Bab 9: Yang di rasakan Fara

43.7K 4.2K 154
                                    

Prok! Prok! Prok!

Arcio menghentikan pukulannya pada samsak di hadapannya, dengan nafas tak beraturan dia pun membalikkan badannya dan melihat Kevan melangkah mendekatinya.

Ruangan yang gelap hanya satu cahaya lampu kecil membuat Arcio menyipitkan matanya.

"Kevan?" Gumam Arcio.

Kevan menepuk bahu Arcio, setekah itu dia mengelus samsak yang tadi Kevan pukuli.

"Setiap kali lo banyak pikiran, pasti lo bakal lampiaskan semuanya pada samsak ini. Ada apa Arc? KAu sedih kehilangan adikmu? Ku dengar ... KAu bahkan tak ikut memakamkannya," ujar Kevan.

"Diamlah! Tau apa lo tentang gue!" Ketus Arcio sambil membuka sarung tangan tinjunya.

Kevan tersenyum sinis, dia melipat tangannya di depan dada dengan angkuh.

"Arc ... Arc, banyak yang tau kalau lo gak suka sama adik perempuan lo. Bahkan, lo selalu bersikap dingin padanya dan jarang berada di rumah. Apa ... Lo gak suka sama adik kesayangan keluarga Matteo?" Ujar Arcio.

Arcio mengambil jaketnya dan memakainya, dia mengambil botol minum dan menenggaknya dengan rakus.

"Buat apa lo disini?" Tanya Arcio setelah ia selesai minum.

"Mau lihat bagaimana keadaan mansion setelah kepergian anak yang kalian anggap berlian," ujar Kevan.

Arcio terdiam, jika Kevan berada di sini. Apakah semua adiknya berada di sini juga?

Tanpa berpikir lama lagi, Arcio segera keluar. Kevan pun ikut keluar karena saat ini sudah masuk waktunya jam makan malam.

Arcio memasuki ruang makan, begitu pula dengan Kevan. Namun, langkah Arcio terhenti ketika melihat sosok mungil yang berada di pangkuan sang paman.

"Iya ini udangnya, udah adek diem dulu. Biar ayah yang suapin," ujar Axel.

"Tapi adek mau makan dilii ayah!" Rengek Kenzo.

"Sudah lah mas, taruh dia di kursinya. Biarkan dia makan sendiri, dari pada nanti malam tidurnya rewel," ujar Deva menengahi.

Dengan berat hati, Axel menaruh putranya di kursi samping. Sehingga kini Kenzo berada di tengah-tengah orang tuanya.

Arcio menarik kursi, tatapannya mengarah pada sang mommy yang mengamati Kenzo dengan sangat intens.

Mata indah itu masih berkaca-kaca, mungkin karena Fara masih merasa sedih.

"Kau sudah kembali, baru saja mommy ingin memanggilmu," ujar Fara saat melihat putranya duduk di sampingnya.

Ucapan Fara membuat mereka semua menatap Arcio, dengan senyum tipis Arcio menatap Axel dan Deva dengan sopan.

"Kami turut berduka cita atas meninggalnya adik kalian, om dan tante sangat sedih mendengarnya," ujar AXel.

"Terima kasih om sudah sempatkan waktu untuk mengunjungi kami," ujar Arcio.

"Yasudah ... Ayo semuanya, kita makan." Pinta Abercio sebagai kepala keluarga.

Mereka pun akhirnya makan, sangat damai dan tak ada suara kecuali dentingan sendok yang beradu dengan piring.

"Ayah adek udah," ujar Kenzo dan mendorong piringnya.

"Nah kan, apa kata ayah. Kamu kalau makan sendiri pasti gak habis, sayang kamu suapi dia sampai habis makanannya. Dokter ahli gizi nya berkata jika Kenzo harus menaiki berat badan," ujar Axel dengan sedikit kesal.

Deva mengangguk, dia mengambil piring Kenzo dan menyuapi anak itu. Dengan kesal, Kenzo kembali membuka mulutnya.

"Apa liat-liat! Mau di colok matana hah?!" Ketus Kenzo saat tatapan Alex mengarah datar ke arahnya.

Don't you miss me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang