XIV

288 40 12
                                    

.
.
.
.
.

"Jing, makasih udah ngajarin gue bahasa Inggris. Udah lumayan bisa gue, sekali lagi makasih ya"

"Bacot. Pulang tinggal pulang" ujar Jisung, irisnya menatap tajam ke arah pemuda yang berdiri tak jauh darinya.

Minho tersenyum manis menatap pujaan hatinya, ia lantas berjalan mendekati motor vespa biru nya. Netra yang semula menatap Jisung kini beralih menatap Brian yang berdiri di ambang pintu.

"Om saya pulang dulu. Makasih makan malamnya om"

Pemuda yang kini tak lagi memiliki rambut panjang tersebut menaiki motornya, ia lantas meninggalkan kedua ayah anak itu.

Pandangan Brian beralih menatap anak semata wayangnya. "Jing, kamu itu kalo sama Digta jangan jutek jutek gitu to. Dia aja udah baik sama kamu"

Jisung mendengus, dan memutarkan bola matanya malas. Ayahnya memulai pembicaraan yang sangat di benci olehnya.

"Udah ah Dad Jingga ngantuk. Dan jangan comblangin Jingga sama Digtot ngentot. Dad, inget Jingga udah ada pacar"

"Pacar kamu itu keliatan bukan anak baik baik Jingga"

Sang anak seperti menutup telinganya, ia berlalu pergi menuju kamarnya agar pembicaraan tentang pacarnya cukup sampai disini. Ia memasuki kamarnya yang terbilang cukup besar, netra kelam itu menatap foto masa kecilnya bersama dengan sang ayah yang terpajang di sudut dinding.

Ia tersenyum miris, ayahnya sangat protektif kepadanya karena ia anak tunggal dan ayahnya hanya seorang single parent jadi ayahnya harus membagi waktu untuk mendidiknya dan tidak dapat 24 jam mengawasinya.

"Jingga tau kalo ayah sayang sama Jingga, tapi ayah terlalu berlebihan. Jingga cuma mau sama Adit, ga lebih"

Tak sadar matanya meneteskan air mata, pandangan matanya kosong memandang ke arah luar dari jendelanya yang terbuka.

.
.

Sementara itu, Minho memarkirkan motornya di bawah pohon mangga yang ia gunakan untuk menyembunyikan sepatu adiknya dahulu. Ia berjalan dengan raut wajah yang nampak bahagia namun rautnya berubah ketika netranya menangkap sesosok remaja yang tengah duduk di teras bersama adiknya.

"Dit. Sini dulu" 

Hyunjin mendengar suara tegas dan rendah dari kakaknya, ia merasa gugup. Ia tau apa yang akan kakaknya bicarakan. Melihat kakaknya telah masuk rumah, ia beranjak dari duduknya.

"Gue ke dalem bentar"

"Yoi" ucap pemuda yang berada di hadapannya, mendengar jawaban dari temannya, ia lantas masuk ke dalam rumah menyusul kakaknya.

Iris kelamnya melihat kakaknya tengah duduk di salah satu kursi tamu sedang melamun. Ia memberanikan diri untuk mendudukkan diri di hadapan kakaknya.

"Maaf bang, gue ga bermaksud bawa dia kesi—"

"Cukup. Gue kira lo udah berubah Dit. Tapi apa? Lo masih bergaul sama Jendral, lo tau sendiri kalo dia itu berpengaruh buruk buat pergaulan lo. Inget kejadian beberapa bulan yang lalu Dit. Oh, gue tau pasti karena papah sama mamah lagi pergi, lo bebas bawa temen temen ga berakal lo kesini gitu?"

Minho berbicara dengan sedikit berbisik dan tenang namun terdengar sangat tegas di telinga Hyunjin, ia takut jika kakaknya telah menggunakan suara tersebut.

Namun ia juga tidak terima jika teman temannya dihina oleh kakaknya seperti itu. Tetapi ia memilih diam dan mendengarkan kakaknya.

"Kalo sampe gue liat kejadian beberapa bulan yang lalu keulang, gue udah ga kasian sama lo Dit. Lo batu jadi orang"

J I N G G A (Minsung) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang