Bab 7 - Wajah di Balik Topeng

75 14 6
                                    

Selesai mengantarkan Icha yang masih tak sadar ke rumah sakit di Kota Bogor, Pampam bergegas menuju ke Polres Bogor untuk menyusul Bu Ajeng yang sedang membuat Laporan Polisi atas dasar upaya mencabulan yang dilakukan Aki Salim. Beruntung, pengalaman Pampam bekerja dalam tekanan mampu membuat dirinya tetap bisa berpikir strategis meski pikiran bercabang dan sangat mengkhawatirkan kondisi Icha.

Jika dilihat dari segi jarak, dari lokasi rumah sakit tempat Icha dirawat akan jauh lebih dekat jika mendatangi Polres Bogor Kota. Namun mengingat tindak pidana yang akan dilaporkan terjadi di Kecamatan Cigombong yang notabene masuk ke wilayah hokum Polres Bogor Kabupaten, mau tak mau membuat Pampam harus menyusul Bu Ajeng ke Cibinong untuk membuat laporan polisi.

Suasana cukup menyengat kala Pampam memasuki halaman parkir Polres. Bu Ajeng yang sudah datang lebih dahulu tampak duduk di ruang SPKT Polres sambil menunggu anggota polisi yang piket hari itu selesai membuat resume kejadian. Kedatangan Pampam dan sahabatnya, dirasa sangat membantu untuk melengkapi laporan yang sudah dibuat Bu Ajeng.

"Baik, Pak. Kami rasa keterangan dari Pak Pambudi dan Bu Ajeng sudah lebih dari cukup, kami akan langsung menyerahkan berkas laporan ini ke Penyidik yang akan menangani perkaranya. Untuk dugaan upaya pencabulan yang dilakukan, Penyidik pun akan segera membuat surat permintaan ke rumah sakit untuk melakukan visum," terang anggota polisi yang sedang berdinas di SPKT Polres Bogor Kabupaten.

Selesai dengan urusannya di Polres, Pampam bermaksud kembali menuju rumah sakit untuk mengetahui perkembangan kondisi Icha. Agar tak terlalu lelah setelah semua yang dialami, Pampam meminta Bu Ajeng untuk pulang dan beristirahat saja di rumah. Begitu pula dengan sang sahabat yang sedari tadi sibuk mengantarkan kemana pun Pampam pergi.

"Elo pasti butuh mobil untuk memudahkan mobilitas selama merawat Icha. Lebih baik bawa mobil gue aja!" ujar sahabat Pampam itu tulus.

"Jangan, ntar elo repot untuk pulang ke Jakarta. Gue naik taksi saja, nanti Pak Oding bisa membawakan mobil gue langsung ke rumah sakit," Pampam menolak dengan halus tawaran yang diberikan oleh sahabatnya itu.

"Ribet! Udah bawa aja mobil ini, gue bisa balik pake taksi!" timpal sahabatnya itu sambil menyerahkan anak kunci mobil dan membuka ponselnya untuk memesan taksi daring.

Pampam bergeming di samping ruang SPKT Polres Bogor Kabupaten meski deru mobil yang Pak Oding kendarai telah seluruhnya menghilang. Begitu pula taksi yang dipesan sahabatnya, beberapa waktu lalu telah datang menjemput sahabat terbaiknya itu untuk diantarkan kembali ke Jakarta.

Baru saja Pampam hendak berjalan menuju mobil yang dipinjamkan oleh sahabatnya itu, samar terdengar suara seseorang yang memanggil namanya. Sontak Pampam pun menghentikan langkahnya dan bergegas membalikkan badan untuk bisa mengetahui dengan pasti asal suara panggilan tersebut.

"Pak ... Pak Pambudi, tolong tunggu sebentar!" pekik seorang laki-laki yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam itu sambil berlari kecil menuju tempatnya berdiri.

"Bapak memanggil saya?" tanya Pampam masih tak kebingungan.

Tak lama sosok laki-laki tersebut sudah berhenti tepat di hadapan Pampam. Fisiknya tampak cukup terlatih, hal ini bisa dilihat meski baru saja berlari tak sedikit pun terlihat kelelahan bahkan napasnya pun masih terlihat tenang dan teratur. Jika dilihat dari wajah dan penampilannya, Pampam menduga sosok laki-laki itu tak terpaut jauh umurnya dengan dia.

Rambut pendek yang tersisir rapi dengan rahang persegi yang tampak begitu kuat ditambah sepasang mata yang selalu menatap tajam lawan bicara, bisa sedikit menggambarkan karakter sang empunya yang tegas dan tak suka untuk berbasa basi. Kesegaran aroma musk dipadu dengan aroma oakmoss, cassia, tea, guaiac wood dan lotus mempu menghadirkan sebuah keharuman yang begitu sempurna.

Merindu Amanah-Mu (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang