Tamat

38.4K 2.8K 213
                                        

Bunyi mesin EKG memenuhi ruangan operasi, terlihat Kevan masih membantu dokter Senior mengganti jantung Kenzo.

Tiiiiiittt!!

Jantung Kevan melemas, saat bunyi EKG terdengar sangat nyaring. bahkan, tangannya yang memegang pisau bedah terlihat gemetar.

"Kevan, jika kau tidak sanggup. Keluarlah!" Pinta Dokter Senior.

"Ti-tidak, aku sanggup?" Sahut Kevan dengan gugup.

Dokter senior kembali sibuk dengan tugasnya, sememtara Kevan menatap layar EKG.

"Abang mohon Ken, ayolah baby. Kau bisa, Kau pasti bisa menerima jantung itu." Batin Kevan.

"DOK! PASIEN MENGALAMI PENURUNAN TEKANAN DARAH!" Teriak Suster.

Kevan tambah lemas, dia seperti tidak sanggup menopang kakinya.

"Kevan, keluarlah!!"

"Ti-tidak, a-aku ....,"

"KELUARLAH!" Sentak dokter Senior.

Kevan terpaksa keluar, walau hatinya enggan. Dengan lemas, dia membuka pintu dan menatap semua keluarganya yang menanti kabar darinya.

"Bagaimana? Operasinya berjalan lancar kan?" Tanya Deva yang berdiri di hadapan sang putranya.

"Bunda hiks ...." Kevan memeluk sang ibu dengan erat, seketika Deva ikutan lemas.

"Ke-kenzo." Lirih Deva dengan suara bergetar.

"Kenzo kenapa? KENZO KENAPA!!" seru Farah menarik keponakannya, air matanya sudah membanjiri pipih putihnya.

Kevan terlepas dari pelukan sang ibu, dia mematap Farah dengan tatapan sendu.

"Operasinya bagaimana Ken?" Tanya Alex mewakili semuanya.

"Tekanan darah Kenzo menurun hiks ... Aku takut Kenzo mengalami penurunan kesadaran. aku takut dia tidak selamat, bunda. bagaimana dengan adikku hiks ...,"

Deva memegangi dadanya, rasanya sangat sesak. Dia bahkan hampir limblung, jika Keano tak menggapai tubuhnya.

Arcio menarik Kevan, dia menatap tajam Kevan dengan mata memerah.

"AKU MENITIPKAN ADIKKU PADAMU!! AKU MENYERAHKAN KESELAMATAN ADIKKU PADAMU! TAPI KENAPA KAMU TIDAK BECUS MENYELAMATNKANNYA HAH! KENAPA!!"

"Arc, jangan seperti ini." Ujar Alex menarik putranya menjauh.

Dada Arcio kembang kempis, emosinya sedang tak stabil.

Selang beberapa lama, akhirnya lampu operasi berubah hijau. Semuanya langsung bangkit berdiri dan menunggu dokter untuk keluar.

Cklek!

Farah dan Deva berada di paling depan, mereka menanti jawaban dari sang dokter.

"Bagaimana dok? Putra ku baik-baik saja kan? Operasinya berjalan lancar kan? Jawab dok!" Sentak Farah.

"Dok, apa kami bisa menemui putra kami?" Tanya Deva dengan tatapan sendu.

Kevan mendekati dua wanita itu, dia menatap Dokter seniornya yang juga beralih menatapnya.

"Bagaimana dok? Apakah adikku selamat? Dia bisa menerima jantung barunya kan?" Sahut Kevan.

Tampak dokter senior melepas maskernya, dia menatap sendu semua keluar Matteo.

"Maaf Kevan, adikmu. Tidak menerima jantung baru tersebut, dia menolak nya."

Sontak semuanya terdiam, kecuali Kevan yang kini sudah terduduk lemas.

"Menolak gimana maksudnya dok?" Tanya Deva dengan suara bergetar.

"KENZO!!!KENZO!!" Histeris Kevan.

"Haaah ... Detak jantung Kenzo, tidak kembali."

"A-apa?" Deva menutup mulutnya, dia berbalik dan memeluk erat suaminya. Sedangkan Farah, dia jatuh pingsan. Alex dengan sigap menahan bobot istrinya itu.

Semuanya menangis, bahkan Romeo. Pria yang penuh candaan itu juga turut menangis.

"Enggak, adek gue masih hidup. ADEK GUE MASIH HIDUP!!" Sentak Romeo.

Romeo menarik baju Kevan, dia menatap kakaknya dengan mata memerah dan bersimbah air mata.

"Lo katanya dokter kan! Lo kuliah jurusan kedokteran buat Kenzo! Kenapa lo gak bisa selamatin Kenzo hah!! Kenapa!"

"Meo." Keano menarik Romeo agar tak semakin memojokkan Kevan.

Hari ini, semua orang menjatuhkan air matanya. Termasuk Alex, pria itu membuka tangannya. di sana, dia menyimpan sebuah gelang yang bertuliskan nama Kenzo.

Kembali Alex genggam tangan itu, air katanya pun jatuh di genggaman tangannya.

.

.

.

6 bulan kemudian.

Alex menatap sebuah gundukan tanah, dia mengusap pusara yang bertuliskan nama Kenzo. Axel memberikan buket bunga serta menyiram kuburan itu.

"Terima kasih, atas segalanya Kenzo. Semoga kamu tenang di sana." Lirih Alex.

Alex bangkit, dia menatap pusara itu dengan tatapan lekat. Dia menghela nafas sejenak.

"Kami tidak akan melupakanmu, kamu adalah pahlawan kami." Lirih Alex.

Semilir angin, menerpa wajah Alex. pria itu memejamkan matanya, menikmati hembusan angin. Alex kembali membuka matanya, dia menatap gelang bertuliskan nama Kenzo, dan menyimpannya di dekat pusara itu.

Tak ada lagi Alex yang arogan, dia benar-benar telah merubah sikap arogannya.

"DADDY!"

Alex berbalik, dia tersenyum menatap sosok gembul yang berlari ke arahnya. Alex membawa sosok itu ke gendongannya dan menciumi pipi gembulnya.

"Kau memakan permen lagi baby? Apa kau ingin kembali ke dokter gigi hm?" Tanya Alex setelah mencium aroma permen dari pipi bocah gembul itu.

"Abang Meo belikan, ayo pulang daddy! Ayah malah nanti," ujarnya.

Alex tersenyum, lalu dia berjongkok kembali di pusara itu.

"Ayo, pamit dulu sama kakak Kenzo."

Bocah itu turun dari gendongan Alex, dia berjongkok dan memegang nisan itu.

"Ken pulang dulu yah kakak Kenzo, telimakacih jantungna. Ken pake dulu yah, nanti Ken balikin lagi."

"Udah daddy, ayo pulang."

Bocah gembuk itu, yang tak lain adalah Kenzo Matteo. Jantungnya kembali berdetak, dia mendengarkan jeritan keluarganya yang terharu akan perjuangannya.

Pendonor jantung Ken, adalah Kenzo Aditama. Hanya berjarak dua tahun di atas Kenzo. Keluarga Matteo, sering mengunjungi makamnya untuk selalu mengenang tentang jantung yang dia berikan untuk putra kesayangannya mereka.

"Daddy, pulang beli kindel joy yah." Bujuk Kenzo.

"Nanti ayah marah," ujar Alex.

"Bialin, malam ini Ken mau tidul di lumah daddy,"

"Boleh, tapi izin sama ayah dan bunda dulu yah. Nanti mereka sedih kalau Ken nginep di rumah daddy,"

"Heum!"

















-Tamat-




Terima kasih sudah setia menunggu cerita ini up🥰 akhirnya tamat juga. Sehat-sehat selalu kalian🥰🥰

Don't you miss me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang