C17-(Kembali2)

341 63 11
                                    

Blush

Al terdampar di kasur empuknya lalu kesadaran nya diambil alih oleh kegelapan. Begitu juga dengan RKS.

Keesokan harinya...

"Ughk, badanku terasa pegal dan sakit." Gerutu seorang remaja yang merasakan tubuhnya seperti di banting2 kan semalam.

"Meong"

"Aish, ALLAHU AKBAR LAA ILAHA ILLAHU WA RAHMAN RAHIM. AL MALIK AL KUDDUS AS SALAM AL-MUKMIN. siapa yang naro kucing di sini bah!" kaget remaja itu yang tidak lain adalah Al.

Brak!

"Ada apa? Kenapa teriak al?!" Tanya mendadak tammy. Ia begitu terkejut saat mendengar suara keras yang berasal dari kamar Al. Terlebih nya lagi, al menyebutkan asmaul husna.

"Kak itu kucingnya siapa? Kok ada di kamar al sih. Nanti kalo berak sembarangan gimana?!" Omel al.

"Bukannya situ yang mau melihara kucing. Kemarin aja kamu nyuruh kakak buat beliin makanan kucing"

"Kapan?! Perasaan enggak deh"

"Kenak amnesia mendadak kamu al?" Ucap tammy dengan bumbu mengejek tentunya.

"Ih enggak, al tuh g melihara kucing." Elak al.

Tammy berfikir sejenak. "Ohh kakak tau, ini yang mau melihara kucing itu si kian, yang wajahnya mirip sama kamu itu lho. Dulukan kalian pernah ketuker--"

"Eh bentar2. Kamu udah kembali al?" Tanya tammy antusias.

Al mengangguk. "Trus sekarang siapa yang harus menjaga dan merawat ni hewan"

"Yaaa kamu lah siapa lagi"

"BIG NO!! tidak tidak! Tidak bisa! Ni kucing kayaknya harus di anter ke istana nih. Biar si kian yang rawat" ujar al.

"Emang bisa?"

"Yaa g tau sih. Mungkin pake teleportasi." Ucap al asal.

Pletak..

"Teleportasi kau bilang?! Memangnya ini dunia dongeng hah!" Ucap tammy setelah menjitak kepala al.

"Auh sakit, iya iya. Kan cuma ngomong asal doang. Huft oke deh, al yang rawat. Lagian lucu juga" Ucap al menyerah dan memilih untuk merawat baby kucing itu.

"Oke deh" Tammy melenggang pergi dari sana meninggalkan al yang terdiam di dalam kamarnya.

Di sisi lain....

"Astagfirullah, badanku terasa sakit"

"Apa yang terjadi? Apakah aku sudah kembali ke istana? Baiklah akan ku pastikan!" Ucap Kian santang, lalu keluar dari wisma nya dan berjalan menuju kediaman sang raja, Siliwangi.

Saat tiba di depan pintu kediaman milik ayahanda nya, prajurit yang melihat kian santang segera berjongkok dan menundukkan pandangannya serta tangan kanan yang mereka letakkan tak jauh dari dada mereka seperti tengah sedang memberikan hormat ala kerajaan. Yakali hormat kayak upacara bendera.

"Salam kami Raden"  Salam sopan para paman prajurit, kian santang mengangguk dan melangkah kan kaki nya memasuki kediaman ayahanda nya. Setelah kepergian Kian santang para prajurit segera bangun dan berdiri dengan tegak.

"Ayahanda..."

"Putraku... ada apa? Hingga kau menemui ayahanda mu?" Tanya prabu Siliwangi heran.

Tanpa sepatah kata, kian santang memeluk erat Siliwangi. Sungguh, kian santang sangat merindukan sosok pria paruh baya yang sedang ia peluk ini.

Tanpa di sadari, ternyata kian santang telah membasahi pakaian Siliwangi karena air matanya. Hal itu membuat Siliwangi terheran-heran. Perlahan Siliwangi membalas pelukan putra nya itu, dan mengusuk pelan punggung putranya, agar sedikit merasa tenang. "Ada apa putraku? Mengapa kau bersedih?" Tanyanya.

"...." Kian Santang tak menjawab. Ia masih memeluk erat ayahanda nya.

"Putraku... Ada apa?" Suara lembut Siliwangi sekali lagi bertanya pada Kian Santang.

"Ayahanda.. Aku merindukanmu..." Ucap Kian santang, tanpa melepas pelukan mereka.

Siliwangi mengerutkan dahinya, bingung. Apa katanya, dia rindu? Bukankah kemarin dia menemui ku. Bahkan setiap hari, bukankah dia dapat mengunjungi ku? Pikir Siliwangi.  "Kau merindukan ku??" Tanya Siliwangi. Kian santang mengangguk lalu mengeratkan peluaknnya.

"Tapi.. putra ku, bukankah kemarin kita bertemu?" Tanya heran Siliwangi.

Kian santang melonggarkan pelukannya. "Itu bukan diriku.." gumam kian santang dengan suara kecil. Namun sayangnya dapat di dengar oleh Siliwangi.

"Kau mengatakan sesuatu putraku?"

"Ah.. Tidak ayahanda. Itu bukan apa-apa. Lupakan saja" Kian santang berucap dengan gugup.

"Baiklah, mari kita menemui punggawa istana" ajak Siliwangi sambil merengkuh tubuh putranya.

Kian santang mematung. Terdapat kerutan di dahi kian santang. "Untuk apa ayahanda?" Tanya kian santang. "Putraku kau baik-baik saja?" Bukannya menjawab, Siliwangi malah melontarkan pertanyaan pada kian santang.

"Aku baik-baik saja ayahanda.." Jawab kian santang sambil menatap bingung kepada ayahanda nya ini. "Jadi.. apa tujuan ayahanda membawa ku menemui punggawa istana? Apakah aku melakukan kesalahan?" Tanya kian santang.

"Bukankah kau akan di nobatkan sebagai pemangku raja. Apakah kau melupakan nya??" Tanya Siliwangi agak heran dengan sikap putra yang bisa dibilang gerak geriknya cukup aneh.

Degh..

Kian santang syok atas apa yang di dengarkan nya saat ini. Pemangku raja? Apa maksudnya? Pikir kian santang.

"Tidak ayahanda! Aku menolak semua ini. Ak-- aku menolak. Aku tidak ingin menjadi pemangku raja. Bukankah yang pantas menjadi pemangku raja adalah raka walangsungsang. Dia jauh lebih dewasa dariku" Ucap Kian santang beralasan.

Lagi-lagi Siliwangi mengernyitkan dahinya. "Bukannya kau sudah setuju putraku? Kemarin kau mengatakan jika kau menerima apa yang aku ucapkan" tanya nya.

Kian santang semakin bingung. Oh ayolah, dia baru sampai.. tiba-tiba sudah di tunjuk menjadi raja. Dimana hidungnya?!

Kian santang pasrah, akan semua peristiwa yang menimpa dirinya. Ini semua pasti gara-gara Al. Kian santang sudah tau itu. Untuk apa memendam dendam jika semuanya telah berlalu. Sepanjang perjalanan, kian santang hanya menampakkan wajah datarnya. Bahkan ketika saudaranya menyapa nya, Kian santang hanya diam. Auranya juga dingin. Ia terlanjur kesal dengan al. Tapi.. ia juga tak ingin membalas dendam. Satu orang yang menatap Kian santang tak suka. Dia adalah......

o0o



























Haihai...
Welcome to my stories..
don't forget to vote and follow my wattpad account.

Bye. See you next Chapter

SPACE BEHIND TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang