih ada ucapan terima kasih yang belum sempat aku sampaikan. Tidakkah ada kesempatan bagiku sekali lagi?
Dokter terus mengintruksikan agar ia berusaha tidak kehilangan kesadaran. Meski seperti mustahil, ia benar-benar melakukannya. Sayangnya, perlahan semuanya mulai memudar dan berubah menjadi cahaya putih yang menyilaukan. Di mana? Apakah artinya ia telah tiada?
Suara dokter makin sayup. Pria berjubah putih itu telah siap dengan defibrilator di tangannya. Peluh di dahi ia abaikan, memilih fokus pada sosok lelaki muda yang terbaring kaku di depannya.
Percobaan pertama, tidak ada reaksi.
Percobaan kedua, masih belum ada reaksi.
Di luar ruangan, orang tua lelaki muda itu harap-harap cemas. Air mata mereka masih mengalir. Ingin rasanya menerobos masuk sekadar memastikan bahwa putra semata wayang mereka baik-baik saja. Sayangnya, tidak bisa. Mereka hanya bisa berharap Tuhan mengizinkan putra mereka selamat.
Tuhan, bisakah aku melihatnya untuk terakhir kali? Aku ingin mengucapkan terima kasih lalu menghapus air mata di pipinya. Hanya itu. Bisakah aku melakukannya?
Ini percobaan kelima dan masih belum ada reaksi apa-apa. Para suster nyaris menyerah, tetapi tampaknya dokter mereka masih enggan melakukannya. Sekali lagi, kesepakatan yang mereka ambil. Jika kali ini pun tetap tidak ada reaksi, artinya memang Tuhan tak mengizinkan lelaki muda itu hidup lebih lama.
Percobaan terakhir.
Ruangan lengang sesaat. Seisi ruangan seolah menahan napas, berharap lelaki muda itu kali ini menunjukkan reaksi.
Tuhan, bisakah aku melakukannya? Masihkah aku memiliki kesempatan?
"Dia kembali," ujar sang dokter nyaris tak percaya.
Embusan napas lega menghiasi penjuru ruangan. Para suster mulai membantu melakukan penanganan selanjutnya. Ini masih belum berakhir. Ia harus menjalani operasi besar setelah ini. Namun, setidaknya dengan berhasil melewati masa kritis, artinya Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk hidup sekali lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Time
Teen Fiction"Mou ichido, kimi to sakura o mite hoshii." Sebagai pengidap monokromasi, Mitsuko terbiasa dengan kehidupan yang kelabu, selama Haruki berada di sebelahnya. Haruki adalah alasan di balik semangat dan keinginan Mitsuko untuk menekuni musik, khususnya...