Sepulangnya dari acara bisnis itu, tak ada perbincangan lainnya. Baik Jeno maupun Renjun memilih sama-sama bungkam. Jeno diam karena ia paham situasi Renjun yang mungkin butuh waktu setelah semua yang terjadi hari ini.
Untuk mengalihkan pikiran, Jeno memilih pergi ke ruang kerjanya, dan melampiaskan seluruh keluh kesahnya pada berkas-berkas di atas meja. Malam itu semua hening, Renjun mengurung diri di kamar, dan Jeno berada di ruangan terpisah.
Pagi hari Jeno sudah disuguhkan dengan pemandangan Renjun yang sudah menata berbagai hidangan makanan di atas meja. Si mungil tampak ceria, raut kesedihan tak nampak di wajahnya, padahal Jeno masih ingat dengan jelas semalam Renjun terlihat begitu murung.
“Selamat pagi Jeno, semalam kau tidur di mana? aku tak melihat mu di kamar tamu saat aku mencari mu” tanya Renjun, pasalnya semalam si mungil mencari keberadaan suaminya yang tak kunjung datang ke kamar.
“Ah, i-itu di ruang kerjaku” jawab Jeno sedikit terbata-bata. Jeno pikir Renjun ingin sendiri tapi ternyata si manis malah mencarinya. “Pasti tak nyaman tidur di sana, jangan begitu lagi ya? Nanti tubuhmu sakit”
Wah... Jeno terkejut, bagaimana bisa Renjun jadi selembut dan seperhatian ini padanya. Hatinya menghangat melihat Renjun yang mulai bersikap manis seperti sekarang. Jeno senang tentu saja, mungkin ini tanda bahwa cintanya akan segera terbalaskan.
“Ayo kita sarapan, setelah itu mandi dan aku akan menyiapkan pakaian ke kantormu. Apa hari ini jadwal mu padat?”
“Tidak begitu padat sebenarnya. Eum.. Renjun mau temani aku makan siang? Nanti ku jemput”
“Jangan, kita bertemu saja di tempat makannya. Hari ini aku ingin pergi ke mall untuk membeli sesuatu, kirimi aku alamatnya saat kau sudah di sana lalu aku akan menyusulmu”
“Baiklah, akan aku kirimkan”
Renjun menyadari semuanya. Ia tak bisa terus menerus tinggal di masa lalu yang menyakitkan. Ada seseorang yang sudah menunggunya, rasa menyesal hadir karena tak sedari awal ia menyadari hal ini. Tapi untunglah semua belum terlambat. Renjun ingin memperbaiki semuanya, ia akan membalas perasaan Jeno, dan membuat kebahagiaannya sendiri.
Jeno sudah selesai bersiap, kini ia akan bergegas berangkat untuk bekerja. Renjun mengantarnya hingga di depan mobil, si manis tak hentinya memberikan senyum indah pada Jeno. Cantik..
Renjun-nya sangat cantik, Jeno yang hendak pergi rasanya berat meninggalkan sang istri yang nampak menggemaskan sekarang ini. Haruskah ia tak pergi bekerja? Haruskah ia tinggal dan memeluk Renjun seharian? Atau perlukah dia membawa sang istri ke kantor?
“Kenapa diam? Nanti kau terlambat Jeno”
Perkataan Renjun membuatnya tersadar dari pikiran konyol yang hinggap karena tak sanggup meninggalkan Renjun. Jeno lantas menarik si mungil masuk ke dalam dekapannya. Ia peluk erat tubuh itu seolah tak ada hari esok untuk melakukannya. “Jaga dirimu dengan baik ketika aku tak ada di sampingmu”
Dikecupnya kening Renjun lama, ia pandangi dengan lekat wajah ayu lelaki 23 Maret itu, ia usap pipi gembil Renjun dengan lembut, dan Renjun hanya memejamkan matanya menikmati semua perlakuan Jeno.
Jeno mengecup bibir plum merah milik sang istri sembari berbisik lembut “Renjun, aku mencintai mu. Sangat.. ” setelah mengucapkan kalimat yang membuat hati Renjun berdebar, Jeno bergegas masuk ke mobilnya dan beranjak meninggalkan kediamannya bersama Renjun.
Ku rasa aku juga mencintaimu Jeno...
Kalimat itu hanya tertahan hingga tenggorokan dan tak mampu langsung diucapkan oleh si manis. Meskipun begitu, Renjun akan mengatakannya ketika ia sudah siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Life
Fanfiction"Berjanjilah untuk bertemu lagi, berjanjilah untuk mencintaiku lagi di waktu yang tepat, berjanjilah untuk datang dan mencariku. Peluk aku tanpa bersembunyi, katakan cinta tanpa rasa takut. Ayo berbahagia di kehidupan selanjutnya." ucap Renjun salin...