Mencari

44 6 3
                                    

Paginya, Bietta bangun dengan napas terengah. Masih dibayangi oleh orang bernama Donghyuck itu.

Dia berniat mencari Donghyuck sepulang kuliah. Karena entah kenapa terus mengganggu pikirannya, apalagi dengan rekaman suara yang berakhir tidak sesuai ekspektasi. Itu terlalu memunculkan ribuan pertanyaan yang belum terjawab.

Awalnya dia bertanya pada mama dan papa nya, tapi mereka menjawab tidak tahu pasti mengenai pemilik rumah ini sebelumnya. Mereka hanya tau rumah ini sudah lumayan lama dijual.

Bietta sampai bertanya tetangganya, dari sekian banyak, dia hanya mendapat petunjuk dari seorang pria tua yang gemar berkebun yang tinggal disamping rumahnya.

Katanya, sejak ditinggal mati ibunya, Donghyuck jadi jarang di rumah. Walaupun banyak sanak-saudara yang sering mengunjunginya.

Kerap kali paman ini melihat Donghyuck makan tteokbokki di kedai Tuan Kim seorang diri.

Paman ini juga bilang jika Donghyuck pindah rumah dengan mendadak, tidak sempat berpamitan. Beliau hanya tau pagi harinya, sudah terpasang papan "rumah dijual" di depan gerbang.

"Sayang sekali, padahal dulu suka bantu paman berkebun, paman jadi rindu." Tutup paman itu sambil terkekeh kecil.

Setelah berterima kasih, Bietta berlalu menuju tujuan selanjutnya. Hari itu, kedai Tuan Kim cukup ramai. Sembari jajan tteokbokki —yang ternyata benar-benar seenak itu— dia menunggu hingga pelanggan berkurang. Beruntungnya, dia dapat bertemu langsung dengan Tuan Kim.

Pemilik kedai itu membenarkan kalau Donghyuck suka menghabiskan waktu di kedainya. Anak itu juga pernah kerja part time di tempat ini. Tapi sudah berhenti dari lumayan lama. Setelahnya tidak tau bagaimana kabar anak itu.

"Oh aku baru ingat, nak. Dia suka membaca buku dan bercerita kalau dia membelinya dengan harga murah di toko buku lama di belakang gereja terdekat dari sini."

Hari itu juga Bietta menuju ke tempat yang dimaksud. Tapi nihil. Belakang gereja itu rata dengan tanah. Tidak ada bangunan yang berdiri di sana.

Tiba-tiba ada orang yang menghampirinya, dia seorang biarawati.

"Ah, toko buku lama itu sudah tidak lagi buka di sini. Maaf, kami tidak tau, nak, kemana mereka pindah." Terangnya setelah Bietta menjelaskan maksudnya di sini.

"Ah begitu ya, tidak apa-apa. Aku akan pergi ke tempat lain saja, terima kasih." Finalnya sebelum akhirnya memilih pulang.

Esoknya Bietta kuliah pagi. Dia masih berusaha mencari sosok Donghyuck. Tapi berbeda dari hari sebelumnya, hari ini dia tidak mendapat clue apapun.

"Sudah ketemu, nak?" tanya Paman Kim saat melihat Bietta duduk termenung di kedainya.

Bietta tersenyum, "Belum, paman."

"Sayang sekali, aku juga tidak punya foto Donghyuck." Ujar beliau, "ngomong-ngomong, kau ini... temannya?"

"I-iya, paman." jawab Bietta ragu karena bingung harus menjawab bagaimana untuk pertanyaan yang satu itu.

"Aku senang jika dia punya teman yang peduli, karena setauku selama ini dia kelihatan tidak punya teman." Bietta tersenyum menjawabnya.

"Ini, aku akan traktir tteokbokki untukmu, nak. Semoga cepat bertemu dengannya."

"Wah, terimakasih banyak, paman!" Bietta menghabiskan siangnya dengan tteokbokki lezat itu.

Jarinya menari pada layar handphone. Mengetikkan sebuah nama, berharap mendapat petunjuk di sana. Muncul banyak hasil, dan itu semakin membuatnya pusing saja. Bagaimana dia bisa mencari tanpa tau seperti apa rupanya?

Bietta pulang menerobos gerimis. Kemudian langsung mandi dan tidur sebentar. Dia merasa sepertinya benar-benar tidak ada clue untuk tujuannya kali ini.








1 Juli 2022, Kamis.

11:11 [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang