Kehilangan memang berat. Tidak ada orang yang ingin merasakan kehilangan. Tapi semua orang pasti akan merasakannya.
.
.
Happy Reading~
Pemakaman Bunda sudah selesai satu jam yang lalu. Kini dikediaman Jeno sudah sepi, orang-orang yang melayat satu-persatu pergi. Kembali ke tempat masing-masing. Kembali ke urusan masing-masing.
Kini, tersisa Jeno, Mark, dan Ayah yang menemani. Mark masih menangis sedari semalam, hanya beristirahat untuk tidur. Pun hanya sebentar, setelah bangun dia akan kembali menangis dan meraung meminta bundanya kembali.
Ayah tidak mampu berbuat apa-apa. Karena dia sendiri sangat terpukul atas kepergian Sang istri. Menenangkan diri sendiri saja ia tak sanggup apalagi menenangkan kedua putranya yang sama sedihnya dengannya. Tapi sebagai seorang ayah, ia harus bisa memberikan ketenangan kepada kedua buah hatinya, dengan cara apapun.
Ayah kini sedang berada di kamar si sulung. Beberapa menit yang lalu Mark terbangun dari tidurnya dan berteriak kencang memanggil Bunda. Terus menggumamkan kata-kata bahwa ia ingin bundanya kembali. Namun sampai kapanpun Sang Bunda tidak akan pernah kembali ke dunia bersama mereka.
Sedangkan Jeno? Entahlah, dia sangat sedih, dia sangat ingin dipeluk oleh Ayah dan kakaknya. Ayah datang untuk memberinya susu hangat dan pelukan singkat. Setelahnya dia pergi menemui Mark.
Jeno hanya mampu meringkuk di atas kasur dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya. Terisak pelan dengan air mata yang mengalir deras membasahi sprei kasurnya. Dia terus menggumamkan kata maaf entah pada siapa. Jeno merasa bersalah. Benar, walaupun itu bukan kesalahannya tapi dia tetap merasa bersalah karena tidak bisa melindungi dan menyelamatkan ibunya saat itu.
Jeno merasa tidak berguna sekarang. Ayah pernah mengatakan, 'laki-laki harus kuat. Laki-laki harus bisa melindungi perempuan. Jangan pernah menyakiti perempuan atau kamu nggak pantas disebut laki-laki'. Tapi, hei, dia tidak menyakiti bundanya bukan? Dia hanya tidak bisa melindunginya. Tapi, sama saja... dia tidak bisa melindungi Bunda, dia tidak bisa menyelamatkannya. Itu kesalahannya.
"Bunda, maafin Jeno... Jeno nggak bisa jagain Bunda, Jeno nggak pantas disebut laki-laki ya, Bun? Kalena Jeno nggak bisa ngelindungin Bunda... Jeno malah nyakitin Bunda..."
Jeno terus menangis dengan isak tertahan. Penyebab Jeno menangis sekarang bukan hanya karena kepergian Bunda, tapi ia merasa tidak enak badan. Merasa mual dan pusing tidak seperti biasanya. Hari-hari biasa Jeno memang sering merasa mual dan pusing, tapi kali ini berbeda. Seperti lebih sakit dari sebelumnya. Kepalanya dipenuhi bayang-bayang darah di atas aspal. Sepertinya Jeno phobia darah. Karena saat ibunya kecelakaan dulu juga ia sempat melihat secara langsung kejadian itu dan mengalami hal sama seperti yang dirasakan sekarang.
"Bunda... sakiit... pelut Jeno sakit Bunda... tolong elusin... Jeno mau Bunda..."
Pintu kamar Jeno tidak sepenuhnua tertutup. Ayah yang baru saja keluar dari kamar si sulung samar-samar mendengar rintihan kecil dari kamar si bungsu. Khawatir, ia membuka pintu kamar Jeno dengan kuat hingga menimbulkan suara yang cukup keras untuk mengejutkan putranya.
"Jeno?!"
Begitu masuk, ia melihat gundukan selimut berwarna abu yang sedikit bergetar di atas kasur. Sudah dapat ditebak jika itu Jeno yang sedang menangis dan merintih kecil. Dengan cepat ia berjalan ke arah kasur Jeno dan membuka selimut itu perlahan. Terlihat Jeno yang sedang meringkuk dengan sprei basah dan air mata mengurai deras sembari memegangi perutnya yang terasa mual.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? | Lee Jeno
Storie d'amore"Jeno, hidup itu bagai mendaki gunung. Dan saat masa-masa itu telah usai, nikmati indahnya pemandangan dari puncaknya." Rank 210718 #1 in mentalillness 210915 #1 in father 211127 #1 in donghae 220512 #2 in illness 210810 #4 in jessica ⚠ CERITA INI...