Ep 11. He's not on the next level

291 56 15
                                    

Ep 11

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ep 11. He's not on the next level

Matahari mulai mengintip dari balik daun rimbun pepohonan, burung-burung gereja hinggap dan mematuk-matukkan paruhnya pada paving block yang ada di taman samping ruang kelas 12 di gedung bahasa.

Hari yang cerah dengan udara yang memanas di jam 10 pagi membuat seisi kelas 12-bahasa-1 terlihat begitu mengenaskan. Satu-satunya kelas bahasa di kelas 12, juga kelas yang berada di pojok membuat kelas sedikit gelap karena tertutupi ruang kelas dan pohon yang rimbun.

Anak-anak kelas 12 bahasa itu memandangi lembaran kertas yang sedang di steples oleh ketua kelas mereka.

Ada yang sudah menghela napas ratusan kali, berbincang tentang planning, atau bahkan yang tidak peduli dan asyik genjreng gitar seperti Junior.

Hari ini kelas 12 dibagikan sebuah jadwal tentang persiapan ujian masuk perguruan tinggi, kertas karir, dan review materi yang sudah menumpuk di meja guru. Sesi belajar mandiri-pun sudah dimulai sejak pukul delapan, tapi melihat jadwal dan materi membuat seisi kelas muak, padahal baru beberapa hari mereka berada di kelas 12.

Sedangkan di meja depan papan tulis, walikelas sedang sibuk merayu juara angkatan dan duta jurusan bahasa untuk menerima beasiswa ke luar negeri juga mengisi formulir masuk ke ptn favorite. Membuat anak lainnya yang biasa-biasa saja hanya menatap iri namun mau bagaimana lagi? Bersekolah di sekolah swasta elite sudah cukup membuat mereka setengah gila.

"Untuk persyaratannya bisa kamu lihat dulu, ibu harap Defira dan Karina bisa memutuskan yang terbaik." Ujar Walikelas mengusap rambut anak didiknya dan pergi meninggalkan kelas.







"SINGAPOOOOOORRREEEEEE HURRAA!" Ucap Ghazi sambil berteriak menyoraki dua temannya.

"Respect! Udah gue bilang, lo berdua itu salah jurusan. Defira, lo kalau masuk IPA tinggal ngedip jadi insinyur!" Celetuk Dafa ikut-ikutan menimpali.

"Lo, Katarina, masuk IPS lo udah bisa jadi lawyer. Eh enggak-enggak. Lu pose depan kamera aja Ayu ting-ting lewat anjrit!" Katanya pada Karina yang sedang baca novel.

Karina terkekeh, "gak perlu masuk IPS, sing penting yakin. Udah bisa masuk FISIP." Katanya.

"Lagipula, CITA-CITA GUE JADI JURNALIS YA ANJRIT BUKAN INSINYUR!" Tambah Defira memukul Dafa dengan buku tebal.

"Cita-cita gue jadi FBI mau apelo?!" Balas Dafa yang seterusnya dua pasang anak kembar itu beradu argumen dan ditarik ke belakang oleh ketua kelas agar tidak mengganggu mereka yang sedang berdiskusi di depan.

Calista si bendahara, menunjuk Karina. "Lo, Rin? Mau lu acc beasiswa itu? Bukannya lo mau tinggal di apa namanya? Beko? Kebo? Boke?"

"Kobe," ralat salah satu temannya.

"Ah ya, Kobe, bareng kakak cewek lo?"

Karina mengangguk, "kakak gue mau nikah, dia pindah Kalimantan. Gak jadi kayaknya."

You're the only one Treasure || Aespa TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang