" 𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓑𝓲𝓻𝓽𝓱𝓭𝓪𝔂 "

5.2K 789 228
                                    

𝓤𝓵𝓪𝓷𝓰 𝓽𝓪𝓱𝓾𝓷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝓤𝓵𝓪𝓷𝓰 𝓽𝓪𝓱𝓾𝓷

Hari menjelang malam dan jalan sudah sangat sepi sama seperti kehidupan (Name). Bintang-bintang tidak kelihatan karena sudah tertutup dengan asap polusi udara gara-gara perekonomian yang sudah naik. 

Pada saat itulah (Name) sedang pergi keluar untuk membeli kue hadiah ulang tahun buat Sanzu, teman sekamar-nya. (Name) sudah merencanakan ini seharian dan mungkin ada 99% kemungkinan bahwa Sanzu akan marah tetapi (Name) akan tetap melakukan-nya.

"25 yen." Ujar penjual tersebut dengan ketus.

"Oke. Simpan aja kembalian-nya yaa." Tetapi (Name) memberi 50 yen ke penjual itu dan dia pun langsung keluar dari toko tanpa mengatakan hal lain.

Kue-nya sangat sempurna. Keempukan sudah terasa dari penampilan-nya. Stroberi-stroberi menghiasi krim vanilla dengan elegan. (Name) sudah tidak sabar untuk mengejutkan Sanzu dengan hadiah ini.

"Oi, (Name). Mana ucapan HBD ke gue?" Sanzu keluar dari kamar yang bau narkoba sambil menguap. Dia baru saja tidur sore dan seharian ini dia tidak pernah mendengar teman sekamar-nya bilang selamat ulang tahun. Padahal hari ini adalah hari ulang tahun-nya dia.

"Tch, kalau dia sampai rumah bakal ku geprek kepala-nya." Gumam Sanzu kecewa. Dia mengambil pistol andalan-nya dan mengisi peluru.

Setelah beberapa detik, suara hentakan sepatu terdengar dari luar. Sanzu sudah bersiap-siap untuk memukul muka (Name). Saat pintu sudah bersuara ckrek, Sanzu langsung menembak ke arah yang tidak menentu. Untung aja si (Name) sudah terbiasa dengan hal ini jadi dia menghindar dengan gampang.

"Kau tahu aku tidak suka mendengar suara tembakan, Haru-kun." (Name) menghela nafas kasar.

"Kau melupakan hari ulang tahun-ku, sayang." Sanzu memutar mata-nya masih merasa sangat kesal karena dia meleset.

"Oh aku meminta maaf, sweetheart. Tetapi aku telah membawakan kue." (Name) menyingkirkan semua obat-obatan di meja dan menaruh kue-nya dengan pelan.

"Wah, kue!" Sanzu memaksakan senyum-nya. (Name) pun ikut tersenyum, mengira bahwa Sanzu benar-benar senang.

"Kau benar-benar suka hadiah-ku?" (Name) tersenyum lebar, terlihat sangat lucu di muka Sanzu.

"...Tapi gue gak suka kue. Taruh di situ nanti besok lu yang makan atau buang aja." Muka Sanzu berubah menjadi muka datar dan langsung mendobrak pintu kamar-nya.

Tubuh (Name) menegang, tangan-nya bergetar, dan mata sudah menahan air mata. Suara dobrakan pintu, suara tembakan, dan suara yang berkaitan dengan itu membuat (Name) mengingat hal yang tidak ingin dia ingat kembali.

"Heh, gue kira lu bakal seneng, Haru-kun. Benar-benar hal yang mustahil membuat-mu tersenyum lebar." (Name) mengedip sekali untuk mengeluarkan air mata yang tidak keluar-keluar dari mata-nya.

'Sayang uang-nya. Gue bakal taruh aja di kulkas.' Dengan tangan bergetar, (Name) mengambil kue-nya dan menaruh ke dalam kulkas pelan-pelan.

Sesudah itu, (Name) mulai merapikan ratusan bir, bekas makanan, dan obat-obatan yang kotor di lantai. Meja-nya di bersihkan dan membereskan bahan-bahan makanan agar dia bisa masak untuk makanan besok. Uang-uang 'milik' Sanzu yang bertebaran, di masukkan ke dalam celengan. Sisa rambut dan sisa-sisa kotoran di buang keluar agar rumah tidak menjadi bau.

'Yosh! Kegiatan terakhir...' (Name) mengambil kertas dan menulis sesuatu. Dia pun menyelipnya di bawah pintu kamar Sanzu dan pergi ke kamar-nya sendiri untuk tidur mengira bahwa Sanzu udah pergi untuk menemui geng-nya lewat jendela.

'Gomen, (Name).'

Sebenar-nya, Sanzu berada di dalam kamar, memperhatikan kertas yang di tulis (Name) bersama senyuman tipis menghiasi muka-nya. Habis Sanzu mendengar suara dengkuran (Name) yang kecil, berhati-hati dia keluar dari kamar dan mengambil kue-nya kembali. Dia langsung mengambil pisau yang baru saja digunakan untuk membunuh pengkhianat Bonten dan memotong kue-nya, rapi. 

Dia mengangkat potongan kue-nya dan meletakkan kue-nya ke atas piring yang sudah bersih. Menggunakan sendok teh untuk mengambil satu suap kue tanpa menciptakan suara.

'...Enak.' Sanzu tersenyum tipis dan memakan-nya lebih lahap. Mata-nya sedikit berair karena dia sudah tidak merasakan kasih sayang seperti ini sejak seumur hidup-nya.

Mungkin keesokan hari-nya dia harus meminta maaf ke (Name).

𝓮𝓷𝓭

𝑪𝒉𝒊𝒍𝒍 ↪ 𝑨. 𝑯𝒂𝒓𝒖𝒄𝒉𝒊𝒚𝒐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang