03. Stop Hoping Will Be a Good Choice

190 47 6
                                    

follow Instagram @delightmare

Happy reading <3

"Apakah ada yang ditanyakan?" Pak Sabar yang memegang kendali atas guru kesiswaan bertanya ketika tujuannya telah di sampaikan.

Ada rapat kecil sehabis pulang sekolah yang melibatkan setiap ketua ekskul hari ini. Shena yang niat awalnya pulang bersama Shaga jadi ragu bahwa pemuda itu akan menunggunya sampai ia selesai rapat. Tidak, Shaga tidak sebaik itu untuk melakukannya.

"Pak, izin bertanya, kira-kira tanggal tepatnya kapan? Soalnya kami butuh persiapan juga."

"Tadi ketua OSIS kalian bilang ke saya, demo ekskul dilaksanakan minggu depan hari Jum'at setelah senam pagi. Jadi bapak mohon persiapkan dengan baik, karena ekskul di sekolah ini bersifat wajib sama seperti pramuka, jadi setiap siswa harus mengikuti ekskul setidaknya minimal satu. Mengerti?"

Demo ekskul merupakan acara wajib dari SMA Cakrawala yang diadakan setelah penerimaan siswa baru setiap tahunnya. Sekolah ini sangat mengharuskan setiap siswa mengikuti salah satu ekskul selain pramuka. Tujuannya adalah agar semua siswa tak hanya terfokuskan pada akademik saja. Tak heran jika piala-piala prestasi non akademik yang didapatkan oleh SMA Cakrawala sangat banyak. Kerennya lagi, setiap piala tersebut mempunyai pemilik yang berbeda-beda alias setiap siswa yang mengikuti ekskul pernah merasakan lomba dan menang.

Saking wajibnya ekskul di sekolah ini, sampai disediakan absen oleh setiap guru ekskul. Hanya orang yang sakit dan berhalangan saja yang bisa izin, selain itu tidak. Jika bolos, maka akan terpampang nilai C atau D di rapor pada kolom ekskul. Mungkin ini hal remeh, karena bagi kebanyakan orang ekskul tidak sepenting itu. Tentu saja banyak siswa yang mengabaikan hal ini apalagi bocah-bocah nakal yang hobinya bolos di warkop belakang sekolah.

Balance adalah semboyan sekolah ini. Dengan mewajibkan para siswa untuk mengikuti ekskul, para siswa yang kesusahan dalam ilmu akademik tak bisa begitu mudah dipandang rendah karena mereka dapat membungkamnya dengan prestasi non akademik yang mereka punya. Maka dari itu, guru-guru seperti guru PJOK dan guru Kesenian lebih tegas dari guru mata pelajaran serupa pada umumnya. Mereka tidak hanya ingin siswa yang cerdas, namun kuat dan kreatif.

Para ketua ekskul langsung berdiri dari kursi ketika Pak Sabar menutup rapat kecil itu. Shena langsung mengangkat lengan untuk melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Gadis itu melebarkan mata ketika tahu rapat kecil tadi menghabiskan waktu sebanyak satu jam. Pupus sudah harapan Shena. Jangankan satu jam, lima menit saja Shena yakin Shaga pasti tak bisa untuk menunggunya. Ya karena, memang Shena sepenting apa, sih?

Tapi kan dia nggak mungkin ninggalin gue.

Shena membatin lesu. Kemudian ia menggelengkan kepalanya.

Stop it, Shena. Apa yang lo harapin dari seorang Shaga?

Shena mengangguk-anggukkan kepalanya yakin. Untuk apa dia berharap Shaga menunggunya? Menyadari kehadirannya saja tidak. Pikiran Shaga itu hanya diisi oleh Alyana. Lagipula seharusnya Shena senang, setidaknya ia tidak mendapat kata-kata pedas dari cowok itu hari ini. Ya, walau tadi pagi masih mendapatkannya, setidaknya untuk sore ini tidak, bukan?

Lagi-lagi Shena menepuk dadanya sendiri, meratapi nasib. Kenapa coba dirinya harus naksir Shaga? Karena, jika seandainya Shena tidak jatuh cinta dengan Shaga, semuanya pasti akan baik-baik saja. Tidak menjadi seperti ini. Shaga masih bisa bersahabatan dengan Shena dan Alyana tentu tetap bisa berpacaran dengan Shaga. Shena jadi tidak perlu merasakan sakit hati saat mendengar pernyataan itu.

Namun, sayang sekali itu semua hanya perandaian.

Shena duduk di kursi tunggu besi yang letaknya bersebelahan dengan rak sepatu. Gadis itu jadi yang terakhir meninggalkan aula, kini ia sibuk memakai sepatu sambil melamun. Setelah selesai, Shena berjalan dengan linglung keluar dari ruangan itu dan menuju ruang latihan dance untuk mengambil tas sekolahnya.

Sesuai Titik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang