ASKALA 13

57 34 4
                                    

Don't forget to vote and comment.

13. Secret

Selama Arbani sakit, selama itulah komunikasi Nara dan Arbani merenggang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama Arbani sakit, selama itulah komunikasi Nara dan Arbani merenggang. Biasanya, Nara akan menjenguk Arbani ke rumah sakit jika rawat inap namun baru kali ini gadis itu tak pernah kelihatan lagi.

Arbani meminta Nara untuk menemuinya di cafe. Katanya hanya untuk bertukar kabar setelah sekian lama tak bertemu.

"Nara, disini," Pemuda melambaikan tangannya kearah Nara yang kelihatan celingak-celinguk mencarinya.

"Udah lama ya, Ar?" gadis itu mendudukkan bokongnya di kursi bersebrangan dengan Arbani.
Arbani tersenyum lalu menggeleng. Kira-kira jika Askala tersenyum mungkin kurang lebih akan seperti senyuman Arbani, pikir Nara.

"Kok ada gelas bekas minuman? Kamu tadi abis ketemu orang juga ya?" tanya Nara melirik kearah meja.

Arbani menanggapi ucapan Nara dengan senyuman. Sedari tadi pemuda itu tak berkata sepatah katapun.

"Dari tadi kamu senyum terus. Aku nanya lho ini," ujar Nara dengan nada kesalnya.

Lagi-lagi, Arbani tersenyum lagi. Nara memperhatikan wajah tampan itu tersirat senyuman yang tulus dimanik mata pemuda itu.

"Ar, aku pergi aja deh kalo kamu gak ngomong," balas Nara yang hendak beranjak dari duduknya namun ditahan oleh Arbani.

"Masih sama ya, Ra."

Nara kembali duduk dengan wajah datar. Arbani selalu saja membuat Nara kesal.

"Apa?!" tanya Nara ngegas membuat Arbani tersenyum.

"Kok marah sih?" tanyanya terkekeh pelan.

"Kamu bikin aku kesel. Malesin ah," Nara memajukan bibirnya pertanda cemberut.

"Gimana kabar kamu? Udah lama kita gak ngobrol kayak gini ya, Ra."

Arbani sedari tadi memperhatikan wajah cantik gadis didepannya yang perlahan menoleh kearahnya.

"Baik. Kamu gimana? Udah baikan? Gak papa emang kamu kesini?" tanya Nara.

Gadis itu sedikit tau tentang bagaimana kekhawatiran Papa Arbani. Bahkan Papa Arbani sempat tak mengizinkan pemuda itu bersekolah karena terlalu takut putra bungsunya kenapa-kenapa.

"Kamu tau sendirikan," jawab Arbani seadanya.

Arbani mengalihkan pandangannya. "Kenapa, Ar? Ada yang sakit?" tanya Nara dengan wajah khawatirnya. Ia beralih duduk disebelah pemuda itu.

"Ini, Papa aku nelfon. Kayaknya aku dicariin deh."

Nara mengangguk walaupun ia tampak khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.

"Hati-hati ya, kalo ada apa-apa kabarin aku," kata Nara disaat pemuda itu berdiri.

Arbani tersenyum tulus, "Bahagia ya, Ra, sama Askala. Kemungkinan setelah ini kita bakalan gak ketemu lagi," ucapan Arbani membuat Nara tersedak air liurnya sendiri.

ASKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang