Lima

20 5 3
                                    

Suara bel berdenting terdengar samar. Sedetik kemudian suara manusia berbincang satu sama lain menutupi suara bel tersebut. Tidak mau kalah, gemercik air kopi dan teh dari teko membentur gelas kecil terdengar juga.

Clara menatap handphonenya bosan. Jam di handphonenya menunjukkan pukul empat sore.

"Permisi," ucap pelayan di cafe Tea For You. Ya, Clara dan kedua temannya sedang berada di cafe. Ternyata blind date kemarin diundur sehingga Clara dengan terpaksa resmi diseret oleh Mila dan Sora.

Mila memesan makanan dan minuman untuk semua yang ada di meja mereka. Ada 6 orang totalnya, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Setelah selesai memesan, Mila kembali berbincang dengan salah satu laki-laki di hadapannya. Laki-laki itu jelas tidak tertarik terhadap pembicaraan Mila, sedari tadi matanya melirik Clara berulang-ulang kali.

Mata keranjang. Playboy.

Clara memutar bola matanya malas. Hal seperti ini sudah sering terjadi saat blind date. Itu sebabnya Clara tidak suka dengan acara ini. Menurut Clara, persentase untuk mendapatkan cowok yang tulus di acara blind date adalah 0,000001%.

Suara kursi berdecit terdengar pelan. Clara berdiri dari tempat duduknya. "Gue ke toilet dulu."

Clara berjalan menuju pintu belakang cafe. Toilet berada di sisi kanan, tetapi Clara memilih untuk pergi ke kiri. Pintu keluar lewat belakang.

Clara menghela nafas sambil mengeluarkan kotak korek api yang diberikan Ethan kemarin. Matanya menatap jalan raya yang padat. Mobil yang mengantre ramai menutupi sebagian pandangannya terhadap sekolah SMA Bintang Kejora.

Masih satu jam lagi.

Tangannya memainkan api kecil itu gelisah. Clara ingin sekali balik ke asrama sekarang. Namun, janji untuk menemani Sora dan Mila selama satu jam membuat Clara mengurungkan keinginannya untuk kabur.

"Lu merokok?" Clara menengok ke arah sumber suara. Laki-laki yang tadi berbicara dengan Mila.

Clara membuang muka.

Kenapa harus dia?

Clara memasang senyum palsunya dan menatap laki-laki itu kembali. Ia tidak ingin mengacaukan acara temannya.

"Engga," jawab Clara.

Laki-laki itu mengangguk seraya mendekat ke arah Clara. 

Hening. Clara mulai risih dengan suasana ini.

"Lu cantik," ujar laki-laki itu.

Clara merinding mendengarnya. Ia berani bersumpah jika ini bukan untuk temannya, laki-laki ini sudah menjadi debu sekarang juga.

"Makasih," jawab Clara. Senyum palsu masih melekat di bibir Clara.

"Udah punya pacar?" tanya laki-laki itu.

Clara terdiam. Bukan, bukan karena pertanyaan laki-laki itu.

Aura dingin itu.

"Halo? Clara?" tanya laki-laki itu kembali, bingung dengan Clara yang mendadak diam.

Clara menatap sinis laki-laki itu. Senyum palsu itu berjalan pergi dari bibir Clara. Ganggu saja, pikir Clara.

Aura dingin itu mendekat. Cukup dekat hingga menyelimuti tubuh Clara. Mata Clara terbelalak.

"Sora dan Mila," gumam Clara. Laki-laki itu menatap Clara heran. 

Clara berjalan melewati laki-laki itu. Membuat laki-laki itu memutar bola matanya kesal.

"Orang gila," gumam laki-laki itu. Clara masih bisa mendengar ucapan laki-laki itu, tetapi diurungkan niatnya untuk berdebat.

Clara dengan cepat lari ke dalam cafe. Kaki panjangnya terburu-buru mencari meja di mana terdapat Mila dan Sora.

Half Of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang