Pria muda itu masih menatap benda dalam genggamannya dengan gugup. Tadi pagi, bibinya memberinya sebuah kotak beludru berwarna hitam lengkap dengan pita diatasnya. Tadinya ia kira hadiah dari wanita paruh baya itu. Ternyata bukan, melainkan hadiah ulang tahun dari ibu baptisnya yang sudah lama meninggal. Lengkap beserta sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan yang sudah atas namanya sendiri. Hadiah yang mengejutkan.
Sedari tadi ia terus menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Mengetuk ngetukkan ujung sepatu fantovelnya, namun urung untuk masuk. Sudah kesekian kalinya ia menghela nafas, berkacak pinggang dan membalikkan tubuhnya. Lalu kembali ke posisi semula.
"Boe?"
"Aish! Kkamjagiya."
Grim reaper itu terkekeh, lantas menyilangkan kedua tangan didepan dada.
"Uda jadi anak kuliahan toh. Pantesan disekolahan lama uda nggak ada."
"Dih, nyariin ya?"
"Ge er. Kamu ngapain daritadi ngeliatin bangunan kosong?"
"Tuh kan, kepo."
"Xavion."
"Iya paaaaaaa."
Keduanya menatap satu sama lain. Baru saja mereka merasakan sesuatu yang aneh pada batin keduanya.
"Tadi kamu bilang apa?"
"Iya. Kenapa? Gitu. Emang dengernya apa?"
Grim reaper jangkung itu menggelengkan kepalanya. Lalu terkekeh, mendadak otaknya agak konslet.
"Uda gede kan? Mau ngopi?" Tawarnya kemudian.
"Dibayarin kan?"
"Dasar misqueen. Yaudah ayok."
Xavion terkekeh, lalu mengekor pada laki-laki yang berjalan mendahuluinya. Terdengar nada dering dari balik saku.
"Yes, babe."
"Alex, code red. Ada bunuh diri massal dilokasi tempet lo berada sekarang dan itu praktik ilmu hitam. Grim reaper spesialisasi bidang itu masih dikit banget. Tapi levelan God uda jalan kesitu. Lo bisa bantu kan?"
"Oke."
"Ih, gue tuh nanya bisa apa nggak. Malah jawab oke."
"Bisa, sayang."
"Hati-hati."
"Yes, Sir."
Alex membalikkan badan, menatap Xavion, lalu mengusak kepalanya pelan.
"Duluan gih."
Baru berujar satu kalimat. Aura hitam bermunculan. Alex menghela nafas, ia menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari. Ia menghentakkan satu kaki cukup keras hingga kerikil kecil terpental ke sudut lain. Beberapa saat kemudian, garis warna warni terbentuk secara vertikal. Pria itu tengah membentuk barrier.
"Kid. You better go now. I'll catch you up later."
Alex membuka telapak tangan kirinya dan sebuah pedang terbentuk sempurna di sana.
"Promise?"
Grim reaper itu tertawa, dan kembali menatapnya.
"Lie is not one of my skill."
Xavion tersenyum, lalu pergi meninggalkan Alex yang mulai menebas arwah jahat menggunakan senjatanya.
"Wah. Dia ganteng banget anjeer." Mendengar perkataan Daniel, Killian terbahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Verse III
FanfictionBooks Friends sama sekali tidak terkait satu sama lain (Kecuali Friends Verse II dengan Friends Special Edition Shownu dan Dior). Thanks ⌯'▾'⌯ _________________________ Genre: Fantasy. Ship: BXB, BXG, GS. Bahasa: Indonesia, Inggris, baku-non baku...