Kehilangan. Adalah kata yang sangat aku benci. Aku tau semua orang pasti merasakan kehilangan. Karena di setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Apapun wujud perpisahan itu nanti.
.
.
Happy Reading~
Seorang pria berlari kencang di koridor rumah sakit bersama dengan seorang laki-laki yang mengikutinya dari belakang dengan langkah tergesa dan tak kalah panik dengan pria didepannya. Saat sampai di depan ruang UGD terlihat seorang anak laki-laki tengah duduk di kursi tunggu sendirian dengan sisa-sisa isak tangis.
"Jeno."
Anak yang dipanggil 'Jeno' itu mengangkat kepalanya perlahan. Matanya membulat saat tahu siapa yang memanggilnya.
"A-ayah..."
Jeno menatap takut sang Ayah yang menatapnya tajam. Di tambah takut lagi saat ia melihat laki-laki yang berada di sebelah ayahnya sedang menatap tak kalah tajamnya.Anak itu menunduk dalam. Takut sang Ayah marah pada dirinya.
"Ikut Ayah."
Jeno bangkit dari duduknya dan mengikuti ayahnya berjalan. Ia tidak tau akan dibawa kemana yang penting ikuti saja dulu. Sedangkan laki-laki yang dipanggil 'kakak' itu duduk di kursi tunggu di tempat yang Jeno duduki sebelumnya.
"Bunda..." laki-laki itu berujar lirih. Sedari tadi dia sudah menangis hebat.
"Jeno... lagi? Kenapa harus Jeno?
***
Seorang anak laki-laki dan seorang pria nampak berdiri di samping kursi taman rumah sakit. Mereka saling diam.
"Duduk."
Anak itu duduk di kursi besi dengan perasaan campur aduk. Ia meremat ujung baju yang dipakainya. Khawatir sang ayah akan memarahinya. Pria itu masih bertahan dengan posisinya. Berdiri di samping kursi taman tanpa berniat untuk duduk. Berjongkok di depan putranya dan mencoba tenang.
Ayah menatap mata Jeno yang sembab, bibir tipis anak itu masih bergetar menahan tangis. "Kenapa, Jeno? Bundamu kenapa?"
Alih-alih mengkhawatirkan istrinya, ia lebih memilih menginterogasi anak bungsunya. Ia ingin tahu kronologi kejadian yang menimpa sang istri dari anaknya sendiri. Bukan orang lain.
"Je-jeno..." Jeno takut. Jeno takut Ayah akan memarahinya karena kejadian ini.
"Jeno... tadi pengen beli pelmen kapas t-telus pas Bunda nyeblang ada mobil besal na-nablak Bunda..."
Ayah nampak terkejut dengan penjelasan anaknya, tapi dia berusaha mengendalikan perasaannya. Jangan sampai dia marah pada anaknya sendiri.
"Jeno yang nyuruh Bunda beli?" Tanya pria itu lagi.
"J-jeno nggak nyuluh kok, Yah.. B-bunda sendili yang pengen beliin Jeno p-pelmen..." nadanya memelan di akhir.
Pria yang berstatus seorang ayah itu menarik napas panjang. Dia harus bisa sabar atas kejadian yang menimpa istrinya. Jangan sampai dia marah pada anaknya, bagaimana pun anaknya tidak salah. Dia masih balita.
Tapi entah kenapa perasaan marah dan kecewa muncul pada dirinya.
Pria itu lantas pergi meninggalkan Jeno sendirian di kursi taman. Jeno menunduk takut. Ia juga merasa bersalah atas kejadian itu. Tapi yang terjadi sudah terjadi. Tidak bisa diubah. Dia tahu Ayah sangat terpukul atas ini. Andai Jeno bisa memutar waktu, ia tidak ingin melakukannya. Ia tidak akan meminta dibelikan permen kapas jika tau hal ini akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? | Lee Jeno
Romance"Jeno, hidup itu bagai mendaki gunung. Dan saat masa-masa itu telah usai, nikmati indahnya pemandangan dari puncaknya." Rank 210718 #1 in mentalillness 210915 #1 in father 211127 #1 in donghae 220512 #2 in illness 210810 #4 in jessica ⚠ CERITA INI...