Edward menggigit bibir bawahnya, masih menyibak tirai ruang tamu. Lebih tepatnya, ia sekarang tengah mengintip. Tadinya ia berniat untuk mengambil sepatunya yang tertinggal di teras. Tapi, ada Killian dan David di sana. Akhirnya ia mengurungkan niat untuk keluar. Rasa bersalah itu kembali muncul saat ia melihat David mengusak kepala Killian lembut. Tawa Kiki pun juga terdengar sangat bahagia. Entah sampai kapan ia akan tetap diam dan tak mengatakan apa pun pada Kiki mengenai David.
"Bye!"
Suara itu membuyarkan lamunan Edward, ia berdehem dan membuka pintu.
"Edddd!" Omel Killian memegangi pintu yang hampir mengenai wajahnya.
"Sorry. Sorry. Abis kencan lo ya?" Edward mengacungkan telunjuknya pada Kiki.
"Kepooooo."
Edward terkekeh, mengikuti langkah teman satu dormnya.
Killian mengerutkan dahi, karena pacar Alex itu menatapnya dengan pandangan yang aneh.
"Lo mau soda punya gue?" Kiki mengacungkan kaleng soda lemon pada Edward.
"Nggak."
"Trus, kenapa gitu amat lo ngeliatin gue?"
"Gue tempeleng juga nih pala lo boncel."
"Gue masi kenyang, jangan ajak gue berantem napa."
Kiki menghela nafas, merasa tidak nyaman dengan tatapan Edward. Lantas ia meletakkan kaleng soda yang masih terisi setengah. Lalu menyambar pergelangan tangan Edward. Tak terjadi apa-apa. Kiki kali ini memegangi wajah sahabatnya. Masih biasa saja. Sekarang Killian merasa jengkel akan dirinya sendiri. Sebenarnya cara kerja kemampuan barunya ini bagaimana sih?
"Lo ngapain?" Edward memegangi kedua tangan Kiki.
Kiki menggeleng, lalu melepaskan diri.
"Jadi bener apa kata Alex."
Killian diam, kembali meneguk minuman dinginnya.
"Lo sekarang bisa tau isi pikiran orang lewat sentuhan?"
Pria kecil itu sejenak menghela nafas, lalu menyunggingkan sebuah senyuman.
"Tapi, gue nggak bisa liat apapun tentang lo."
Edward terkekeh mendengar jawaban Killian.
"Nggak akan bisa, karena gue nggak punya."
Killian menautkan kedua alisnya tepat ditengah, kini ia menatap Edward penuh tanda tanya.
"Maksud lo?"
"Gue nggak pernah minum memori yang pernah dikasi sama Dewa Kematian."
"Hah?"
"Iya, gue sebenernya uda dapet tiga dari empat memori gue. Tapi, gue nggak berminat untuk tau."
"Lo nggak pengen tau apa alasan lo bisa jadi Grim Reaper?"
"Nggak. Gue uda cukup bahagia sama hidup gue yang sekarang."
"Ed. Memori lo itu bisa bantu lo biar cepet bebas tugas tau."
"Gue nggak mau kehidupan gue di sini berlalu gitu aja Ki. Gue bahagia kenal Alex, kenal lo. Belom tentu juga kan masa lalu gue bagus buat diinget."
"Trus lo takut?"
"Mungkin. Tapi satu hal yang pasti, gue percaya Alex dan sayang sama dia."
Alex sedari tadi mendengarkan pembicaraan keduanya dari sebrang ruangan. Ia menghela nafas dengan frustasi. Pria jangkung itu merasa tersentuh sekaligus bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Verse III
FanfictionBooks Friends sama sekali tidak terkait satu sama lain (Kecuali Friends Verse II dengan Friends Special Edition Shownu dan Dior). Thanks ⌯'▾'⌯ _________________________ Genre: Fantasy. Ship: BXB, BXG, GS. Bahasa: Indonesia, Inggris, baku-non baku...