Hi aku hadir bawa kumpulan cerita-cerita ringan dengan main cast Park Jiyeon. ((Hidup ada yang kurang kalau gak nulis cerita mbak jiyi ༎ຶ‿༎ຶ))
Book ini berisi oneshoot/ twoshoot/ short story yang bisa sampai beberapa chapter ya.
Pairingnya akan teru...
Cast : Park Jiyeon as Jiyeon Genre : misteri, horor.
Cerita ini tidak sehoror yang kalian pikirkan. 😁
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jiyeon, gadis berusia 27 tahun, pemberani, cantik, dan juga pintar. Ia kini sedang menjalani perjalanan bisnis keluar kota untuk tugasnya sebagai direktur perusahaan. Sudah bukan pengalaman pertama ia menjalani perjalanan keluar kota seorang diri. Semua orang sudah menganggapnya sebagai gadis pemberani.
Jiyeon dulu sempat berpikir. Kenapa sang ayah mendidiknya dengan keras. Menuntutnya banyak hal. Hingga jurusan untuk sekolah saja juga ditentukan. Namun sekarang ia paham. Hasil didikan keras itu membuatnya setangguh batu karang. Iya, betul. Ternyata hidup menjadi seorang wanita dewasa lebih kejam dibanding menuruti kemauan sang ayah di masa lalu.
Well. Jiyeon puas dengan perjalanan hidupnya kali ini. Sang ayah tidak lagi memberinya batasan. Karena ayah-nya yakin, Jiyeon sudah mampu berkelana mengarungi jagat raya tanpa ditemani.
"Iya, Yah. Jiyeon sudah sampai di bandara kota tujuan. Ini baru naik taksi mau perjalanan ke hotel yang sudah ditentukan," lapor Jiyeon dengan senyum manis merekah di bibir meronanya.
"Acaranya besok, Yeon?" Suara tua itu kembali bertanya.
"Besok, Yah."
"Yeon."
"Iya, Yah?"
"Seperti biasa. Di tempat baru harus—"
"Harus jaga sopan santun, gak boleh berisik, jangan nyentuh barang asing, permisi dulu sebelum masuk ruangan, 'kan?" potong Jiyeon dilanjut menyebutkan pesan-pesan dari ayah tercinta. Tentu Jiyeon hapal semua pesan ayah-nya, karena seringnya hanya itu-itu saja.
Kekehan suara yang Jiyeon selalu rindukan mengudara merdu. Mendengar ayahnya tertawa hati Jiyeon berubah hangat. "Jiyeon, masih inget kok, Yah."
"Anak pinter," puji sang ayah.
"Ya udah. Aku matiin dulu, ya. Ini mau sampai," pamit Jiyeon. Setelah mendapat persetujuan dari sang ayah. Jiyeon langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil.
