Chapter 1

899 145 18
                                    

Jangan lupa votenya ya, thank you
Maaf ya kalo banyak typo, saya nulis dalam keadaan kurang sehat juga jadi nggak begitu fokus.

Warning GXG!
_______

Terlihat gadis berambut pendek sedang duduk dikursi rodanya sambil menatap keluar jendela, bayangan-bayangan masa lalunya selalu terlihat bahkan ia merasakan rindu kepada sosok itu. Banyak yang ingin dirinya ucapkan, begitu sangat bersalah karena pergi tanpa pamit.

“Sayang, kamu lagi ngapain? Kok ngelamun gitu?”

Gadis itu menoleh ke samping kanan memberikan senyuman tipis, “Lagi lihat-lihat pemandangan doang kok, Bunda.”

Perempuan paruh baya itu tersenyum sembari mengusap rambut putri semata wayangnya, ada raut gelisah karena takut jika ia akan kehilangan putri satu-satunya ini.

“Minum obatnya dulu ya, Mir. Kamu belum sempat minum obat loh.” ucap Anin sang bunda.

Mira tak menjawab ia terdiam beberapa menit hingga akhirnya mulai mengeluarkan suaranya, “Mira capek harus minum obat dan tinggal dirumah sakit. 2 tahun loh, aku pingin kayak orang-orang normal, Bun. Aku pingin sekolah, aku pingin main sama temen-temenku kayak dulu, bukan malah menghabiskan waktu cuma buat minum obat.”

Tanpa sadar air matanya turun ke pipinya yang terlihat begitu tirus bahkan wajahnya sekarang sangat pucat. Anin yang mendengar penuturan sang anak kini memeluk tubuh anak gadisnya itu, memberikan kehangatan bahwa dia tak sendirian ia sebagai seorang ibu selalu menemaninya.

Ceklek

“Eh, ada Ara. Masuk aja, Ra. Kamu kesini sama siapa?” Anin langsung menghampiri gadis seumuran dengan anaknya itu.

“Di anterin sama papah tadi. Oh ya ini ada bubur ayam buatan mama untuk Tante Anin, Om Boby sama tuh opung.” Ujar Ara diakhiri meledek sahabatnya.

“Gue denger ya lo ngomong apa barusan curut.” Ucap Mira diujung jendela yang asik melihat pemandangan kota Singapura.

Anin tersenyum sembari menggelengkan kepalanya setiap kali anaknya ini bertemu dengan Ara pasti mereka ribut.

“Tante keluar bentar ya cari suami tante dulu.” ucap Anin.

“Kalo nggak ketemu cari suami baru aja, Tan.” Samber Ara bercanda.

Anin tersenyum, “Boleh, kalo papahmu mau.”

“Uaduh.”

Anin tertawa melihat wajah kikuk Ara seperti tertekan, padahal yang memulai anak itu, tapi kenapa malah dia juga yang merasa tertekan.

“Titip Mira ya, Ra?”

Ara menegakkan tubuhnya, “Bisa. Sejam lima puluh ribu, gimana? Murah kok itu.”

“Heh, domba garut! Lo kata gue warnet apa, lagian nggak ada tuh warnet sejam lima puluh ribu paling mentok-mentok sejam lima belas ribu.” Hardik Mira.

Lagi-lagi Anin yang melihat itu hanya tersenyum, ia senang karena setidaknya ada Ara yang mau menemani Mira bercanda seperti ini. Semenjak tinggal di Singapura 2 tahun untuk pengobatan Mira, ia jarang melihat Mira banyak berbicara seperti ini jika tidak ada teman dan untungnya ada Ara gang selalu menemani putrinya ini.

“Buka mulut lo buruan.” ucap Ara setelah Anin keluar dari ruangan Mira.

“Mau ngapain?”

Ara memutar malas bola matanya, “Mau gue masukin obeng, ya makan bubur ayam lah. Pake nanya lagi lo.”

Mira nurut aja buka mulut waktu Ara suapi satu sendok bubur ayam yang rasanya kayak buryam di Indonesia. Baru tuh bubur masuk ke mulut tiba-tiba aja sama Mira di muntahin ke lantai.

REMBULAN - CHIMI [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang