⁀➷ 72. Tentang Vano & Vani [SPESIAL]

77 13 0
                                    

꧁ꕥ꧂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

꧁ꕥ꧂

"Kamu apa-apaan, sih!?" protes gadis bertubuh mungil yang kini wajahnya sudah ditekuk. Panggil saja dia Vani. Lengkapnya Vanila. Nama yang manis bukan? Sama seperti parasnya.

Lawan bicaranya dengan santai hanya menatap Vani sekilas. Seolah-olah tak perduli dengan gerutuan gadis itu.

"Aku gak suka dia deketin kamu terus." Lelaki itu menjawab dingin. Namanya Geovano, panggil saja Vano. Geo, artinya batu. Sama seperti sikapnya yang sedikit keras. Namun, akan melunak hanya kepada Vani. Vano juga, si cowok cool yang bermetamorfosis menjadi cowok protective dan possesive jika menyangkut semua hal tentang Vani.

Vani menghela nafas gusar. Berulangkali mengucap istighfar dalam hati. Vano memang sangat meresahkan.

"Tapi, gak perlu kamu pukul juga, Vano! Kamu tau, 'kan, kalau aku paling benci sama yang namanya kekerasan?" Vani berujar selembut mungkin.

"Dan kamu juga tau, 'kan, kalau aku paling benci sama cowok caper? Apalagi, caper-nya sama kamu," balas Vano menirukan nada bicara Vani.

"Dia cuma minta tolong doang, kok. Kamu-nya aja yang salah paham duluan." Vani memalingkan muka. Rasanya, pengin acak-acak muka gantengnya Vano. Untung sayang, batinnya bersuara.

Vano menatap tak suka. "Terserah. Yang pasti, tatapan dia beda ke kamu. Dia tertarik, Vani. Aku tau itu."

"Kalaupun iya, emangnya kenapa?" pancing Vani.

Tatapan Vano berubah tajam. "Gak akan aku biarin."

"Vano, sekalipun iya, aku gak peduli," ujar Vani yang membuat Vano menoleh dan langsung menatapnya dengan lekat.

"Maksudnya?"

Vani membalas tatapan Vano dengan tatapan teduhnya. "Sebanyak apapun cowok yang berusaha narik perhatian aku, ujung-ujungnya, semuanya akan tetap berporos ke kamu, Vano. Ibaratnya gini ..., kalau malam biasanya suka banyak bintang, 'kan?" Vano mengangguk.

"Nah, cuma kamu yang paling terang dan jadi pusat perhatian aku terus. Entah sampai kap-"

"Selamanya. Aku akan buat hal itu terjadi selamanya." Vano tersenyum tulus. Begitupun dengan Vani.

"Promise?" Vani menjulurkan kelingkingnya.

"Promise!" tegas Vano mengaitkan kelingking miliknya dengan milik Vani. Di bawah senja mereka berjanji. Semoga saja, ditepati. Bukan diingkari. Ya, semoga saja.

"Tuhan, aku bahagia memilikinya. Jadikan dia, untuk menjadi milikku selamanya. Bahkan, sampai waktu terhenti, dan takdir yang menarik paksa kita untuk berpisah."
Tanpa disadari, mereka mengucapkan permintaan yang sama dalam hati.

꧁ꕥ꧂

Saling percaya itu adalah kunci berlangsungnya hubungan yang terjalin lama. Semoga selama-lamanya.

—Vanila Anjani 🦋
















Asmaraloka [Terbit] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang