Psssttt... baca sampe bawah ya 🙌
06. Membutuhkan Elina
“Aku sama sekali enggak merasa tersanjung, Sam,” gumam Diah setelah mendengar perkataan Agra barusan. Sedangkan Agra hanya mampu mengerjap pelan di tempatnya berdiri sekarang.
“Kalau nafsu kamu lagi naik-naiknya kayak begini, kamu bakalan lampiasin ke siapa? Balik ke Elina? Terus tidur sama dia?” tanya Diah dengan nada kecewa.
“Yah, kamu kok malah—”
“Aku enggak mau denger apa-apa lagi ya, Sam!” Diah tampak mendengkus samar, dan segera menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. “Bullshit banget kayaknya kalau kamu enggak pernah tidur lagi sama Elina. Padahal kamu masih punya kebutuhan sebagai seorang laki-laki dewasa.”
“Aku memang masih punya kebutuhan, tapi bukan berarti aku bisa tidur sama perempuan sembarangan.”
Diah terlihat sangat shock di tempat. Ia mendongak, menatap Agra dengan pandangan tak percaya yang terlihat sangat kentara. “Jadi, menurut kamu, aku ini perempuan sembarangan?”
Agra hanya mampu terdiam. Sementara Diah kembali mendekat ke arahnya, seolah-olah sedang meminta penjelasan darinya.
“Jawab, Sam!”
“Diah, kita belum resmi menikah, tapi ... dengan mudahnya kamu malah ngajak aku buat tidur berdua.” Agra menatap Diah dengan pandangan kecewa yang terpancar jelas dari kedua bola matanya. “Aku jadi berpikir, kalau kamu enggak ada bedanya sama Elina.”
“Apa?!”
“Kamu enggak ada bedanya sama Elina,” ucap Agra yang refleks mengulangi kalimat terakhirnya tadi. “Tapi, kayaknya Elina masih jauh lebih baik dari pada kamu, Yah.”
Agra langsung teringat pada satu momen di mana ia dan Elina yang saat itu masih berstatus sebagai sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Ia sangat tergila-gila dengan Elina, begitupun sebaliknya. Hingga tanpa sadar, mereka berdua sudah sempat bercumbu terlalu lama di atas sofa.
Saat itu keadaan rumahnya Elina sedang sepi, karena kedua orang tua gadis itu sedang pergi.
Namun, Elina malah menahan dadanya secara tiba-tiba, dan segera membuka suara di antara deru napasnya yang agak terengah.
“Jangan sekarang ya, Mas? Aku belum siap,” ujar Elina dengan susah payah.
Agra hanya memaku pandangannya ke arah wajah tirusnya Elina, lalu ia pun menurunkan pandangannya ke arah bibir wanita itu yang tampak membengkak dengan sangat indah.
Selanjutnya, kedua telapak tangannya Agra sudah bergerak untuk mengancingkan kembali atasan piama yang sedang dipakai oleh Elina. Tetapi, ia tidak mengatakan apa-apa, dan segera mengambil tempat duduk di bagian ujung sofa.
“Mas, kamu marah?” tanya Elina tak lama kemudian. Karena ia tidak tahan dengan keheningan yang terjadi di antara mereka sekarang.
Agra langsung menolehkan kepalanya ke arah Elina, dan segera menggeleng pelan sembari memberikan sebuah jawaban atas pertanyaan wanita itu barusan. “Mas gak marah kok, Lin. Harusnya Mas minta maaf sama kamu, soalnya Mas udah hampir lost control. Tapi ... kalau Mas cium kamu lagi, masih boleh?”
Elina hanya tersenyum malu dengan kedua pipi yang terlihat bersemu. Sesungguhnya ia sama sekali tidak merasa keberatan jika hanya dipeluk ataupun dicium, asal tidak lebih dari itu.
***
Agra memutuskan untuk langsung pulang ke rumahnya sendiri, dan meninggalkan Diah sendirian di dalam rumahnya tadi. Karena ia tidak ingin semakin terpancing emosi, lalu mengatakan hal-hal yang tidak enak di hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, dan Diah
RomanceTepat di hari anniversary pernikahan kami yang ketiga, suamiku malah menggandeng wanita lain untuk datang ke rumah. *** Copyright © by: ruangbicara. Selasa, 11 Mei 2021