7

5.1K 771 27
                                    

Matahari semakin tenggelam. Langit mulai tampak pekat dengan taburan bintang sebagai penerangan. Bulan sabit bertengger cantik di atas sana.

Aula kerajaan di penuhi dengan berbagai kalangan. Dimulai bangsawan, para menteri, tetua dan petinggi kerajaan lainnya. Hari ini pernikahan dari Putra Mahkota Eginhard akan diselenggarakan dengan meriah.

Donghae tak berhenti tersenyum menyapa Raja-raja dari kerajaan lainnya. Ia membanggakan putranya yang berhasil menikah dengan putri tunggal kerajaan Edelweiss yang terkenal dengan kecantikan dari para keturunannya.

Di lain tempat Tiffany, Ratu dari kerajaan Eginhard kini tengah mengusap rambut putra tampannya. Jeno duduk di ranjang dan memeluk pinggang ibunya yang berdiri. Ia menempelkan kepalanya di perut sang ibu. “Ibu, tidak bisakah pernikahan ini dibatalkan?” ucapnya melas.

“kau tak mencintai Siyeon?” tanya sang ibu.

“Aku mencintai orang lain bu, aku tak suka pernikahan ini”

“Jeno, ibu mengerti perasaan mu tapi ayah mu tak bisa ibu lawan. Kau tau sendiri wataknya. Boleh ibu tau siapa orang yang kau cintai?”

Ditanya begitu Jeno tak mampu menjawab sang ibu. Ia terlalu takut bahwa Renjun akan dilukai.

“tak apa sayang, jika kau tak ingin memberitahunya. Kau bisa menikahinya untuk dijadikan selir bukan?” kembali Tiffany bertanya, dan kembali juga Jeno membisu.

Jeno melepaskan pelukan karena pernikahan akan dimulai sebentar lagi. Ia menggenggam lengan ibunya. “ibu bahagia dengan pernikahan ku?”

Tiffany meraih tangan putra satu satunya itu. Diusapnya dengan lembut dan penuh sayang punggung tangan sang putra mahkota “Ibu akan bahagia jika putra ibu juga bahagia”. Ketika Tiffany mengusap telapak tangan Jeno, ia membalik telapak tangan putranya.

“Jeno kau terluka? Ada apa dengan lengan mu nak?” ucap Tiffany panik. Pasalnya tangan itu akan kembali dilukai hingga mengeluarkan darah saat ritual pernikahan nanti bersama Siyeon.

“anak nakal. Kenapa kau begitu ceroboh? Ritual nanti kau akan melukai tanganmu untuk meneteskan darah di batu suci. Jika lengan ini sudah terluka bagaimana dengan ritual nanti?” ucapnya kesal.

“ini hanya luka kecil ibu, aku akan mengatur jalan pernikahannya” ucap Jeno malas dan menarik tangan dari genggaman sang ibu. Ia pun bangkit segera merapikan pakaiannya dan berjalan ke luar ruangan.

Tiffany menatap punggung putranya yang kian menjauh dari tempatnya berpijak. Hatinya mengatakan putranya melakukan sesuatu tapi ia tak ingin gegabah sebelum memastikannya sendiri.










Tirai-tirai indah dengan hiasan bunga segar dan wewangian yang menyebar di seluruh aula. Musik klasik mengalun indah, para dayang tampak cantik dengan pakaian resmi adat kerajaan. Para tetua kerajaan bercengkrama sembari menanti mempelai wanita memasuki aula.

Pendeta kerajaan memeriksa batu suci. Ia melihat secerca darah segar yang mulai mengering ada di batu itu. Petaka, batu sudah ditetesi darah segar. Siapa yang melakukan pernikahan di sini?

Jelas saja langsung berpikir demikian, karena memang hanya ritual pernikahan yang mengharuskan mempelai pria meneteskan darahnya sebagai tanda bahwa bahwa ia akan berkorban apa saja untuk istrinya kelak.

Pendeta segera memanggil pengawal untuk memberi kabar pada yang mulia Raja. “beri tahu Raja untuk mendekat kemari”

Pengawal mengangguk dan segera mendekat pada Raja Eginhard itu. Donghae yang diberi kabar, langsung menghampiri pendeta dan batu suci. “ada apa pendeta?”

Another LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang