Kennard & Daniel

69 7 0
                                    


Xavion memegangi baju Kennard saat mereka sampai ke Afterlife. Padahal dia jelas-jelas lolos pemeriksaan di gerbang tadi karena memang dia adalah grim reaper.

"Kamu ngapain sih?" tanya Kennard masih membiarkan Xavion memegangi kaos bagian pinggangnya.

"Aku belom pernah ke sini, takut lah," jawab Xavion.

"Tenang, ada Om Kennard. Dia grim reaper dengan rank tertinggi di sini. Nggak ada yang berani macem-macem sama dia," timpal David.

"Kayak lo nggak aja. Vion, malu diliatin banyak orang. Lepas kek, ih," kata Kennard merasa risih karena banyak orang yang berbisik-bisik saat mereka lewat.

Xavion menampakkan cengiran kudanya dan berhenti berpegangan pada Kennard. Kemudian dia berjalan diapit oleh kedua seniornya menuju Tea House. Begitu masuk ke tempat itu, Xavion tampak takjub dengan desain interiornya yang tampak mewah. Bahkan cangkir, teko serta peralatan lainnya juga tak kalah indah. Dia tersenyum melihat Killian menyambut mereka dari balik konter.

Killian segera menarik Xavion untuk duduk dan memeriksa kedua telapak tangannya yang masih melepuh. "Hmm, tenaga kamu belum cukup buat make teknik kelas tinggi. Kalo kamu maksain diri, lama-lama jari-jari kamu bisa copot lho. Tadi Dewi Moirai uda pesen, kamu bisa makan ini sehari sekali sekarang. Ini ambrosia sama nektar. Biasanya kami makan ini kalo terluka parah, biar cepet sembuh. Oke?" kata Killian sambil memberikan kantung beludru berwarna saphire pada bocah laki-laki di hadapannya.

"Eh, kok di sini ada kucing?" tanya Xavion saat seekor kucing abu-abu melompat ke pangkuannya.

Killian mencubit telinga makhluk berbulu itu dan 'puff'

Saat sosok itu berubah kembali menjadi manusia, Xavion tak kuat menahan beratnya dan mereka berdua ambruk ke depan hingga mejanya terbalik. Killian hanya bisa meminta maaf pada pengunjung Tea House atas keributan ini. Dia langsung menjewer telinga Daniel hingga grim reaper tengil itu bangun. Sementara Kennard membantu Xavion untuk berdiri dan memastikan kalau tidak ada pecahan cangkir yang mengenainya. "Hyung," kata Daniel saat mendapati pria kekar itu ada di hadapannya.

"Wae? Lo baru dateng malah ngerusuh. Vion, maaf ya," kata Kennard.

"Shit!" umpat Killian kemudian. Lagi-lagi dia tersedot ke memory hole milik Daniel.

***

Killian mengaduh sambil memegangi pelipisnya. Kini dia tengah ada di suatu halaman rumah dan di sana ada sepasang ibu juga bocah laki-laki dengan koper besar.

"Changkyunnie, anak baik. Tunggu di sini ya, mama jemput tiga hari lagi. Okay?" pesan wanita itu sambil membelai rambut putranya.

"Okay ma," balas Changkyun kecil dengan patuh.

Kemudian sang ibu melangkah pergi, sesaat sebelum menghilang, dia sempat membalikkan badan sekali lagi dan tersenyum untuk terakhir kalinya. Bocah itu terus duduk di sana, tanpa berniat mengetuk pintu ataupun memanggil siapa pun yang tinggal di dalamnya. Sekitar dua puluh menit kemudian seorang wanita muncul dari dalam rumah dan terpekik melihat Changkyun yang tertidur sambil bersandar ke koper. Tak lama kemudian suami serta anak laki-laki lain menyusul keluar, mengajak Changkyun untuk masuk ke dalam.

"Wonho, ajak Changkyun main dulu sana. Eomma mau ngomong sama appa sebentar," pinta sang ibu sambil menepuk-nepuk kepala Wonho.

"Changkyunnie?" tanyanya memiringkan kepala, hingga pipi gembulnya condong ke arah yang bersamaan.

"Eung?" balas Changkyun dengan takut.

"Mau lihat anak anjingku nggak?" tanya Wonho.

"Kangaji? Mau ... hyung," balasnya girang.

"Ayo," ajak Wonho sambil meraih jemari Changkyun dan mengajaknya pergi ke halaman samping.

***

Sementara itu.

"Oppa, apa Mi Rae masih suka ngambil misi-misi berbahaya buat organisasi?" tanya Woo Ri yang tak lain adalah ibu Wonho.

"Nggak tau, setau aku abis kita keluar dari organisasi. Nggak lama dia juga ikut keluar. Aneh aja kalau dia tiba-tiba nitipin Changkyun ke sini tanpa bilang apa-apa sebelumnya ke kita. Biasanya dia nggak gini kan?" balas Min Ho.

"Nggak papa, kita lihat dulu aja keadaannya. Nanti kita coba telphon Mi Rae," ujar Woo Ri dengan was-was.

***

Tiap sore Changkyun akan menunggu di ruang tamu. Dia akan bertopang dagu dan menatap nanar ke pekarangan. Sayangnya, orang itu tak pernah datang. Malahan di hari ke 16 dia tinggal, orang tua Wonho menyuruhnya untuk memakai pakaian berkabung dan pergi bersama mereka ke rumah duka. Di sana dia melihat sosok ibunya yang cantik terbaring dalam peti. Sejak saat itu orang tua Wonho yang merawatnya seperti anak sendiri.

Changkyun kira hidupnya akan bisa terus bahagia meskipun setelah dia kehilangan ibunya, ternyata salah. Saat dia kuliah semester akhir, dia menderita gagal ginjal akut yang mengharuskannya untuk sering cuci darah. Selain itu, serangkaian peristiwa buruk lainnya terjadi.

Malam itu, dia ingat betul, tgl 21 juli.
Mereka baru saja merayakan Wonho yang baru saja naik pangkat sebagai ketua divisi cyber crime di kepolisian pusat. Tiba-tiba saja lampu padam dan beberapa orang tak dikenal menyerbu masuk. Terjadi perkelahian dan baku tembak selama beberapa saat. Wonho yang terluka berusaha mencari keberadaan Changkyun di tengah kegelapan.

"Hyung," panggil Changkyun yang sudah gemetar ketakutan.

"Lepasin dia!" teriak Wonho.

"Ternyata putra Pak Lee sangat pandai menembak. Kalau kamu mau nyelametin adikmu ini, kamu hanya perlu ngelakuin beberapa pekerjaan untuk kami. Kalau nggak, kami bakalan nusuk perutnya terus kami keluarin organ dalamnya secara paksa," kata orang itu sambil tertawa.

Meskipun Wonho seorang kapten divisi cyber crime, tapi kemampuan menembaknya setara dengan sniper terlatih, sama seperti ibunya. Hanya saja penyerangan yang terlalu mendadak ini membuat pengawasan mereka lengah dan kebetulan hanya Wonho yang saat itu tengah memegang senjata. Lebih tepatnya pistol pemberian dari ibunya sebagai hadiah kenaikan jabatannya. Dia sendiri tak menyangka jika akan memakainya secepat ini. Dalam hitungan menit, dia sudah berhasil melumpuhkan 6 orang yang menyergap rumahnya.

"Hyung, jangan," pinta Changkyun. Dia meringis kesakitan saat ujung pisau itu mulai bergerak di pinggang kanannya. Darah mulai mengucur membasahi lantai marmer.

"Aku bakalan ngelakuin apa yang kamu mau, tapi lepasin Changkyun," kata Wonho dengan gigi gemeletuk.

"Good boy," ujar pria itu melemparkan belati di tangannya hingga mengenai tangan Wonho.

Srak!

Pistol itu terjatuh seiring dengan pisau yang menancap di punggung tangan Wonho. Changkyun tersungkur bersimbah darah. Wonho belum sempat menyentuh Changkyun, tapi orang itu sudah menodongkan senjatanya dan membawanya pergi.

***

Dua hari kemudian, Changkyun terbangun di rumah sakit dan salah satu saudara jauh Wonho memberi tahunya jika pemakaman untuk Paman Min Ho dan Bibi Woo Ri sudah dilakukan tanpa menunggunya sadar terlebih dahulu. Rumah mereka masih dipasangi police line dan keberadaan Wonho hingga saat ini masih belum diketahui. Mereka sudah menganggap Changkyun sebagai keluarga sendiri, makanya mereka menawari Changkyun untuk tinggal sementara waktu bersama mereka.

Changkyun merasa waktu berlalu begitu lambat dan kasus pembunuhan ini menjadi semakin jauh dari kebenaran. Kepolisian akhirnya menutup kasus ini dan menyimpulkan kalau pembunuhan keluarga Lee adalah kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh pembunuh berantai. Memang akhir-akhir ini sedang terjadi kasus pembunuhan berantai dan hal tersebut sengaja dilakukan oleh organisasi gelap yang menginginkan Wonho untuk menghilangkan jejak penyerangan pada malam itu. Memang mereka tak boleh berharap banyak pada kepolisian.

Hingga suatu malam, Changkyun yang tengah menikmati teh di teras terkejut mendapati Wonho pulang dengan penampilan tak karuan dan baju bersimbah darah. Saat dia berniat untuk membawa Wonho ke rumah sakit, pria itu menolaknya dan meminta Changkyun untuk merawatnya di rumah. Untungnya semua darah di baju Wonho itu bukanlah darahnya. Dia hanya menderita beberapa luka kecil yang tidak perlu penanganan serius.

Friends Verse IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang