13. Kepedulian Sahabat Jeno

1.1K 180 148
                                    

Sahabat sudah seperti keluarga kedua bagiku. Mereka merelakan apapun demiku. Dan mereka mampu membuatku bahagia dengan cara sederhana.

.

.

Happy Reading~






Akibat menangis semalaman Jeno benar-benar merasa sesak sekarang. Baru saja ia membuka mata setelah tertidur akibat terlalu lelah menangis, Jeno disambut dengan rasa sakit di dadanya. Dahinya mengernyit dalam. Ini lebih sakit dari semalam.

"Ayah.. Kakak.. tolongin Jeno..."

Napas Jeno memburu. Jeno benar-benar panik. Mengapa rasanya semakin sakit saja? Jeno tidak kuat.

"Ayah.."

Jeno berjalan merangkak menuju pintu kamar. Membukanya dengan posisi masih terududuk di lantai. Rumah sudah terasa sepi. Sepertinya Ayah dan kakaknya sudah berangkat sedari tadi. Pasti, jam sudah menunjukan pukul 8 pagi. Dan Jeno sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah.

"Bunda.. sakit banget..."

Jeno terus merintih dan tubuhnya menggeliat di atas lantai yang dingin. Rasanya benar-benar sakit. Dadanya nyeri tak karuan. Jeno seperti ingin mati saja.

"Ayah.."

"Ya Tuhan.. kenapa dada Jeno sakit banget.. tolongin Jeno.." Jeno membatin lirih. Rasanya sudah sulit untuk mengeluarkan suara. Mulutnya tidak bisa di gerakkan.

"Ayah.."

Napas Jeno lama-kelamaan semakin terasa sesak. Dadanya terasa sangat berat dan tertekan. Jeno terbatuk-batuk hingga tenggorokannya terasa sakit. Jeno benar-benar kesakitan.

Samar-samar Jeno mendengar suara pintu terbuka. Sepertinya ada yang membuka pintu kamarnya. Jeno bersyukur karena yang membuka pintu adalah bibi.

"Ya ampun Nak Jeno.."

Bibi menggendong Jeno dan membawanya keluar rumah untuk menghampiri supirnya yang tengah meminum kopi.

"Pak Aldi! Tolong ini Nak Jeno!" Bibi berteriak saat berada di terasa rumah.

"Ya Tuhan! Jeno kenapa? Ayo ayo ke rumah sakit!"

Pak Aldi yang berprofesi sebagai supir pribadi Ayah dan kebetulan sedang tidak bertugas segera mengendarai mobil dalam kecepatan tinggi menuju rumah sakit tempat Dokter Siwon bekerja.

***

Sementara di sekolah teman sekelas Jeno tengah uring-uringan sebab Jeno belum juga sampai sekolah padahal pelajaran sudah dimulai sedari tadi. Renjun yang duduk di depan bangku Jeno memandangi kursi tempat anak itu duduk dengan pandangan khawatir. Tidak fokus dengan pelajaran yang sedang diterangkan.

Dan Haechan yang memang terlalu santai hanya menikmati pelajaran dengan tenang. Renjun tak habis pikir dengan bocah gembul itu, kenapa dia bisa sesantai itu sedangkan temannya tidak berangkat sekolah tanpa kabar.

Hingga pelajaran pertama selesai pun masih belum ada tanda tanda laki-laki dengan senyum manis itu datang. Ibu guru yang melihat adanya kursi kosong bertanya pada Haechan.

"Haechan, teman sebangkumu mana, Nak? Kok dari tadi Ibu nggak lihat."

Baru saja Haechan membuka mulut hendak menjawab, Renjun lebih dulu bersuara. "Nggak tau, Bu, Jeno nggak kasih kabar apa-apa."

Ibu guru mengangguk mengerti. "Ya sudah, nanti biar ibu telfon orang tua Jeno ya."

Renjun yang mendengarnya menatap ibu guru senang. "Beneran, Bu? Makasih ya, Ibu! Nanti kalau ibu udah dapet kabar, kasih tau Renjun ya?"

Why Me? | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang