10. Bersekolah

1K 164 10
                                    

Terimakasih Ayah...

.

.

Happy Reading~





Terhitung sudah satu tahun kehidupan Jeno berubah. Di umur Jeno yang sekarang, dia harus bisa menjadi laki-laki lebih kuat lagi. Umur 6 tahun, Jeno sudah harus mulai sekolah seperti kakaknya. Dulu Mark masuk sekolah saat masih berusia kurang dari lima tahun. Tapi Jeno masuk dalam umur 6 tahun.

Jeno belum meminta pada ayahnya untuk bersekolah. Jeno takut Ayah tidak mengizinkan. Tapi Jeno juga harus sekolah bukan? Dia harus berani meminta pada Ayah. Jeno sudah menyiapkan mental untuk bertanya dari seminggu yang lalu. Jeno juga sudah merangkai kata-kata yang baik untuk dikatakan pada ayahnya.

"Huh.. Jeno halus belani, Jeno kan pengen sekolah juga kayak Kak Malk."

Jeno masih cadel. Ya, semoga itu bukan menjadi alasan Sang Ayah untuk tidak mengizinkan Jeno bersekolah. Jeno sudah berada di depan pintu ruang kerja Ayah. Jeno berkeringat dingin. Tangan Jeno juga sudah sangat basah karena keringat. Tapi tangan Jeno memang selalu basah.

Anak itu mengetuk pelan pintu ruangan. Masih belum ada respon dari Ayah. Mengetuk dua kali, masih belum ada. Tiga kali, masih belum ada respon. Hingga Jeno memberanikan diri untuk berbicara.

"A-ayah.. Jeno mau ngomong sesuatu sama Ayah..."

Di dalam sana Ayah berdecak kesal. Dia tengah sibuk mengurus berkas-berkas dari kantor dan Jeno mengganggunya. Ayah mencoba mengontrol emosi agar tidak merusak suasana hatinya siang ini.

"Masuk."

Jeno membuka pelan pintu ruangan Ayah. Di sana ada Ayah yang sedang duduk dan sibuk pada komputer. Jeno perlahan mendekat.

"Ayah.. J-jeno mau minta izin..." Jeno berkata lirih. Hanya dibalas deheman oleh sang Ayah.

"Jeno pengen sekolah, Yah.."

Kegiatan Ayah seketika berhenti saat mendengar bahwa anaknya ingin bersekolah. Kenapa tiba-tiba sekali?

"Sekolah? Ngapain sekolah?"

"Y-ya biar Jeno pintel kaya Kak Malk Yah.."

Sebenarnya Ayah masih kurang yakin akan menyekolahkan Jeno. Tapi karena Ayah rasa umurnya sudah mencukupi ya tidak masalah.

"Besok Ayah daftarkan." Ayah berkata dengan nada datar. Jeno seketika mengangkat kepalanya dengan senyuman yang mengembang.

"Benelan, Yah? Ayah nggak bohong? Makasih, Ayaah!"

Diam-diam Ayah tersenyum dibalik layar komputernya. Sudah lama Ayah tidak melihat Jeno tersenyum seperti ini. Ayah ikut senang melihatnya.

Jeno sudah berlalu dari sana. Meninggalkan Ayah dengan tatapan kosong menghadap ke komputer dengan secarik senyuman tipis.

***

Esoknya Ayah benar-benar mendaftarkan Jeno di sekolah tempat kakaknya menuntut ilmu. Jeno sangat senang, akhirnya dia bisa mempunyai banyak teman. Selama di rumah teman Jeno hanya Jaemin saja. Jeno ingin seperti kakaknya. Teman Mark sangat banyak.

Kini Jeno tengah berada di ruang kepala sekolah. Bersama Ayah juga tentunya. Sekolah yang akan Jeno tempati ini sangat elit. Bisa dibilang sekolah terbaik? Anak-anak yang masuk sekolah itu rata-rata berasal dari keluarga konglomerat. Seperti Jeno dan Mark tentunya.

Jeno diantarkan oleh guru yang akan mengajarnya hari ini. Saat sudah sampai depan kelas, Jeno di minta menunggu. Jeno gugup sekali. Ini hari pertama anak itu sekolah. Jeno takut dia tidak punya teman. Dia hari ini juga belum melihat Mark, kakaknya. Entah anak itu berada di kelas mana.

"Anak-anak, kita kedatangan teman baru. Nak, sini masuk." Ibu guru melambaikan tangannya meminta Jeno masuk. Dengan langkah pelan Jeno memasuki kelas, dia disambut dengan banyaknya murid di kelas ini yang menatapnya antusias. Jeno menjadi merasa lebih percaya diri.

"Perkenalkan dirimu, Nak."

"H-hai, namaku Jeno, Lee Jeno. Semoga kita bisa belteman baik." Jeno melambaikan tangannya gugup. Menatapnya seisi kelas dengan tatapan malu. Anak-anak yang lain menatapnya dengan senyuman ramah. Sepertinya mereka senang mendapat teman baru.

"Hai Jeno!! Sini-sini duduk sama aku!!" Seorang anak yang duduk dibarisan tengah bagian pinggir--menempel tembok--mengajaknya untuk duduk satu bangku. Padahal dia sudah punya teman satu bangku.

"Apaan sih!! Kamu kan udah duduk sama aku!! Jeno! Mending kamu duduk sama dia noh!!" Anak yang duduk disebelahnya merengut tak suka dengan ajakan teman sebangkunya.

"Nggak nggak! Jeno duduk sama aku! Bu guru! Jeno duduk sama Echan ya Bu!" Anak itu masih kekeh ingin duduk bersama Jeno.

Bu Guru hanya menghela napas lelah. "Iya iya, Jeno kamu duduk sama Haechan ya. Renjun, mm.. kamu pindah ya, Nak?" Tanya guru dengan hati-hati.

"Huh! Iya deh Bu, Njun pindah." Anak itu berkata lesu sembari pindah pada bangku depannya yang kebetulan kosong.

Sebelum benar-benar duduk, anak itu sempat memberikan kepalan tangannya pada anak yang berkulit tan. Teman sebangkunya tadi. "Heuu."

Jeno berjalan perlahan menuju bangkunya. Di sana anak bekulit tan itu menyambutnya dengan ceria.

"Hai Jeno! Kenalin aku Echan!" Anak itu mengajak Jeno bersalaman.

Jeno membalasnya, "Aku Jeno.."

Pelajaran berjalan seperti biasa. Jeno masih enggan berbicara pada teman sebangkunya. Dia malu.

"Jeno Jeno, kamu bawa penghapus nggak? Pinjem dong." teman sebangku Jeno menepuk pelan pundak Jeno.

"Oh? Aku bawa kok, nih." Jeno memberikan penghapus berbentuk bulat dengan warna putih.

"Makasiii." Jeno hanya mengangguk.

Tak lama bel istirahat berbunyi. Beberapa anak kelas Jeno menghampirinya dan mengajaknya berkenalan.

"Hai Jeno! Kenalin kenalin aku Sanha!"

"Jeno! Nih jajan buat kamu. Namaku Seungmin!" Anak yang bernama Seungmin itu memberikan Jeno jajanan kemasan berwarna oranye.

"Makasih ya, aku Jeno," balas Jeno malu-malu.

"Ke kantin yuk Jen!" Ajak anak berkulit putih dengan tubuh yang sedikit lebih mungil.

Jeno hanya menatapnya polos. "Ah, kenalin nama aku Renjun. Huang Renjun." Anak itu memperkenalkan diri.

Jeno mengangguk, lantas berdiri dan mengajak anak itu untuk ke kantin bersama.

"Aku nggak diajak!" Laki-laki dengan rambut berantakan itu berteriak kesal.

"Tadi nggak nanya!!" Dibalas oleh Renjun.

Mereka bertiga. Jeno, Haechan dan Renjun berjalan bersama menuju kantin.

"Eh itu Jaemin! Nana!" Jeno melambaikan tangannya pada Jaemin yang sedang duduk sendirian.

"Jeno!"

Jeno berlari menuju tempat Jaemin duduk. Diikuti oleh teman baru Jeno.

"Kamu sekolah di sini juga?" Jaemin mengangguk.

"Kok sendilian?"

"Aku belum punya temen." Jaemin menjawab lesu.

"Aku udah punya temen loh! Kenalin, ini Lenjun, ini Haechan."

"Halo, Jaemin! Aku Haechan," sapanya dengan ceria, tersenyum manis pada Na Jaemin. Mengulurkan tangan me minta jabatan, diikuti oleh Renjun.








To be continued...

Why Me? | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang