Tubuh Renjun melemah, ia hampir saja terjatuh jika Jaemin tak menahannya. Pikirannya sudah melanglang buana, membayangkan apa yang akan terjadi setelahnya.
Jeno ingin mendekati istrinya itu tapi lengannya ditahan oleh Tiffany. “Jeno.. Jelaskan pada ibu” ucap Tiffany tiba-tiba.
Jeno menatap Tiffany dan Renjun bergantian. Terlihat Renjun dibantu Jaemin dan Donghyuck meninggalkan aula.
“Tatap ibu Jeno.. ” Tiffany menekan setiap kata dari kalimat yang ia lontarkan. “kemana kau siang tadi? Dan dari mana kau dapat luka di tanganmu”
“ibu.. ” Jeno menatap Tiffany melas. “ini luka biasa ibu aku berkata yang sebenarnya”
“jangan bohongi ibu mu Lee Jeno!”
“a-aku, ibu aku, ini luka saat berlatih bersama Mark hyung bu.. Aku tidak bohong”
“Jika kau tidak memberitahu, ibu akan mencari sendiri jawabannya” kemudian Tiffany pergi meninggalkan Jeno di aula.
Donghyuck dan Jaemin kini tengah menemani Renjun di ruangannya. Tubuhnya dingin, tatapannya kosong, tangannya bergetar. “Renjun apa yang terjadi?” Tanya Donghyuck yang sama sekali tak mendapat tanggapan dari Renjun.
“Renjun ada yang melukaimu? Siapa? Katakan padaku tolong jangan diam Renjun” Jaemin bahkan sudah mulai frustasi terus menanyai lelaki mungil itu tapi tak kunjung dapat jawaban.
“Sepertinya Renjun kurang sehat, aku akan mencari paman Chanyeol atau bibi Wendy. Tolong jaga Renjun di sini Jaemin” Donghyuck segera keluar dari kamar Renjun dan pergi mencari orang tua Renjun.
Jaemin duduk berlutut di hadapan Renjun. Ia menggenggam lengan si mungil tapi kemudian “akhh.. Jangan ditekan Jaemin” Renjun membuka suara, ia meringis lukanya tertekan tangan Jaemin.
Luka ukiran nama Jeno masih terasa sakit bila disentuh. Jaemin yang penasaranpun menarik lengan baju Renjun kemudian matanya terbelalak. Tanpa sadar ia mencengkram kuat lengan Renjun.
“J-jaemin.. Ini sakit” ucap Renjun sembari berusaha menutupi nama Jeno di lengannya. “apa ini Renjun? Kau melanggar peraturan kerajaan?”
Jaemin tak bodoh untuk sekedar tahu permasalahan yang terjadi. Renjun dengan ukiran nama Jeno, batu suci yang sudah kotor oleh tetesan darah lain, dan pernikahan yang harus ditunda. Renjun tak bisa menahannya lagi. Air matanya tumpah seketika. Sementara Jaemin membeku, hatinya berdenyut nyeri mendapati kenyataan ini.
Jaemin mengepalkan tangannya. Genggaman pada tangan kecil Renjun ia lepaskan. Kecewa, sakit, marah, dan takut bercampur menjadi satu. Ia Mengacak rambutnya frustasi “Arghhh.. Bajingan!” Jaemin bangkit memukul dinding sekuat mungkin.
Renjun menarik lengan Jaemin masih dengan tangisan yang tersedu. “Jaemin aku mohon jangan katakan apapun.. J-jaemin aku, aku mohon jangan bicarakan apapun” Renjun jatuh memeluk kaki Jaemin.
Jaemin merendahkan tubuhnya, menatap matanya Renjun. Mata yang biasa ia lihat dengan kesenangan, mata indah jernih seperti langit penuh bintang, mata yang selalu menatapnya dengan lembut. Kini menatapnya dengan pandangan takut yang bergetar.
Hati Jaemin terasa begitu sakit, diusapnya pipi gembil si mungil. Perlahan ia lepaskan pelukan Renjun pada kakinya. Setelahnya Jaemin pergi tanpa mengatakan apapun.
Di lain sisi Jeno begitu khawatir melihat kondisi Renjun tadi. Ia tahu Renjun nya pasti ketakutan. Situasi sedang sangat genting sekarang.
Mark datang menghampiri Jeno. Ia baru saja kembali ke istana setelah berkelana mencari bukti “Pernikahan mu lancar bung?” ucapnya tanpa mengetahui apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Life
Fanfiction"Berjanjilah untuk bertemu lagi, berjanjilah untuk mencintaiku lagi di waktu yang tepat, berjanjilah untuk datang dan mencariku. Peluk aku tanpa bersembunyi, katakan cinta tanpa rasa takut. Ayo berbahagia di kehidupan selanjutnya." ucap Renjun salin...