Part 7

30.5K 1.1K 28
                                    

Aku baru saja mengatakan pada gadis itu kalau aku tertarik padanya. Melihat mata bulatnya membesar, membuat aku makin menyukainya. Raut wajahnya yang terkejut dan terperangah saat aku mengatakannya mengingatkanku pada awal pertemuan kami. Pertemuan yang menurutku sangat aneh dan menggelikan. Diantara celah buku-buku yang berderet rapi di rak perpustakaan, aku melihat  dengan jelas bagaimana mata bulatnya itu membelalak terkejut melihatku sedang mencium Gladys. Saat itu aku hanya bisa melihat matanya yang sedikit terhalang deretan buku-buku.

Aku melepas ciumanku dan sedikit mendorong tubuh Gladys.

"Ada yang mengintip kita." kataku dan sesaat kemudian terdengar suara buku jatuh menimbulkan bunyi yang menggema ke seluruh ruangan. Suara cempreng bu Astipun ikut-ikutan memenuhi ruangan perpustakaan yang besar ini. Aku mendesah. Sialan! Runtukku.

Gladys sudah lebih dulu menghampiri siapa orang yang mengintip kami. Aku melangkah dengan malas mengikutinya. Seorang gadis nampak gugup memungut sebuah buku tebal yang tadi menimbulkan suara berdebam. Gladys mulai marah-marah dan...

Wow...gadis itu membalas setiap ucapan Gladys. Aku tersenyum samar. Tidak pernah sekalipun ada orang yang berani membalas setiap kata-kata Gladys. Tapi kali ini Gladys telah menemukan musuhnya dan benar-benar jengkel dibuatnya. Bahkan ketika Gladys menghina gadis itu dan memandangnya jijik karena baju yang dikenakannya kotor dibeberapa bagian, gadis itu tetap mengangkat kepalanya menantang.

Ada rasa penasaran dalam hatiku mengenai siapa gadis ini sebenarnya. Bahkan ia tak mau menyebutkan namanya saat aku tanya. Padahal dalam sejarah dimana aku melancarkan aksi untuk mendekati seorang gadis, rata-rata mereka semua dengan suka rela menyebutkan namanya tanpa kuminta.

Karena rasa penasaran yang mulai menjangkiti hatiku, aku mulai mencari tahu siapa gadis itu. Dara Maharani. Lulusan SMU terbaik di kotanya. Masuk Universitas ini juga dengan nilai terbaik. Aku tersenyum. Rupanya aku berhadapan dengan orang pintar.

Dara bukanlah gadis yang cantik seperti Gladys, atau Dewi, Freya, Lana, Ratu, atau entah siapa lagi yang pernah dekat denganku. Secara fisik dia gadis yang biasa saja. Tubuhnya terbilang mungil, kulitnya putih, dan rambutnya keriting sebahu dan lebih sering di kuncir kuda ketimbang digerai lepas. Tapi ada hal lain yang membuatku tertarik padanya selain otaknya yang cemerlang. Matanya yang bulat dan bening membuatku tak bisa melupakannya.

Malam itu aku pergi ke kafe karena sepupuku Adrian mengajakku ke sana. Dia sudah ada di sana dengan seorang temannya. Sonny. Aku duduk-duduk santai sambil mengobrol dengan mereka. Sesekali aku mengedarkan pandanganku ke beberapa orang yang masuk ke kafe hingga mataku menatap seraut wajah yang selalu membuatku penasaran.

Dia sedang duduk dengan seorang temannya. Sesekali dia tertawa dan terkadang mendelik melihat temannya yang sepertinya sedang memandangku. Lalu mata kami bertemu saat ia mengikuti arah pandang temannya. Hanya beberapa detik saja. Tiba-tiba ia melengos, tapi aku tahu, mata bulat itu nampak terkejut melihatku.

Selang beberapa saat kemudian dia meninggalkan temannya. Karena aku yang masih diliputi rasa penasaran kepadanya, aku tergerak untuk mengikutinya. 

"Kau mau kemana?" Tanya Adrian saat aku bangkit berdiri dari tempat dudukku.

"Ke toilet." Jawabku asal. Aku segera melangkahkan kakiku mengikutinya dari belakang dan gadis itu ternyata juga masuk ke toilet. 

Toilet itu nampak sepi dan tak ada seorangpun disana kecuali gadis itu yang membungkukkan badannya di depan wastafel. Sepertinya ia hanya membasuh mukanya saja. Saat wajahnya terangkat, matanya terpejam dan titik-titik air membasahi seluruh wajahnya yang tanpa polesan make up. Benar-benar polos. Dan entah kenapa aku sangat menyukainya. Mungkin saja aku mulai bosan melihat perempuan-perempuan yang bermake up tebal hanya untuk menyembunyikan wajah asli mereka.

Saat rasa itu datangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang