24. Far from Everything

122 24 4
                                    

hi! dont forget to vote and leave a comment :b
follow Instagram @delightmare

Happy reading <3

Derit pintu ruang hemodialisis terdengar di telinga seorang wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan mata terpejam di salah satu sofa ruangan tersebut. Ia langsung berdiri begitu mengenali wajah orang itu. Matanya terlihat lesu, seperti biasanya saat melihat anaknya terbaring istirahat di atas kasur selepas menjalani terapi cuci darah.

“Dia nggak bakal kenapa-kenapa 'kan?” tanyanya langsung saat semenjak tadi dilanda kekhawatiran.

“Mbak, ada sesuatu yang mau aku omongin.”

Wanita itu—bunda Alyana—nampak mengatupkan bibir kala melihat wajah serius Dokter El, dokter yang sejak awal merawat Alyana, yang merupakan pula adik kelasnya sewaktu SMA. Ia langsung membuang muka ke arah Alyana yang terlelap.

“Dia akhir-akhir ini sering ngeluh capek padahal nggak ngapa-ngapain. Biasanya juga dia ngajak ayahnya buat olahraga ringan tapi sekarang udah nggak lagi.”

Dokter El ikut menatap Alyana sekilas sebelum kembali menatap wanita yang beberapa tahun lebih tua darinya. “Mbak tau tentang autoimun?”

“Penyakit lupus?”

Dokter El mengangguk. “Bedanya kalau autoimun organ yang diserang lebih banyak lagi.”

“Ah, begitu.”

“Alyana, Mbak. Dia terkena autoimun, itu sebabnya dia sering kelelahan walau nggak ngapa-ngapain.”

Jantung bunda Alyana hampir saja berhenti saat itu juga.

Tidak, bukannya apa, tapi mengetahui fakta anak sulungnya memiliki penyakit gagal ginjal saja sudah membuat hatinya mati. Dan selama ini ia selalu berdo’a, jika begitu susah Tuhan untuk menyembuhkan penyakit Alyana, maka janganlah tambahkan penyakit putrinya itu.

Demi apapun ia tak pernah siap. Melihat wajah pucat Alyana di setiap bangun tidurnya, rasa-rasanya ia ingin menggantikan posisi gadis itu. Biarlah Alyana yang bersenang-senang, ia masih muda dan hidupnya masih panjang.

Namun, memang siapa yang bisa melawan kehendak Tuhan? Itu pikir bunda Alyana selama ini.

“Kabar buruknya, serangan antibodi itu menyerang ginjal Alyana.” Dokter El melanjutkan. “Fungsi ginjal Alyana menurun menjadi kurang dari sepuluh persen, itu artinya—”

“Gagal ginjal stadium akhir.”

Ia sudah tahu akan kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi pada Alyana sewaktu-waktu meski ia sebenarnya tak mau jika itu benar-benar terjadi. Gagal ginjal stadium akhir sudah bagaikan momok paling menyeramkan yang mengganggunya selama ini pasca mendapati fakta Alyana mengidap penyakit gagal ginjal.

Lihatlah, betapa malangnya nasib gadis yang tengah terbaring di atas ranjang rumah sakit itu.

“Mbak nggak usah khawatir, selagi Alyana masih mau menunggu untuk mendapat donor ginjal dan nggak memutuskan buat menyerah cuci darah terus-menerus, aku yakin dia nggak bakal kenapa-kenapa.” Dokter El mencoba menenangkan.

“Kamu tau soal cita-cita Alyana yang ingin jadi dokter?” Alih-alih membalas, bunda Alyana malah melemparkan pertanyaan yang sedetik kemudian dibalas anggukan oleh Dokter El. “Dia searching banyak hal tentang penyakitnya dengan alasan itu wajar karena cita-citanya adalah dokter. Terus dia juga jelasin perihal penyakit gagal ginjal ke aku kayak dokter beneran yang lagi seminar dengan wajah sumringah seakan-akan dia nggak menderita penyakit itu.”

Sesuai Titik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang